Mohon tunggu...
Raden Siska Marini
Raden Siska Marini Mohon Tunggu... Dosen - Manusia Profesional

Seorang manusia yang percaya bahwa pendidikan adalah jembatan menuju perubahan. Dengan semangat membara, ia bercita-cita untuk menjadi manusia yang bermanfaat, menginspirasi mahasiswa bukan hanya di dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengajar, Siska aktif berkontribusi dalam berbagai proyek sosial dan penelitian, menjadikan setiap langkahnya penuh makna. Dalam dunia yang terus berubah, ia berkomitmen untuk membekali generasi masa depan dengan pengetahuan dan nilai-nilai yang kuat, sehingga mereka dapat berkontribusi positif bagi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PSN PIK 2: Bencana Tersembunyi

7 November 2024   20:40 Diperbarui: 8 November 2024   15:09 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Masalah terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 sudah memasuki titik nadir, dengan berbagai kritikan yang datang dari berbagai lapisan masyarakat. Salah satu yang paling mendasar adalah jam operasional dump truck yang memicu kemacetan parah dan berpotensi menambah jumlah korban jiwa. Sudah cukup lama pemerintah, baik di level pusat maupun daerah, seolah menutup mata terhadap dampak nyata yang ditimbulkan oleh proyek ini. Meskipun berbagai upaya sudah dilakukan --- termasuk hearing antara anggota DPRD dan OPD terkait --- masalah mendasar ini tetap tidak terselesaikan dengan baik. Agenda tersebut meski sempat mengungkap adanya pihak yang terlibat dalam masalah ini, namun lebih terkesan ada "monster" yang melindungi mereka, membuat solusi sejati masih jauh dari jangkauan.

Salah satu hal yang paling mencolok dari masalah ini adalah ketidakmampuan pemerintah untuk menemukan jalan keluar yang kongkret, khususnya dalam hal penataan jam operasional dump truck yang beroperasi di kawasan tersebut. Keterbatasan infrastruktur, beban lalu lintas yang sudah sangat padat, dan pembiaran terhadap jam operasional yang tidak teratur, bukanlah hal yang bisa dibiarkan begitu saja. Pemerintah, baik daerah maupun pusat, harusnya punya keberanian untuk mengambil sikap tegas dalam menyelesaikan masalah ini. Jangan hanya duduk diam, terjebak dalam birokrasi yang lambat, dan terus berdalih dengan berbagai alasan teknis yang seharusnya bisa diselesaikan dengan perencanaan yang matang.

Yang lebih mengkhawatirkan, bukan hanya sekedar kemacetan yang menjadi masalah, tetapi nyawa manusia yang menjadi taruhannya. Korban-korban berjatuhan, dan sayangnya, kita tidak bisa hanya berbicara tentang "statistik" dan "data" yang menghitung jumlah kerugian. Krisis ini bukanlah angka-angka belaka. Ini adalah hidup dan mati. Setiap hari ada orang yang mempertaruhkan nyawanya di tengah jalan-jalan yang seharusnya lebih aman untuk dilalui. Tentu ini adalah ironi besar di tengah klaim pembangunan yang disuarakan sebagai bagian dari upaya menuju kemajuan.

Namun yang lebih mengecewakan, pemerintah pusat seolah memilih untuk "menutup mata" terhadap kenyataan ini. Bukannya menggerakkan langkah-langkah yang lebih konkrit, mereka malah sibuk dengan rutinitas administrasi yang seolah membenarkan setiap langkah proyek ini, tanpa melihat dampaknya di lapangan. Tanggung jawab mereka bukan hanya sebatas memberi izin, tetapi juga memastikan bahwa proyek ini membawa manfaat nyata tanpa mengorbankan keselamatan dan kenyamanan rakyat.

Tentu saja, masalah ini bukan sekadar soal kebijakan administrasi. PSN PIK 2 seharusnya menjadi program yang melibatkan kajian lebih komprehensif, bukan hanya sekedar kepedulian yang bersifat euforia sesaat. Mengambil langkah besar dalam pembangunan seharusnya melibatkan analisis yang mendalam, yang mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat, keselamatan publik, dan kesinambungan lingkungan. Tanpa kajian yang matang, proyek besar seperti ini justru menjadi senjata makan tuan bagi rakyat. Pemerintah pusat yang berwenang atas PSN ini tidak bisa hanya berhenti pada kata "izin", tetapi harus memastikan rencana pembangunan tersebut benar-benar mengutamakan keamanan dan kesejahteraan rakyat.

Namun, apakah ini cukup? Apakah hanya kajian dan rekomendasi yang dapat mengatasi krisis ini? Ataukah sudah saatnya kita mempertimbangkan mobilisasi massa untuk aksi ke pusat, untuk menyuarakan keberatan rakyat secara langsung? Mungkin hanya dengan cara itulah suara masyarakat dapat didengar dengan keras, bukan hanya dalam forum-forum formal yang sering kali tidak menyentuh inti permasalahan. Pemerintah pusat harus segera merespon, tidak hanya dengan pertemuan dan diskusi yang berlarut-larut, tetapi dengan tindakan nyata yang melindungi rakyat dari bahaya yang semakin besar. Jangan sampai kita menunggu lebih banyak korban jatuh sebelum sebuah perubahan berarti terjadi.

Pemerintah daerah pun tidak bisa terus mengalihkan beban tanggung jawab kepada pihak lain. Penyelesaian soal PSN PIK 2 harus melibatkan kolaborasi yang lebih nyata, lebih transparan, dan lebih peduli terhadap kebutuhan masyarakat. Jangan sampai proyek besar ini menjadi ajang bagi segelintir orang untuk meraup keuntungan, sementara masyarakat sekitar harus menanggung derita akibatnya. Sudah saatnya ada solusi yang tegas dan berkelanjutan. Jangan biarkan kebijakan ini menjadi contoh kegagalan besar yang mengorbankan jiwa rakyat.

Pemerintah harus segera mengubah pendekatannya. Jangan lagi menunggu korban-korban berikutnya sebelum bertindak. Kita sudah terlalu lama bersabar. Krisis ini tidak boleh terus dibiarkan berlarut-larut. Nyawa manusia tidak bisa dihitung dengan angka proyek. Jika pemerintah tidak mau bertindak, maka sejarah akan mencatatnya sebagai kegagalan besar dalam pengelolaan kebijakan publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun