Teringat masa Sekolah Menengah Atas (SMA) saat jelang ujian kelulusan, yang mana saya dan teman-teman bersiap pula untuk memutuskan apakah melanjutkan kuliah atau bekerja.
Terdengar kabar bahwa sebelum ujian masuk perguruan tinggi nasional digelar, sekolah kami memdapatkan undangan untuk mengajukan siswa yang berprestasi guna masuk kuliah melalui jalur raport. Waktu pengisian formulir cukup lama, seingat saya sekitar dua pekan.Â
Jauh-jauh hari, saat penerimaan raport semester satu kelas tiga, saya sering bertanya kepada kakak dan juga para sepupu tentang kuliah dan dunia kampus. Tentulah berbeda cara pembelajaran masa sekolah dan kuliah. Begitu juga dengan mata kuliah dan jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) yang ditawarkan.
Pun berbeda pula antara perguruan tinggi negeri dan swasta. Di masa era 90-an, kuliah di perguruan tinggi negeri, cukup membayar SPP per semester saja. Sedangkan di perguruan tinggi swasta, biayanya lebih mahal karena tergantung junlah SKS yang akan diambil saat semester kuliah berlangsung. Biasanya ada ketentuan nominal rupiah untuk per SKS-nya.
Hal itu menjadi pertimbangan orangtua dan keluarga dalam memberikan masukan kepada saya, agar apabila kelak benar-benar melanjutkan studi ke perguruan tinggi, berharap agar segala urisan biaya kuliah bisa berjalan lancar sesuai rencana.
***
Saya tidak melakukan psikotest dalam mengetahui minat dan bakat untuk meneruskan studi sebagai bekal menentukan pilihan jurusan, karena pada saat itu sekolah tidak menyelenggarakannya.
Saat itu saya bermodal keyakinan dan kemantapan dengan apa yang saya sukai dan gemari saat melakukan aktivitas belajar selama mengenyam pendidikan dasar dan menengah.
Hal pertama yang saya lakukan adalah berkonsultasi dengan Guru Bimbingan dan Konseling (BK). Saya lakukan mandiri, dalam artian saya banyak bertanya kepada beliau tentang apa dan bagaimana yang harus saya lakukan untuk menentukan pilihan.