Siapa sih yang gak pernah bertengkar dengan saudara sendiri? Hampir dipastikan pernah bagi yang punya kakak atau adik. Bahkan yang anak tunggal sekalipun, bisa jadi punya pengalaman kisruh dengan sepupunya. Begitu pun dengan saya.
Sebagai anak bungsu di keluarga, saya jadi pusat perhatian. Soal kasih sayang, saat ayah dan ibu masih ada, mereka berdua memberikannya sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan, demikian saya menyimpulkan sendiri. Karena tiap anak berbeda perlakuan dalam hal kemandirian dan kematangan dalam menjalani proses kehidupan. Menurut kacamata saya, ayah dan ibu tidak membeda-bedakan perhatian, sesuai porsi saja lah.
Kisah seru bertengkar dengan saudara sekandung, saya mengalaminya. Kakak yang urutannya persis di atas saya, namanya Ida, usia kami bertaut tujuh tahun. Ia merasa -harusnya- sebagai anak bungsu dan menjadi pusat perhatian, harus merelakan hal itu berpindah ke saya. Lha, kan bukan salah bunda mengandung, hehehe.
Jadi, karena soal iri tentang perhatian, masa kecil saya hampir sering bertengkar dengan kakak yang satu ini. Entah ledekan, rebutan mainan, usil dan iseng. Rasa iri muncul di hati kami berdua.Â
Bahkan pernah kakak bilang (maksud hati bercanda), bahwa saya ini anak pungut yang ditemukan di bawah jembatan. Wah, saya nangis sejadi-jadinya, sampai ayah saya datang melerai kami berdua. Akibat ulah kakak, beliau dapat pukulan dari ayah.Â
Saat sudah tenang, saya memeluk kakak, meminta maaf. Saya tetep mau jadi adiknya jika benar saya anak nemu. Namun beliau juga minta maaf, merasa bersalah melontarkan candaan yang gak lucu akibat rasa kesal. Kami berdua menangis berpelukan.
Mbak Ida sering menjuarai lomba. Entah menari, membuat ketrampilan dan kerajinan tangan, menyanyi dan kegiatan kesenian lainnya. Jika mendapat hadiah, saya yang sering merebut dan menjadikan hak milik.Â
Tentu saja kakak saya sebal dan mengadu ke orangtua kami. Tambah sebel kalau ayah bilang: gak apa-apa, buat adikmu saja, nanti kalau juara lagi kan dapat hadiah juga.
Siapa yang gak tambah kesal dengan ulah saya? Jadilah kakak makin gregetan kepada si Bungsu.
Eh, giliran saya yang menang jadi juara dan dapat hadiah, saya tidak berbagi ke Mbak Ida. Pertengkaran kecil terjadi. Lagi-lagi, kami berbaikan setelah dilerai dan dinasehati oleh orangtua.
Duhai, itu kenangan banget buat kami berdua kalau lagi ngumpul keluarga