Mohon tunggu...
SISKA AMBAR
SISKA AMBAR Mohon Tunggu... Penulis - Jangan menyerah karena lelah dan patah

Aksara adalah teman saat lisan tak mampu menyuarakan rasa yang bergelora. Akun Instagram @siskaambar3

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kubiarkan Hatiku Berkelana

2 Maret 2021   20:28 Diperbarui: 2 Maret 2021   21:03 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halimun tak pernah ragu untuk menyelimuti alam ketika mentari belum muncul bersama sinarnya. Membentuk ruangan dengan butiran-butiran air yang menerpa wajah kala angin bertiup. Membasuh dan meninggalkan setetes embun bening di pucuk dedaunan. Tapi jika sangat surya mulai menampakan cahayanya di ufuk timur, tanpa diminta kabut itu akan menghilang dengan sendirinya. Membiarkan tiap objek yang tadi terlihat seperti bayangan gelap di tengah warna putih berubah menunjukkan keindahan sejati yang dimilikinya. Esok dia akan kembali lagi.

Bagiku begitu pula dengan kisahku. Sampai detik ini masih sama. Aku mencintainya tanpa diminta. Di sini aku menunggu tanpa ada titah kudapat. Ternyata semuanya kulakukan tanpa disangka. Di depannya aku menahan gejolak yang menggebu. Mengalihkan pandangan karena takut terpana. Tapi itu hanya ilusi. Nyatanya dirinya kini hanya berwujud bayangan di depanku.

Jarak telah lama memisahkan raga kami. Mungkin juga menjauhkan jiwanya dariku dan hanya menganggap sebatas cerita dengan akhir perjumpaan yang tak perlu dikenang. Tapi tidak denganku. Sebagian pikirku tertuju padanya. Bahkan dalam waktu yang tak kutahu sampai kapan ujungnya. Semuanya berlalu begitu saja. Terjadi tanpa bisa kukendalikan. Sebentar tersadar lalu sebentar terjebak dalam pusaran perasaanku sendiri.

Berliku dan terjal. Tapi ada akhir dari perjalanan ini. Entah harus puas karena meraih apa yang didambakan atau harus cukup puas karena tak ada jawaban ditemukan. Kisahku belum berakhir. Tanpa dialog. Terkadang aku hanya bisa berbicara pada diri sendiri. Mencoba mengira lakon selanjutnya. Aku masih berjalan untuk meyakinkan hati. Belum bisa berpaling pada yang lain. 

Cinta memang tak cukup untuk dilukiskan dengan kata-kata. Terkadang ada banyak bahasa yang tak mampu diterjemahkan dan hanya dapat dipahami dengan merasa. Bukan sebatas yang terlihat mata, melainkan menelisik jauh ke dalam relung hati. Aku masih bertahan pada keyakinanku.

Bertahun-tahun sudah aku mengenalnya. Bersua dan bercengkerama berbagi impian. Meski bibirku sering mengucapkan bahwa dia sahabatku dan otak berusaha menganggapnya demikian, tapi tidak dengan hatiku. Ia menolak. Karenanya nama itu telah terukir tanpa bisa kuhentikan. Tetap dalam kesunyian kujaga semuanya.

Aku belum siap menerima kenyataan pahit. Tamengku belum kokoh. Aku justru takut terbunuh oleh perasaanku sendiri. Kusiapkan diri agar suatu hari nanti aku bisa berbesar hati menerima apa pun takdirku. Setidaknya raga ini pernah berjuang sebisa yang dilakukan. Bila memang harus kecewa, aku akan menjadikan pengembaraan ini menjadi satu kenangan terindah dalam hidupku.

Kutuliskan namanya di atas daun yang telah dipenuhi butiran embun. Sebentar lagi akan sirna tanpa bekas apa pun. Akan terhapus dengan sendirinya seolah tak pernah tertoreh apa pun di atasnya. Jika suatu hari nanti kutahu dia sudah bahagia tidak denganku, maka barulah mulai saat itu akan kuhapus perasaanku padanya. Biar kusaksikan dari kejauhan. Mungkin aku akan kecewa beberapa saat. Tapi bagiku hakikat mencintai adalah ikhlas. Bahagia pernah mencintainya. Meskipun semuanya perlu waktu, aku akan mengikis pahatan namanya dan aku percaya tak akan secepat embun yang hilang saat mentari menyapa.

Kubiarkan hatiku berkelana bersama waktu. Berpijak dimanapun dia ingin. Singgah pada siapa pun yang mampu menawan jiwa. Dengan sendirinya waktu pula yang akan berikan jawab. Detik akan terus berputar tak peduli meski aku meronta memintanya berhenti. Tak perlu begitu karena ia pula yang akan mengantarku pada masa yang tak pernah terbayang. Yang terlewat biarlah menjadi pelajaran untuk masa yang akan dilewati. Setidaknya jika kemarin ada luka yang membuat air mata menetes,  kelak ada tangan yang mengusapnya dan mengembalikan seluruh senyuman.

Hatiku masih mengembara dan suatu hari akan kembali. Perkara hatiku akan kembali bersama dengan hati yang kunanti atau dengan hati yang tengah menantiku, aku percaya hati tak akan keliru. Siapa pun itu dialah hati yang tepat. Karena aku meyakini, hati tak akan pernah salah mengenali bagiannya meski telah terpisah ruang dan waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun