Hari Senin lalu, Mba Hennie menyapa saya melalui Whatsapp dan mengajak saya bergabung guna mengikuti Kelas Menulis Komunitas Penulis Berbalas (KPB) dan Khrisna Pabichara. Tentu saja saya tak menolaknya dan bahkan antusias memgikuti kelasnya. Tak ada kata terlambat dalam belajar, meski telat masuk kelas, dan langsung mengikuti tugas pertama: memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan dan harapan mengikuti KPB serta metode pembelajaran seperti apa yang diinginkan.
"Tujuan mengikuti KPB, saya ingin mengasah kemampuan dan ketrampilan menulis dengan baik, penuh tanggung jawab atas isi yang dituliskan, dan memberikan pengaruh kebaikan. Saya masih miskin ilmu dalam kepenulisan. Harapannya agar apa yang saya tulis bisa bermanfaat bagi pembaca."
Demikian saya sampaikan di kelas penulisan tersebut.
Memasuki pembelajaran materi kedua tentang Stilistika Sederhana dalam Menyigi Karya Pengarang, saya makin membelalakkan mata sebagai tanda 'wow'!Â
Ya, saya memang belum ada apa-apanya sebagai penulis pemula. Â Masih faqir ilmu di dunia kepenulisan.
Betapa tidak? Untuk mengukur diri sendiri, apakah saya seorang pengarang atau penulis, Daeng Khrisna - demikian beliau biasa disapa - memaparkan perbedaan keduanya agar kami para peserta bisa menilai diri dari karya yang dihasilkan.
Pengarang menghasilkan fiksi, penulis menghasilkan nonfiksi.
Dilanjut bagaimana cara kita bertutur dari karya tersebut. Sudahkah mengenal gaya bahasa sendiri ketika menyuguhkan puisi atau cerpen? Sebuah pertanyaan sederhana tapi tak mudah untuk menuangkan kejujuran dalam diskusi di grup. Bukan karena tak mau blak-blakan mengutarakan tentang diri kita dalam bermajas, tetapi tak semua peserta punya kelihaian dalam menuliskan dua karya sastra tersebut. Beruntunglah saya mendapatkan semangat dari Daeng Khrisna dan teman-teman saat menjawab pertanyaan tersebut sebisa dan semampu kami.
Catatan berikut yang saya dapatkan dari mengikuti kelas bersama komunitas ini hingga pertemuan ketiga tadi sore adalah:
1. Kosakata baru.
Seru bagi saya menyimak kata demi kata dari Daeng Khrisna ketika menyampaikan materinya. Kosakata baru mampir di kepala saya, penasaran langsung buka KBBI untuk mengetahui arti berikut diksinya. Mulai dari stilistika, menyigi, menaja, agih, kursif dan kata-kata unik lainnya jarang digunakan oleh umumnya para penulis.
2. Pemaparan yang runut
Disajikan dengan apik, bahasa yang mudah dicerna meski saya tetap penasaran saat menyimak, mengajak berdiskusi dan melatih kami menerapkan dalam latihan kecil melalui penugasan. Bagi saya, ini metode belajar menulis yang efektif. Sehingga apa yang beliau jelaskan saat itu, langsung dieksekusi meski dalam tahap latihan. Contohnya ketika menulis puisi dengan 3 kata yang disuguhkan. Peserta berlomba mengguratkannya dalam sebaik-baik bait. Suasana kelas pembelajaran sangat interaktif. Makin seru kala kelas sedang tutup. Hahaha.
3. Pembahasan karya sesama penulis.
Disini kami berkesempatan membaca naskah yang diajukan oleh peserta, kemudian dibahas bersama Daeng Khrisna, khususnya tentang tokoh dan penokohan dalam sebuah cerita. Pembahasan ini pun dilakukan dengan diskusi untuk mengetahui persepsi dan pendapat dari masing-masing peserta. Dari diskusi tersebut, beliau menyampaikan trik dalam menciptakan tokoh, dengan menggunakan Lembar Karakter. Lagi-lagi, kami diminta menyuguhkan siapa tokoh yang disuguhkan jika membuat cerpen, dengan penokohan seperti apa dirinya.
Lagi, lagi dan lagi, seluruh peserta dengan riang hati memposting tokohnya masing-masing dengan segala nama, usia, latar belakang keluarga, pendidikan, pekerjaan, latar emosi, tampilan fisik dan kebiasaannya. Seru deh!