Terik matahari yang menggangguku dari celah jendela, memaksaku untuk terbangun di pagi hari itu. Aku bergegas mengecek ponselku dengan harapan mendapat pesan manis dari seseorang. Ketika aku membuka kunci layar ponsel, aku senang bukan kepalang. Ucapan selamat pagi darinya membuatku mendelikkan mata tidak percaya. Bagaimana mungkin ia yang mencampakkan ku begitu saja bisa mengirimiku pesan seperti itu? Beberapa menit setelah itu, kami berbalas pesan hingga akhirnya ia mengajakku pergi ke taman.
Siang hari kami bertemu, ia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa beberapa waktu lalu. Seakan-akan memutus hubungannya denganku bukanlah suatu hal yang besar kala itu. Ketika aku bertemu dengannya di taman, ia tetap memesona seperti biasanya. Pancaran cahaya yang datang entah darimana membuat ku terpaku sejenak. Gaya bicaranya yang halus, membuatku tidak berkutik selama ia mengoceh di depanku.Â
Aku senang mendengarkan ia bercerita. Sesekali ia tertawa disela-sela ceritanya. Aku terdiam, terpaku, memandangnya dengan penuh kasih. Setelah beberapa menit berlalu, ia megusap rambutku dan menatapku dengan lembut. Ia berhasil menghipnotisku dengan pesonanya yang tiada dua.Â
Sejenak ia tersadar bahwa aku terdiam dan memandangnya dengan tatapan aneh. Ia memanggil namaku berkali-kali namun aku tak merespon. Ia mencoba melambaikan tangannya di depan mataku untuk membuyarkan lamunanku, namun tak juga berhasil. Ia lantas menggerak-gerakan badanku untuk membuatku tersadar sambil memanggil namaku tanpa henti. Berkali-kali aku mencoba mengerjapkan mataku hingga perlahan aku membuka mata. Aku tersadar, aku terbangun dari mimpiku yang indah itu. Aku melihat ibuku yang sudah berteriak di depan mataku sambil menggerak-gerakan badanku supaya terbangun dari tidurku. Ah ibu, ada-ada saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H