Mohon tunggu...
SISKA NABILAH QOTHROTUN NADA
SISKA NABILAH QOTHROTUN NADA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

membaca, jalan-jalan,kuliner, menulis,menghayal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjalanan Pernikahan Baginda Rasulullah Dengan Bunda Khadijah

13 Desember 2023   10:52 Diperbarui: 13 Desember 2023   11:42 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PERJALANAN PERNIKAHAN BAGINDA RASULULLAH SAW DENGAN BUNDA KHADIJAH

''Wahai anak pamanku, aku berhasrat untuk menikah denganmu atas dasar kekeluargaan, kedudukan yang mulia, akhakmu yang baik, bermoral dan kejujuran'' (ucapan bunda Khadijah ketika melamar Rasulullah saw).

Nabi Muhammad merupakan cermin bagi orang yang hendak berkaca pada kemuliaan akhlak dan luhurnya budi pekerti. Apa apa yang dicari, yang di dapatkan dan yang di konsumsi nabi Muhammad adalah sesuatu yang pasti halalnya. Keras-keras nabi Muhammad menolak sesuatu yang bersifat haram memasuki tubuhnya. Ia merupakan pemuda yang sangat istimewa yang keluhuran akhlaknya ibarat langit dan bumi jika dibandingkan dengan mayoritas pemuda Quraisy.

Khadijah juga mendengar dan mengetahui dengan sangat baik perihal kejujuran seorang Muhammad yang begitu menggetarkan jiwa masyarakat Mekkah hingga mereka memberinya gelar Al-amiin. Betapa kencang berdebar hati Khadijah di terpa kebahagiaan yang besar ketika suatu hari Abu Thalib bin Abdul Muthallib, paman dari Muhammad datang kepadanya untuk menyampaikan kepentingannya di saat kafilah dagang Khadijah hendak berangkat berniaga menuju kota Syam.[1] 

''Wahai Khadijah, setujukah jika engkau mengupah Muhammad untuk bekerja padamu?'' kata Abu Thalib menawarkan. Lelaki itu lantas mengemukakan syarat, ''aku dengar engkau mengupah orang yang bekerja padamu dengan dua ekor anak unta, namun aku tidak setuju jumlah upah seperti itu untuk keponakanku. Aku tidak setuju jika keponakanku Muhammad mendapat upah kurang dari empat ekor anak unta''. Dengan sikap dan ucapan lembut, menjawablah Khadijah, ''seandainya permintaanmu itu untuk orang yang jauh dan tidak kusukai, niscaya akan kukabulkan permintaanmu. Terlebih-lebih pada orang yang dekat dan juga kusukai! Abu Thalib sangat gembira mendengar kesanggupan Khadijah. Ia bergegas menjumpai keponakannya dan menyampaikan kabar menyenangkan tersebut. ''sesungguhnya ini merupakan limpahan rezeki yang di berikan tuhan untukmu, wahai keponakanku,'' kata Abu Thalib bersemangat.[2]

 Khadijah lahir dari keturunan yang sangat memegang teguh agamanya. Khuwailid, ayahnya, terkenal sebagai lelaki yang pintar, kaya, penuh integritas, berakhlak mulia, jujur, dan reputasi baik. Keluarga besar Khadijah juga di kenal memiliki wawasan dan pengalaman religious mumpuni. Khadijah memiliki saudara sepupu yang bernama Waraqah ibnu Naufal ibnu Asad yang dikenal sebagai salah satu dari empat orang Quraisy yang menolak penyembahan berhala yang dilaksanakan secara masif di kalangan kaum Quraisy.[3]

 Khadijah menyambut gembira kedatangan Muhammad dengan iringan ucapan selamat datang. Meski telah diungkapkan Abu Thalib dan ia disetujuinya, namun Khadijah kembali menawarkan agar Muhammad bersedia membawa barang-barang dagangannya menuju kota Syam. Di depan Muhammad pula Khadijah menyebutkan kesediaannya untuk membayar Muhammad dengan upah yang jauh lebih tinggi di bandingkan upah yang biasa diterima oleh pekerjanya yang lain.[4]

 Adalah tradisi yang biasa dilakukan para pemuka Quraisy setiap kali pulang dalam perjalanan dagang adalah langsung menuju Ka'bah untuk melakukan tawaf. Muhammad pun melakukan hal yang sama. Setelah itu barulah kemudian ia menghadap Khadijah. Muhammad melaporkan semuanya termasuk keuntungan besar yang di perolehnya dan barang-barang dagangan yang di belinya di Syam. Khadijah menerima laporan itu dengan hati gembira. Apalagi setelah diketahui bahwa barang-barang yang dibawa dari Syam berhasi dijual kemali di Mekkah dengan keuntungan yang berlipat ganda. Namun yang lebih menggebirakannya adalah bahwa Muhammad telah kembali dengan selamat. Pemuda yang sekarang telah menjadi pujaan hatinya, yang membuatnya menunggu kepulangannya dengan rasa khawatir dan cemas.

  Saat sore dihari yang sama, Maisarah juga menghadap Khadijah dan menceritakan berita tentang hal-hal aneh yang dilihatnya dalam perjalanannya bersama Muhammad. Seringkali ia menyaksikan awan berkumpul menaungi Muhammad, dari panas matahari yang sedang menunggang unta di padang pasir pada siang yang panas. Maisarah juga bercerita tentang tingkah laku Muhammad disepanjang perjalanan, semua itu menunjukkan kejujuran, keluhuran budi, dan kelembutan hatinya. Khadijah sangat senang mendengar semua cerita Maisarah kemudian dia mulai berfikir dan menimbang-nimbang semua cerita yang didengarkan itu.[5] Setelah melalui proses panjang, perenungan yang mendalam, dan akhirnya bisa mengatasi keraguan-keraguan yang menggoyahkan keteguhannya, akhirnya Khadijah memutuskan untuk menikah dengan Muhammad dan mengambil inisiatif untuk meminangnya.

 Khadijah segera menegaskan kinginannya kepada Muhammad dengan mengirimkan kurir sebagai penyambung lidahnya, ''sesungguhnya aku menaruh simpati kepadamu karena sikap penuh kekeluargaanmu, tanggung jawabmu, akhlak perilakumu yang lemah lembut serta jujurnya sifat dan ucapanmu.''Muhammad lantas menyampikan kabar datangnya pinangan Khadijah itu kepada keluarganya. Mengingat kedua orang tuanya telah wafat, beliau bermusyawarah bersama  paman-pamanya. Keluarga besae bani Hasyim menyambut gembira berita itu dan memberikan dukungan penuh. Sebagai ''juru runding'', ditunjukkan pamannya yang usianya sebaya dengan Muhammad, Hamzah bin Abdul Muthallib mewakili keluarga besar Hasyim untuk meminang Khadijah. Adapun Abu Thalib diserahi tugas sebagai wakil keluarga untuk menyampaikan lamaran Muhammad.[6]

 Hari bahagia telah tiba, pada hari itu pernikaha Khadijah dan Muhammad akan dilaksanakan, pengantin pria Muhammad, didampingi oleh kerabatnya bani Hasyim, dipimpin oleh Abu Thalib dan Hamzah. Turut hadir bersamanya, bani Mudhar sedangkan Khadijah didampingi oleh bani Asad yang dipimpin oleh Amr ibnu Asad. Pernikahan itu sendiri dilaksanakan tepatnya 2 bulan 15 hari setelah Muhammad datang dari Syam. Mahar yang diberikan kepada Khadijah adalah 20 ekor unta. Usia Muhammad saat itu adalah 25 tahun, sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.[7]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun