Pada sekira awal Bulan Maret 2023 lalu, Mbak Widz Stoops berbagi cerita tentang terbitnya buku perdana beliau di sebuah grup perpesanan yang saya ikuti.
Saat beliau sampaikan berita gembira atas terbitnya karya solo dengan cover unik khas tampilan Perempuan Jawa, saya langsung berminat memilikinya. Saya teringat dengan nenek saya (Ibu dari Bapak) yang sering mengenakan baju kebaya harian seperti foto dalam cover buku. Segera saya hubungi beliau melalui percakapan pribadi untuk memesan karyanya.
Alhamdulillaah sekitar awal April 2023, buku Warisan dalam Kamar Pendaringan karya Mbak Widz tersebut mendarat dengan mulus di tangan saya yang berada di Kota Tepian Mahakam.
Saya menahan rasa penasaran atas isi buku yang masih bersampul plastik hingga dua bulan. Sehubungan saya fokus persiapan Ramadhan dan menjalani puasa wajib dengan kegiatan target bulan suci hingga merayakan lebaran.Â
Pada awal Bulan Mei-lah saya mulai membuka sampul dan menyesap narasi demi narasi gubahan Mbak Widz tentang resep warisan milik keluarga secara turun-temurun.
***
Ketika membaca kata pengantar dari penulisnya, saya merasakan sentuhan hati terdalam Mbak Widz tentang resep Emek -- demikian panggilan kesayangan beliau kepada ibunda. Resep tersebut bukan ciptaan Emek, melainkan warisan dari nenek, buyut, dan moyang ke atas dari jalur Emek.
Resep-resep keluarga yang disajikan dalam buku ini memang hanya beberapa saja. Saya yakin bahwa masih banyak segudang resep lainnya yang amat dirindukan anak-anak Emek untuk bisa dinikmati kembali.
Namun karena usia yang sudah sepuh, Mbak Widz merekamnya dalam bentuk catatan berdasarkan kemampuan Emek mengingat dan sebisa Mbak Widz pula merangkum resep olahan yang disantapnya dari hasil masakan Emek.
Buku ini menjadi istimewa, karena bukan sembarang tulisan resep biasa yang biasa kita baca. Ada makna filosofi dan kenangan yang berkelindan dalam setiap masakan Emek.
Nostalgia tentang aktivitas dapur, kebiasaan Emek mengatur segala rupa jantung utama kehidupan rumah tangga dari kamar pendaringan, keakraban antaranggota keluarga, terutama manis dan serunya bersama kakak-adik, tersaji sangat apik dan runut. Saya sebagainpembaca turut pula diajak menyusuri kenangan setiap ruang bangunan rumah yang bertahun-tahun bersamai tumbuh kembang kehidupan Mbak Widz, yang notabene merupakan rumah peninggalan Eyang Buyut beliau di masa kolonial Belanda.