Beranjak ke SMP, SMA, sampai saat jadi mahasiswa, menulis tetap menjadi kegiatan favoritku. Bahkan sampai saat ini aku terus belajar untuk menulis. Ya meski masih belum konsisten menghasilkan dari sebuah tulisan, tapi aku tidak pernah tahu tulisan mana yang akan membuat tulisanku dikenal banyak orang. Maka menulislah lagi, dan lagi. Tanpa henti. Tanpa jeda.
Aku pernah menulis naskah teater, ikut lomba menulis esai/cerpen/puisi, dan yang paling berkesan adalah menjadi jurnalis. Mungkin itu adalah pengalaman terindah dan termahal yang aku lewati selama menjadi jurnalis. Tidak hanya menyalurkan hobiku dalam menulis, menjadi jurnalis memberikan manfaat bagi masyarakat umum. Meski segelintir orang ada saja yang tidak suka atas tulisanku yang mungkin memberikan efek buruk untuknya. Ya begitulah hidup, kita memang tidak bisa membuat semua orang menyukai apa yang kita lakukan. Semuanya di luar kapasitas kita. Yang terpenting adalah untuk terus melakukan hal-hal yang disukai selagi itu adalah hal yang positif.
Sebenarnya sudah ada beberapa judul novel yang pernah aku ramu. Tapi memang masalahnya adalah diri sendiri yang tidak menuntaskan sampai akhir. Masih setengah-setengah dalam berkarya. Tak jarang pula karena filenya terhapus. Disebabkan virus ataupun karena laptop yang tiba-tiba mati total.
Tahun lalu, aku sempat kerja di perusahaan asing sebagai proofreader. Bekerja di rumah saja dengan kegiatan menulis selalu menjadi cita-citaku dari dulu. Aku menyenangi pekerjaanku saat itu. Tapi yang namanya pekerjaan lepas ada kalanya hanya bisa menunggu tanpa kepastian.
Kegiatan sebagai proofreader saat itu adalah mengoreksi novel yang sudah diedit oleh editor. Mungkin sudah ada 100-150 judul novel yang aku baca saat itu. Beruntungnya selain bekerja, aku juga bisa ikut baca novel gratisan haha. Ya sesekali jadi dapat inspirasi juga.
Berawal dari sanalah timbul pertanyaan di dalam hati, "Sampai kapan hanya mengedit karya orang lain? Kapan berani menerbitkan novel sendiri?"
Pertanyaan itu yang membuat aku terus menerus menulis selama 3 bulan dengan alur cerita yang sangat sederhana. Rasanya seperti memberi tantangan untuk diri sendiri agar bisa bertanggung jawab dalam menyelesaikan apa yang sudah di mulai.
Ternyata itu berhasil. Kurang dari 3 bulan, Novel berjudul Bintang untuk Qeela rampung aku tulis. Meski setelah itu aku bingung harus menyimpannya di mana. Apa harus berakhir di platform menulis? Atau dikirimkan ke penerbit? Â Atau lagi-lagi hanya menjadi pajangan di laptop?
Menulis di platform menulis sudah pernah aku coba. Tapi rasanya kurang efektif saat aku mencoba aktif di awal Covid. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkan naskah itu ke penerbit. Dan penantian selama 3 bulan harus aku lewati untuk mendapat balasan dari penerbit tersebut.
Aku sangat berharap, novelku dapat terbit di tahun itu (2022). Tapi ternyata memang belum saatnya. Akhir tahun 2022, penerbit memberi balasan bahwa naskahku ditolak. Sedih? Sudah pasti. Siapa yang tidak sedih akan sebuah penolakan?
Tanpa sengaja di awal tahun 2023, ada satu penerbit dalam akun instagramnya memberi kabar bahwa sedang mencari naskah yang akan diterbitkan tahun ini. Aku membaca kriteria dan prosedurnya. Dan semuanya cocok dengan naskah yang aku punya. Beruntungnya hari itu adalah hari terakhir pengiriman naskah agar bisa ikut seleksi. Tanpa pikir panjang, saat itu juga aku mengirimkan naskah Bintang untuk Qeela sekitar jam 9 malam.