Presiden Joko Widodo mengarahkan pemulihan ekonomi nasional dengan konsep berbagi beban secara proposional, demi menangani dampak dari pandemi Covid-19. Berbagi beban atau burden sharing adalah cara untuk memikul risiko secara gotong royong antara pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, dan pelaku usaha. Presiden mengatakan hal ini dilakukan agar pelaku usaha dan korporasi tetap mampu berjalan, sekaligus mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga sektor keuangan serta roda perekonomian tetap terjaga dengan baik.
Arahan Joko Widodo pun disambut baik oleh Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun. Ia optimis bahwa berbagi beban dapat terealisasi dengan baik, dan dapat menangani persoalan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Misbakhun meyakini Bank Indonesia (BI) akan memainkan peran signifikan dalam konsep burden sharing tersebut.
Legislator Partai Golkar itu berpendapat bahwa persoalan pandemi virus corona telah memberikan dampak yang sangat berat terhadap perekonomian nasional, dan membuat pemerintah menghadapi kontraksi pertumbuhan ekonomi negative pada kuartal II/2020. Kondisi ini menyebabkan angka defisit APBN 2020 mengalami pelebaran yang sangat signifikan. Sementara, tax ratio semakin memburuk dan mengakibatkan pelebaran defisit harus ditutup dengan utang baru dalam jumlah besar.
Misbakhun menambahkan, bahwa dengan mewujudkan konsep berbagi beban juga telah mempraktikkan semangat gotong royong yang telah mengakar untuk menghadapi keadaan perekonomian yang sulit. Tanggung jawab terhadap persoalan biaya bunga utang pun tidak hanya berada di pundak pemerintah saja.
Sementara itu, seiring berjalanannya waktu pasokan likuiditas di pasar semakin sulit, bunga Surat Berharga Negara (SBN) pun cenderung meningkat dan terus naik. Beban biaya bunga APBN pun membengkak, di sisi lain kebutuhan dasar anggaran kesehatan untuk menangani Covid-19 juga melonjak.
"Anggaran jaring pengaman sosial juga naik tajam. Belum lagi anggaran operasional kementerian dan lembaga serta dana transfer ke daerah harus tetap dijalankan," jelasnya. Misbakhun menjelaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 telah memberikan kewenangan baru kepada BI, OJK dan LPS. Misbakhun memaparkan, berdasarkan UU tersebut BI bisa membeli SBN yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana.
"Sampai saat ini bunga SBN yang diterbitkan oleh pemerintah diserap pasar maupun oleh BI pada kisaran tujuh sampai delapan persen dan punya kecenderungan meningkat. Untuk itu seharusnya dalam rangka pemenuhan anggaran terkait penanganan kesehatan, bantuan sosial dan pelayanan umum baik di pusat maupun yang ditransfer ke pemerintah daerah harus bisa diterapkan surat utang negara dengan bunga nol persen atau biasa dikenal dengan zero coupon bond dan bisa dibeli oleh Bank Indonesia secara khusus," kata Misbakhun.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu pun meyakini BI pasti bersedia mengambil peran untuk berbagi beban dengan pemerintah tersebut. Keyakinan Misbakhun itu didasari keinginan BI yang telah ikut berkontribusi menyelesaikan persoalan pembiayaan APBN yang difokuskan pada kesehatan, bantuan sosial dan pelayanan umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H