Boediono atau yang akrab kita sapa Pak Boed merupakan seorang dosen ekonomi di Universitas Gajah Mada Yogjakarta. Beliau banyak menulis buku-buku text ilmu ekonomi Sinopsis Makroekonomi, Sinopsis Mikroekonomi, Sinopsis Ekonomi Moneter, dan Sinopsis Ekonomi Internasional.
Faisal Basri ekonom Universitas Indonesia pernah bercerita melalui sebuah tulisan, bahwa Pak Boed sebenarnya berniat kembali ke kampus dan tidak lagi menduduki jabatan di Pemerintahan selepas masa tugasnya sebagai Menteri Keuangan di era Pemerintahan Presiden Megawati.
Seperti kita ketahui bersama saat era Presiden Gus Dur Pak Boed dan Pak Djatun (Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko Perekonomian) merupakan pasangan ideal yang bekerja keras dalam memulihkan stabilitas ekonomi yang saat itu baru lepas dari krisis ekonomi 1998.
Selepas dari itu kinerja “duet maut” Pak Boed dan Pak Djatun pun terbilang memuaskan. Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan terus menerus. Bahkan berkat kerja keras kedua ekonom senior ini dalam mengawal perekonomian. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan keempat 2004 mencapai 6,65 persen, tertinggi sejak krisis hingga sekarang.
Di era pemerintahan selanjutnya yakni SBY-JK. Boediono tidak lagi berada dalam struktur pemerintahan. Dari situ menunjukan pula perekonomian Indonesia yang kurang memuaskan dan mengalami kemunduran. Kabinet SBY-JK pun akhirnya di reshufle dan Boediono kembali masuk dalam jajaran kabinet sebagai Menko Perekonomian. Meskipun berkali-kali harus dibujuk untuk masuk ke dalam pemerintahan.
Pak Boed merupakan orang yang jarang menampilkan diri alias low profil. Banyak bekerja daripada berbicara. Hidupnya sederhana jauh dari kesan glamor selayaknya pejabat negara.
Pak Boed sering dikaitkan sebagai antek neolib. Namun nyatanya Pak Boed sama sekali bukanlah orang yang dimaksud. Pak Boed merupakan sosok sederhana dan apa adanya.
Menurut Faisal Basri, Saat menjadi Menko Perekonomian, Pak Boed pula lah yang memulai tradisi tak memberikan “amplop” kalau berurusan dengan DPR. Hal ini ia dengar sendiri ketika Pak Boed menginstruksikannya langsung kepada Anggito Abimanyu.
Tak lama menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Pak Boed melakukan bersih-bersih dalam lembaga tersebut. Beliau dengan tegas menolak fasilitas mobil dinas serta mencoret daftar fasilitas yang memang selama ini terkesan serba “wah”.
Dalam bidang ekonomi Pak Boed bukanlah anak kemarin sore. Pengalamannya menduduki sejumlah jabatan, serta keilmuan yang ia miliki sangat menunjang tugas beliau saat menjadi Gubernur BI.
Ketika Krisis Keuangan 2008 yang berpusat di Amerika Serikat dan menjalar ke seluruh dunia. Boediono terus mengawasi perkembangan tersebut.