Disudut kampung kecil di Kabupaten Pandeglang, Banten hiduplah seorang pria paruh baya yang akrab di sapa Mang Ipin. Nama aslinya adalah Arifin yang saat ini sudah berusia 55 tahun. Di usia senjanya, beliau harus tetap memutar otak untuk dapat memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Pria paruh baya kelahiran 1960 silam ini memiliki nama lengkap Arifin. Demi mencukupi kebutuhan sehari-hari, beliau memilih untuk berjualan martabak telur mini dari sekolah satu ke sekolah lain. Biasanya beliau berjualan mulai dari jam 08.00 WIB sampai dagangannya habis. Beliau mengatakan jika dagangannya tidak habis biasanya akan dibuang atau dikonsumsi sendiri.
"Ya kalau dagangan saya ngga abis biasanya saya buang soalnya kan kalo dipake buat besok bakal basi, atau kalo dirumah ngga ada bahan masakan saya suka makan dagangan sendiri aja gitu," ujarnya. Â Air mata mengiringi ucapannya yang mengalir dari kulit pipinya yang kini mulai mengendur.
Arifin tinggal tanpa adanya istri, anak maupun sanak saudara. Menurut Arifin, keluarga besarnya sudah memiliki kesibukan masing-masing sehingga beliau tidak berani untuk sekedar menanyakan kabar.Â
Rumah yang kini beliau tinggali merupakan hasil jerih payah sendiri, mulai dari membeli bahan bangunan hingga proses pembuatan rumah. Walau terlihat sederhana, beliau merasa bersyukur masih diberikan kenikmatan oleh Allah SWT.
Pulang malam dengan kondisi perut keroncongan sudah menjadi makanan sehari-harinya. Seperti yang kita tahu, berjualan makanan yang dapat ditiru orang lain menjadi tantangan tersendiri, bisa saja dagangan kompetitornya dijual dengan harga yang murah walaupun dengan kualitas yang kurang baik.
Menurut Arifin (55), target sasaran dari dagangan beliau adalah anak-anak sekolah dasar. Namun, tak jarang juga banyak masyarakat yang bukan menjadi target pasar membeli dagangannya. Setiap hari, beliau hanya mendapatkan untung kurang lebih Rp. 200.000, untung yang di dapat pun biasanya tidak mencukupi pembelian bahan-bahan untuk di kemudian hari. Tak jarang juga beliau memilih mengambil uang tabungannya demi bisa berjualan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Awalnya Arifin tidak berjualan martabak telur, sebenarnya dahulu beliau berjualan pecel sayur, ketoprak dan lain-lain. Namun sayang, ada salah seorang kompetitor yang meniru dagangannya dengan resep yang sama dan menjual dengan harga murah sehingga membuat dagangan Arifin sepi pembeli. Hal inilah menjadi alasan Arifin beralih profesi menjadi penjual martabak telur keliling.
Berkat kegigihannya, martabak telur ini menjadi camilan favorit bagi anak-anak. Terkadang banyak konsumennya mendatangi rumah beliau hanya karena tidak ingin kehabisan martabak ini.
Takdir berkata lain...
Saat ini, beliau memutuskan untuk tidak lagi berjualan martabak telur. Hal ini diakibatkan karena sakit yang dideritanya. Selama 3 tahun terakhir, beliau menderita asma akut sehingga menghalangi beliau untuk bekerja. Untuk makan sehari-hari saja beliau memanfaatkan kebaikan para tetangganya.Â