Semasa saya berusia balita hingga jelang remaja, saat eyang putri (ibu dari ayah) masih hidup, kami sekeluarga berkunjung ke rumah beliau setiap usai lebaran. Menempuh perjalanan hampir 4 jam mengendarai mobil, menikmati perjalanan melawan arus mudik, kami tidak mengalami kemacetan yang berarti di kala itu.
Hampir seluruh keluarga besar dari jalur ayah berkumpul. Istilah ngumpulke balung kepisah, benar-benar terjadi di setiap momen hari raya.
Betapa tidak? Om dan Tante, Pakde dan Bude yang ada di luar kota, bahkan jika yang berada di luar negeri bisa turut hadir, semua berkumpul di rumah eyang putri yang besar dan luas, lengkap dengan para sepupu saya dan cucu-cucu eyang.
Saya belum mengenal istilah open house kala itu. Namun saya sudah menduga bahwa acara sungkeman bakal digelar.
Menurut Wikipedia, arti dari kata sungkem adalah tanda bakti dan hormat yang dilakukan oleh kedua pengantin ke hadapan orang tua serta keluarga yang lebih tua (pinisepuh) dari kedua belah pihak, menunjukkan tanda bakti dan rasa terima kasih atas bimbingan dari lahir sampai ke perkawinan. Selain itu kedua pengantin mohon doa restu dalam membangun kehidupan rumah tangga yang baru, agar selalu mendapatkan berkat dan rahmat Tuhan.
Namun sungkem juga dapat dilakukan saat hari raya Idulfitri, tepatnya setelah salat Idulfitri, prosesi sungkeman bertujuan untuk saling memaafkan antara ayah dan ibu kepada anaknya, yang mana di dalamnya tersirat harapan dan doa agar ke depan menjadi lebih baik dengan saling memaafkan satu sama lain baik untuk kesalahan yang sengaja ataupun tidak.
Kami berbaris menunggu giliran sungkeman dengan eyang putri dan putra-putri beliau. Juga bersalaman dan berpelukan kepada seluruh anggota keluarga besar. Kehangatan, kesyahduan, keakraban, saling memaafkan, lebur dalam tangis bahagia. Selain temu kangen keluarga, momen lebaran sarat dengan ketulusan meleburkan segala khilaf dan salah yang terjadi.
Acara pun berlanjut dengan berfoto bersama kemudian berlanjut makan besar. Bagi saya yang masih kanak-kanak, mendapatkan hadiah lebaran dari kerabat ayah, sungguh menyenangkan.
Baca:Â 100 Keping Koin MangPe, Salam Tempel dalam Balutan Dompet Plastik Toko Emas
Tradisi sungkeman di keluarga saya berlangsung saat keluarga kami masih lengkap dengan adanya eyang putri, ayah dan ibu. Semenjak mereka tiada, saya dan masing-masing kakak tidak lagi melakukannya, karena telah berkeluarga dan tinggal berjauhan. Kami belum tentu berkumpul bersama atau mudik di kala lebaran.
Acara sungkeman tak lagi digelar, tetapi halal bi halal keluarga besar bersama keluarga inti masing-masing pun tetap terlaksana.