Mohon tunggu...
Siswoko .
Siswoko . Mohon Tunggu... -

Seorang pendatang baru yang ingin belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Selamat, Ketika Helikopter Jatuh di Laut …

8 Agustus 2010   01:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:13 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"May day...May day... May day...kita akan segera landing darurat di laut ...persiapan pendaratan di laut..." terlihat kepanikan pilot mengucapkan kata-kata itu, meskipun dibuat tenang. Dillanjutkan dengan isyarat tangan pilot ‘turun naik' dengan telapak tangan dibawah yang diarahkan kepada para penumpang sebagai syarat untuk landing darurat atau ditching di laut. Hanya itu saja penggalan kata-kata terakhir captain pilot helikopter C 155 B 1 yang terakhir saya dengar dan beberapa detik kemudian.... "Byurrrrr....disertai suara ledakan yang keras ketika tubuh helikopter yang kami tumpangi menghantam permukaan air laut dan tenggelam secara perlahan... Tak berapa lama, posisi helikopter terbalik tanpa kami mampu untuk berbuat hal lain dalam keadaan panik dan putus asa. Apalagi untuk mencoba membuka ‘safety belt' atau sabuk pengaman masih terikat di tubuh. Badan helikopter semakin lama semakin tenggelam dengan posisi terbalik, bagian baling-baling atas kearah bawah dan bagian bawah helikopter menjadi keatas dibawah laut. Dingin, sunyi, kelam dan asinnya air laut secara perlahan namun pasti menjebol tenggorokan yang membuat kami semakin tercekat tidak berdaya.... Demikian skenario latihan yang harus penulis rasakan dalam mengikuti sebuah pelatihan "Helicopter Underwater Escape Training" atau "HUET" yang dilaksanakan oleh penyedia training PT Bumi Liputan Pusaka, beberapa hari yang lalu di Balikpapan, Kalimantan Timur. Tulisan ini mencoba menjelaskan apa yang harus kita lakukan ketika suatu saat menumpang helikopter mendarat darurat (ditching) dan jatuh ke laut. Bagaimana cara penyelamatan dan lolos dari bahaya sampai bantuan "Search and Rescue" datang. Helikopter merupakan sarana angkutan udara yang paling aman. Pada era kemajuan tekhnologi yang sedemikian pesat ini, peranan helikopter sebagai sarana angkutan udara merupakan hal yang penting dan aman. Ini disebabkan karena perawatan helikopter sangat berbeda jika dibandingkan dengan sarana angkutan orang/barang di darat ataupun dilaut. Beberapa faktor keselamatan udara degan helikopter dapat dilihat mulai dari pengujian kemampuan pilot secara berkala dan berkesinambungan. Kemampuan dan "atittude" terbang pilot biasanya diuji dan dilakukan secara periodik. Hal ini tidak kita dapatkan pada angkutan darat dan laut seperti 'pilot' bus dan kapal laut. Selain itu, perkembangan tekhnologi helikopter semakin lama semakin canggih. Misalnya, kemampuan jelajah terbang helikopter C 551 B 1 dapat mencapai 21.000 kaki atau beberapa kilometer diatas permukaan bumi, hampir menyamai kemampuan jelajah pesawat 'fix wing' atau pesawat bersayap lainnya. Padahal, kemampuan rata-rata helikopter sekarang masih dibawah itu. Kecanggihan helikopter dalam menjamin keselamatan penumpangnya kini juga semakin didukung tekhnologi yang sangat tinggi. Misalnya, beberapa alat bantu keselamatan udara terpasang secara otomatis seperti; Crash Position Indicator (CPI) yang diletakkkan di rotor belakang dan akan berfungsi secara otomatis jika terjadi keadaan darurat, ILT, EPIRB dan PLB. Kesemuanya merupakan alat bantu menemukan keselamatan helikopter jika terjadi keadaan darurat sehingga dapat terdeteksi dan memudahkan proses SAR dalam menyelamatkan para penumpangnya. Tindakan Ketika Helikopter Jatuh. "Do not be panic" ..itu merupakan tindakan pertama ketika kita helikopter