Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Ujian Nasional biasa disingkat UN atau UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah. Secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.
“Kami menuruti keputusan pemerintah, ya diikuti saja Ujian Nasional. Meskipun sebenarnya 3 hari UN itu tidak sebanding dengan masa belajar 6 tahun di sekolah. Tapi sekarang kelulusan siswa SD berdasarkan keputusan tingkat satuan pendidikan masing-masing. Ya bagus lah. Tapi kalau hasil UN untuk membandingkan kompetensi siswa di daerah terpencil dengan daerah yang sudah maju, saya tidak setuju. Karena kondisinya berbeda, baik dari segi ekonomi, keluarga, sarana, dan prasarana.” Jelas kepala SD Negeri 29 Manggelewa saat ditanya tentang Ujian Nasional SD yang akan dilaksanakan pada 7-9 mei 2012.
Ketika Ujian Nasional dijadikan sebagai salah satu sarana untuk mengetahui perkembangan pendidikan dan bukan sebagai penentu kelulusan siswa, maka Ujian Nasional bukan merupakan sesuatu yang menjadi momok bagi siswa. “Dapet nilai 6,00 itu susah bu guru.” Kata Mely siswa kelas 6 SD Negeri 29 Manggelewa saat ditanya di sekolahnya 2 hari menjelang UN berlangsung. Meskipun kelulusan nantinya ditentukan oleh tingkat satuan pendidikan masing-masing, akan tetapi pelaksanaan UN yang menurut siswa menjadi titik tolak kelulusan tetap membuat mereka tegang dan takut tidak bisa lulus.
Program pemerintah untuk membenahi mutu pendidikan melalui proses pemantauan evaluasi secara berkesinambungan dengan pelaksanaan UN merupakan program yang tepat. Hanya saja pengahapusan kebijakan mengenai penyebutan angka standar kelulusan dirasa perlu untuk menghilangkan kekhawatiran siswa akan hasil yang diperoleh. Hal ini yang menyebabkan banyak siswa dan banyak orang lain yang berpendapat ‘yang penting nilai UN besar’ dan nilai proses menjadi bergeser. Padahal pada hakikatnya proses lah yang menjadikan siswa belajar.
Untuk mendorong peningkatan mutu pendidikan tidak harus dengan peningkatan standar, apalagi standar tersebut disebutkan sehingga semua orang tahu si ‘A’ dengan nilai ‘sekian’ dinyatakan lulus dan si ‘B’ dengan nilai ‘sekian’ dinyatakan tidak lulus. Bukankah tujuan awal diadakannya Ujian Nasional untuk mengetahui mutu pendidikan di Indonesia dan daerah mana yang masih membutuhkan treatment khusus untuk memperoleh peningkatan mutu pendidikannya. Bukan sebagai proses pen-judgement siswa ‘pandai’ karena lulus UN dan siswa ‘tidak pandai’ karena tidak lulus UN. Pen-judgement-an ini secara otomatis akan terjadi di masyarakat.Inilah salah satu dampak negatif yang akan diperoleh siswa sebagai pelaksana Ujian Nasional.
Ketika Ujian Nasional menjadi sebuah sarana pen-judgement-an siswa, apakah masih layak Ujian nasional diadakan? Ujian Nasional Oooh Ujian Nasional apa sebenarnya tujuan hadirmu?
Oleh: Siska Dewi, S.Pd
(Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H