Wayang, is universal language... Jika, angklung jenis alat musik milik indonesia yang pernah diklaim milik tetangga sebelah, di tangan Kang Udjo bisa menyabet Guinnes Book Of Record (Semoga ngga salah penulisanya), karena di amrik dimainkan oleh orang bule selapangan. Menjadikan angklung kini salah satu warisan budaya dunia yang dimiliki indonesia. Bukan tidak mungkin wayang indonesia pun bisa melakukanya. Inilah kembali lagi pada kreatifitas dan menjadi tantangan generasi muda penerus kesenian wayang. Terobosan-terobosan baru yang akan menjadikan wayang sebagai universal language menjadi tantangan tersendiri. Ki Dalang "Jancuk" Sujiwo Tedjo dan Ki Dalang "Mbeling" Enthus Susmono adalah salah dua dari sekian banyak dalang indonesia yang bisa saya katakan berani. Berani "Ngawur Karena Benar" begitulah judul buku Ki Jancuk terbaru, mereka menabrak pakem yang selama ini ditabukan oleh sebagian dalang. Demi kesenian wayang ini bisa menjadi bentuk baru dan bisa diterima sejuta umat, dan sejuta generasi. Ki Enthus Susmono dengan wayang "Rai Wong" menghadirkan tokoh-tokoh dunia dan peristiwa-peristiwa dunia yang dalam pewayanganya. Misalkan saja dalam pakeliran ada adegan dimana gatotkaca bertemu dengan superman juga batman di awang-awang, ini menurutnya adalah sebagai kail untuk anak-anak yang lebih mengenal tokoh barat superman dan batman daripada tokoh dari gatotkaca yang berasal dari dunia pewayangan. Masih banyak lagi tokoh-tokoh yang cukup familier di dunia anak seperti tokoh-tokoh anime jepang, juga tokoh politik dalam negeri dan barat, serta para pesohor negeri ini. Dalam Lakon "Hilangnya Mustika Merah Delima" ki enthus memaparkan secara gamblang bahwa wayang itu universal, dalam kumpulan apa saja, bisa cerita wayang. Tergantung bagaimana cara kita memasukan wayang dalam kumpulan tersebut. Wayang hanya media kitalah eksekutornya, pengetahuan modalnya, tehnik penyampainya tergantung sampai dimana otak kita mampu mengolah wayang agar enak disampaikan dimana saja. Sedangkan, Ki Sujiwo Tedjo pernah nganlang ke negeri 1000 dewa yunani untuk memperkenalkan wayang. Tak henti ia berkreasi dengan wayang twit yaitu cerita wayang dalam bentuk tulisan di twitter, serta di akun website pribadinya www.sujiwotejo.com selalu menghadirkan cerita-cerita segar dari dunia pewayangan yang sudah diacak sedemikian rupa dengan gayanya yang unik dipadankan dengan peristiwa-peristiwa negeri ini cukup menarik, semuanya dikemas dalam penulisan yang sangat apik, vulgar, namun asyik, dalam "Wayang Durangpo" yang juga terbit di harian "Jawa Pos". Wayang akapela, wayang pasir, dan masih banyak lagi. Saya kira dunia pewayangan membutuhkan penerobos-penerobos seperti dua orang dalang nyentrik ini. Semuanya mempunyai masa dan keterbatasan apa jadinya jika tidak ada regenerasi dari orang-orang seperti Ki Jancuk Sujiwo Tedjo dan Dalang Mbeling Enthus Susmono. Inilah tantanganya membawa wayang menjadi universal language, menjadikan wayang sebagai kesenian lintas masa yang tetap asyik untuk dinikmati diera apapun dan kapanpun. Dengan menyiapkan generasi dari regenerasi terdidik baik secara otodidak maupun akademisi sanggar kesenian wayang yang mumpuni maka tantangan apapun untuk kemajuan wayang dimasa hadapan tidak ada yang perlu ditakuti. Sekian Salam Wayang.
Tulisan Sebelumnya : 1. Wayang, Menghadapi Tantangan Menjadi Kesenian Lintas Masa (Bag. 1) 2. Wayang, menghadapi tantangan menjadi kesenian lintas masa (Bag. 2)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H