Semangat pagi, para pembaca setia.Â
Apa kabar hari ini? Semoga senantiasa sehat dan berseri. Ingat selalu untuk bahagia.
Bagaimana, sudah sarapan, kah?
Saya penggemar makanan yang berkuah seperti soto, bakso, rawon, sop ayam, juga bubur ayam dengan sedikit kuah. Sebaliknya, suami saya penggemar makanan yang 'garing' (baca: tanpa kuah), seperti pecel, gado-gado, urap, nasi uduk atau nasi kuning.
Ngobrol soal menu sarapan, pagi ini saya menemani suami menikmati menu kesukaannya, Pecel. Foto di atas adalah penampakannya sebelum disantap. Kamis kemarin saya sudah bergairah dengan semangkuk Soto Banjar, jadi tak masalah kali ini ber-pecel-ria.Â
Kota Tepian Mahakam --julukan Samarinda -- memang memiliki berbagai kuliner dari suku Bugis, Jawa, Banjar dan Kutai. Sepanjang jalan Suryanata, tempat tinggal saya, banyak warung yang menyediakan menu sarapan pagi dengan khas daerah masing-masing. Jadi, saat tidak sempat masak, tinggal beli saja dekat rumah.
Soal harga, sebungkus pecel yang kami santap, dibandrol limabelas ribu rupiah per porsi. Anak saya yang belum suka sayur, dengan isian bakmi goreng dan sepotong ayam goreng tepung, dibandrol sepuluh ribu rupiah.
Berbeda penampakan isi dan harga yang ditawarkan, ketika saya menikmati nasi pecel atau nasi kuning berbungkus daun jati di Desa Bajo -- tempat asal suami, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Nasi Pecelnya dilengkapi peyek dan tempe kemul atau tempe mendoan, di bandrol dengan harga tigaribu rupiah! Begitu juga dengan nasi kuningnya. Berlaukkan kerik tempe pedas, bihun kecap atau bakmi goreng, suwiran telur dadar, krupuk dan satu tempe mendoan, harga benar-benar murah meriah bagi kami, tigaribu rupiah!