Saat Pandemic Menyapa
Covid 19, istilah yang tidak asing di muka umum, bahkan dapat dikatakan telah menjadi teman hidup setiap hari. Meski tidak tampak secara nyata namun pengaruhnya sangat luar bisa mengubah kebiasaan hidup semua orang. Mulai dari orang muda hingga dewasa, orang sederhana sampai orang kaya, orang yang tak pernah mengenal pendidikan hingga yang terpelajar, rakyat biasa hingga pada para pejabat pemerintahan. Tak dapat dipungkiri bahwa Covid-19 yang melanda dunia memang adalah derita bersama.
Semenjak covid-19 ini hadir  menyapa dunia saat itu juga segala macam cara dilakukan agar kesehatan selalu hinggap pada kita semua. Namun pada kenyataannya semua berbeda. Apa yang diupayakan tak selalu memberi hasil seperti yang diharapkan. Covid-19 merenggut banyak nyawa, menumpahkan jutaan tetes air mata, dan membuat banyak orang terdampar tiada berdaya. Saat ini yang menjadi pertanyaan banyak orang ialah "Kapankah pandemic ini akan berakhir?"
Tiada terbilang kisah yang telah terjadi selama si Covid ini hadir menemani kehidupan kita. Semua telah mengalir begitu saja tanpa diketahui ujungnya di mana. Manusia sekarang hanya bisa berpasrah, beraktivitas seperti biasa untuk melanjutkan kehidupan, berupaya menjaga kesehatan, mematuhi protokol kesehatan, serta menjaga hati agar tetap bahagia.Â
Bagi mereka yang telah berpulang, semoga damai dan bahagia kekal menjadi milik mereka. Bagi mereka yang saat ini harus dirawat karena pandemic ini semoga lekas memperoleh kesembuhan dan kesehatan. Dan bagi yang belum pernah terkena oleh virus ini, semoga senantiasa sehat dan berjuang memeliharanya.
Sekarang yang menjadi pertanyaan bagi mereka yang belum pernah terdampak oleh virus ini, bagaimanakah tanggapan atau sikap mereka saat harus bertemu serta hidup bersama dengan mereka yang pernah menjadi korban dari pandemic ini? Meski terlihat dari raut wajah yang tersenyum, mereka yang pernah menderita akibat virus ini pasti memiliki perasaan yang berbeda sebelum mereka terjangkit.Â
Bisa jadi mereka merasa diri akan dijauhi, merasa ditakuti, merasa diabaikan atau mungkin merasa diri akan menjadi sumber penyakit bagi yang lain. Atau merasakan bahagia yang sangat mendalam dengan sapaan yang hangat karena kehadirannya sangat dirindukan oleh semua keluarga yang mencintainya serta luapan syukur karena mereka berhasil memerangi virus yang menyebabkan mereka merasa sakit. Atau bisa jadi juga mereka tidak merasakan apa-apa, semua terasa biasa tanpa makna.
Nah, saat kita berhadapan dengan orang yang bersyukur tersebut, secara tidak langsung hati kita juga pasti merasakan sukacita bersama mereka, serta pujian yang luar biasa mungkin akan kita lambungkan untuk menyatakan betapa hebatnya perjuangan mereka.Â
Saat berhadapan dengan orang yang berpersepsi negatif pada dirinya akibat pandemic ini, bagaimanakah tanggapan kita? Mereka telah merasa menjadi beban bagi orang lain, akankah kita menambah penderitaan batin  mereka dengan pandangan sinis, sikap cuek, serta membangun jarak yang tidak normal dengan mereka?Â
Tentu saja tidak, mereka adalah orang yang perlu kita dukung dengan perkataan positif, senyuman, sapaan, perhatian yang baik agar stigma negatif yang telah tertanam di pikiran mereka itu perlahan berkurang hingga menghilang. Tentu dengan mendukung mereka kita harus tetap memperhatikan protokol kesehatan, mereka sehat, kita juga tetap sehat.
Â
Pandemic mungkin akan menjadi teman hidup kita selamanya karena dia hadir dalam udara yang kita hirup setiap harinya. Meningkatkan kualitas kesehatan dengan menjalankan protokol kesehatan, berolahraga, mengonsumsi makanan bergizi serta menerima vaksin yang akan diedarkan menjadi senjata kita agar mampu bertahan melawan virus yang tidak bisa kita basmi seperti hama.Â
Kisah selama pandemic yang telah berlalu akan menjadi bagian dari sejarah kehidupan kita. Hari ini tiada hal lain yang dapat dilakukan selain bersyukur dan tetap melanjutkan kehidupan, menjaga kesehatan raga dan batin baik untuk diri sendiri juga untuk orang lain.Â