yang kita tumpangi jatuh ke laut. Karena ketika kita dalam keadaan panik, kita tidak dapat berbuat apa-apa atau bahkan berbuat sesuatu yang lebih berbahaya/membahayakan orang lain. Misalnya, kalau kita meronta-ronta dan memukul dan menendang kanan kiri karena panik dapat berakibat fatal bagi kita dan orang lai disamping kita. Atau bahkan kita menjadi tak dapat membuka 'safety belt' yang terpasang di badan kita sebelum akhirnya kita kehilangan nafas. Panik merupakan hal wajar dilakukan setiap manusia, namun masalahnya adalah bagaimana kita bisa mengendalikan panik tersebut sehingga pada akhirnya dapat menyelamatkan kita dan orabng lain. Saat pelatihan, kita dimasukkan ke dalam ruang simulasi seperti replika badan helikopter sungguhan dengan ketelitian alat peralatan yang menyerupai bentuk aslinya seperti; pintu, jendela, kaca, ruang kokpit, tempat duduk dan seat belt yang ketelitiannya mirip sekali dengan helikopter aslinya. Kemudian, di darat setelah kita memasang sabuk pengaman, kemudian ada aba-aba dari instruktur dan pilot menyatakan "keadaan darurat, persiapan mendarat di laut"....dan byuuurrrr...helikopter kita diluncur terbalik dan jatuh ke air seketika (diperagakan di kolam renang). Untuk mengatasi panik di bawah air dengan posisi kepala di bawah, menghilangkan gelembung udara dan agar tidak kehilangan arah atau disorientasi, maka kita diwajibkan tahan nafas dan diam ditempat dengan menghitung dalam hati "seribu..., dua ribu...tiga ribu...empat ribu..dan lima ribu.." Setelah itu, ketika gelelmbung udara sudah tidak ada diatas kita dan kita tidak kehilangan arah untuk berenang ke atas permukaan air, barulah kita coba membuka pintu, atau jendela helikopter, selanjutnya setelah tangan kita menggapai pintu atau jendela, baru tangan kita yang lain membuka 'seat belt' dan berenang keluar helikopter untuk penyelamatan. Melakukan ha sederhana ini kelihatan gampang, namun penuh dengan tingkat stres yang tinggi. Bayangkan ketika di darat, pepala kita di atas semuanya terasa normal. Namun ketika helikopter dijatuhkan dan dibalik ke air dan kita dalam keadaan terbalik dengan ‘safety belt' masih terikat di badan....beberapa langkah teori tersebut di atas pasti jarang kita urutkan dengan sempurna. Panik...panik... dan panik lagi.....di tambah jika air sudah masuk ke dalam hidung akan terasa sampai ke kepala apalagi dijungkirkan terbalik di bawah badan kita.....suatu pengalaman yang mengasikkan dan sekaligus mendebarkan. Namun kita dituntut harus keluar dari helikopter dan mengapung di permukaan sebelum bantuan datang. Hal ini diulangi beberapa kali, mulai keluar dari jendela, kemudian diulangi lagi, keluar dari pintu dan terakhir keluar dari kaca depan yang dipecahkan. Suatu pengalaman yang tak terlupakan. Beberapa catatan penting perlu diingat dalam penyelamatan diri ketika helikopter jatuh dilaut. Pertama; 92 % penumpang akan selamat jika mendapat informasi dan penjelasan dari pilot lebih kurang dari 1 menit terlebih dahulu. Kemudian 78 % akan selamat jika telah mendapatkan info dari captain kurang dari 11 detik. Kedua; usahakan menahan untuk tidak meminum air laut, karena air laut di dalam tubuh akan memperparah paru-paru kita dalam bernafas dan melemaskan keadaan tubuh lainnya. Ketiga; jangan langsung membuka 'seat belt', saat helikopter jatuh, karena kemungkinan kita disorientasi dan ada barang-barang lain diatas kepala kita ketika pesawat terbalik di laut. Usahakan membuka 'seat belt' sesudah tidak ada gelembung udara, tidak kehilangan arah dan sudah menemukan arah keluar pintu maupun jendela. Terakhir, tentu saja " do not be panic" ....semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun