Mohon tunggu...
FX Mabin
FX Mabin Mohon Tunggu... -

mahasiswa FKIP USD Yogyakarta: Saya Banyak Ngomong, Dunia Menulis saya banyak diam. saya mau mencoba masuk ke dunia ini, Jika salah menulis kalimat mohon dikoreksi dan masukan demi perbaikan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Otsus Plus, Urgensinya di Papua?

5 Juni 2013   16:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:29 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Esensinya, berdasarkan UU OTSUS Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, pada Pasal 77 UU No. 21/2001 berbunyi “Usul perubahan atas Undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”



Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang Gubernur Papua Lukas Enembe dan jajarannya ke Istana Negara guna membahas persoalan di provinsi paling timur di Indonesia itu. Dari hasil pertemuan yang digelar hari ini itu (29/42013).

Beliau menekankan perluasan otonomi khusus yang beliau sebut otsus plus. Diharapkan bulan Agustus drafnya sudah selesai. Menurut presiden, Tujuannya adalah menjawab berbagai persoalan Papua, harus tuntas masalah-masalah Papua sebelum beliau mengakhiri masa jabatan," kata Lukas, Gubernur Provinsi Papua, setelah usai pertemuan dengan Presiden di Jakarta. (seperti dilansir di media Kompas.com).

Isu otsus plus Papua juga ditanggapi dari berbagai pihak diantarannya datang dari Amiruddin al Rahab. “Dengan adanya dukungan politik berupa regulasi dan anggaran, pemerintah daerah Papua diharapkan mampu memanfaatkan potensi dan peluang yang ada. (seperti dilansir di media online www.vivanews)

Wacana otonomi khusus plus juga diharapkan tidak bersifat elitis dan menjadi alat tawar-menawar politik, kata Amiruddin al Rahab selaku juru bicara Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat dan Poengky Indarti dari Imparsial, Jumat (3/5), di Jakarta.Pembenahan regulasi dirasa perlu karena ada beberapa yang tidak pas dan membawa manfaat. Salah satunya adalah pilkada langsung yang tidak tepat untuk masyarakat Papua dengan suku-suku yang sangat kuat.

Kata Budi Santoso, "Belum jelas apa yang dimaksud Presiden dengan otsus plus ini. Kita semua seharusnya mengacu pada UU Otsus Papua yang dengan susah payah kita telah undangkan. Itu yang harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen," kata Ketua Pengawasan Otsus Papua dan Aceh DPR Priyo Budi Santoso. (seperti dilansir Kompas, 30 April 2013).

Dari tanggapan tersebut terbukti bahwa kebijakan pemerntah (Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono/ SBY) bersama jajarannya tentang persoalan papua dipolitisasikan. Politisasi karena kebijakannya dilakukan oleh SBY, Gubernur Provinsi Papua, dan Velix Wanggai, bukan atas usul masyarakat Papua, seperti UU OTSUS Tahun 2001, Pasal 77.

Hal Ini merupakan sebuah persengkongkolan yang dilakukan oleh para penguasa, untuk masih tetap menguasai bumi Papua. Memperpanjang eksklasi kekerasan di Papua melalui (merubah/mengkontruksi kembali) UU Otsus tahun 2001 menjadi Otsus Plus. Memperpanjang dengan nama baru Otsus Plus, ada indikasi politis, ekonomis, proyek militerime dan penguasaan di atas bumi Papua.

Tanggapan dari Dewan Adat Papua (DAP) melalui Thaha Alhamid ( sekjend DAP)    Otsus  yang berlaku di Tanah Papua sejak 2001, adalah desentralisasi asimetris berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2001.  Sesuai amanah UU itu sendiri, setiap perubahannya mesti dilakukan atas usul rakyat Papua melalui MRP dan DPRP.

Memang, adalah fakta bahwa tahun 2008, tambah  Thaha Alhamid,  sesungguhnya Pemerintah sudah merubah UU Otsus ini dengan keluarnya Perpu No 1 Tahun 2008. Lalu muncul Inpres Nomor 5 Tahun  2007 tentang percepatan pembangunan Papua  yang terkapar sebelum berjalan, muncul kemudian Unit  Percepatan Pembangunan Papua  dan Papua Barat  (UP4B)  sebagai intervensi kebijakan percepatan, karena pemerintah sadar betapa Otsus belum efektif menjawab masalah Papua.

Pemerintah harus lebih membuka diri, kalau mau memberi nilai plus kepada Otsus Papua, Kenapa tidak buka pintu dialog saja? “Toh selama ini, dialog sudah menjadi point tuntutan rakyat. Jalan ini malah berpotensi menjawab berbagai soal dan jauh lebih elegan.

Marinus Yaung, pengamat Hukum Internasional mengatakan “Analisa saya Otsus Plus itu lebih kepada munculnya sejumlah regulasi dari pemerintah pusat yang lebih bersifat sektoral khususnya dalam peningkatan percepatan pembangunan ekonomi masyarakat lokal Papua, bukan dalam draf UU baru pengganti UU No 21 Tahun 2001,”.

“Saya nilai pemberiaan Otsus Plus tidak akan menjawab persoalan di tanah Papua, orang Papua hanya minta digelar dialog sebagai satu-satunya solusi damai. (seperti dilansir di media online lokal Papua)

Pandangan dan tuntutan rakyat papua sampai sat ini adalah otsus gagal dan sudah dikembalikan ke pemerintah RI di Jakarta, melalui aksi damai di jayapura (2004). Masyarakat Papua saat ini tidak meminta kepada MPR untuk memperjuangkan UP4B, Otsus Plus, melainkan rakyat Papua meminta kepada MRP untuk dialog.

Dengan demikian urgensinya saat ini di Papua adalah dialog, bukan Otsus Plus. Persoalan mendesak yang diselesaikan oleh pemerintah pusat dengan rakyat papua di Papua adalah dialog. Untuk menghakiri persolan yang semakin hari semakin meningkat, sampai pada kris kemanusiaan solusinya adalah dialog yang diperjuangkan oleh Jaringan Damai Papua (JDP).

Upaya pemerintah pusat dan pemerintah daerah Provinsi Papua merekontruksi kembali atas UU Otsus Tahun 2001, menuai protes dari rakyat Papua. Kontradiksi kontradiksi atas kebijakan pemerintah pusat terhadap “Otsus Plus”.

Rakyat Papua minta Refrendum, Pemerintah Pusat memberikan Otsus. Rakyat Papua Menolak militer di Papua, Pemerintah mengirim Militer baik organik maupun non organik. Rakyat papua minta dialog, pemerintah pusat menyerahkan UP4B dan Otsus Plus. rakyat papua menolak Presiden Datang Ke Papua, SBY bersikeras untuk pada bulan Agustus 2013 datang ke Papua.

Kontradiksi-kontradiksi atas harapan rakyat Papua dan kebijakan Pemrintah Pusat, yang menyebabkan ekskalasi kekerasan di Papua semakin hari semakin meningkat. Karena rakyat Papua tidak menerima atas kebijakan pemerintah pusat yang berbau tendensi Politis, Ekonomis (kepentingan Kapitalisme-Imperaslis penguasa dibawa kendali Amerika), proyek militerisme di Papua, program tersebut akan gagal. Dana pemerintah RI untuk mengerjakan proyek tersebut hilang di tengah jalan, sehinggayang ujung-ujungya adalah pemusnaan orang asli Papua di tanah Papua.

Mengakhiri ulasan singkat ini, sekali lagi pandangan saya bahwa Otsus Plus bukan urgensi saat ini bagi rakyat Papua, melainkan dialog menjadi agenda mendesak yang diselesaikan oleh Pemrintah Indonesia dengan Rakyat Papua. Karena rakyat Papua mengusulkan dialog, bukan Otsus Plus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun