Mohon tunggu...
SISKA NABILAH QOTHROTUN NADA
SISKA NABILAH QOTHROTUN NADA Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

membaca, jalan-jalan,kuliner, menulis,menghayal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendapat Para Fillsuf Dunia tentang Hakikat Metafisika

11 Desember 2023   17:49 Diperbarui: 11 Desember 2023   17:51 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Metafisika terstruktur dari dua suku kata, yakni meta dan physika. Dua kata tersebut tersebut berasal dari Yunani yakni meta (sesudah sesuatu atau dibalik sesuatu) dan pysika berarti nyata, kongkret,dapat di ukur dan mampu di jangkau panca indra. Eksintensi di balik atau sesudah yang fisik (metafisika), memang penting dikaji dan didalami, agar kenyataan sesungguhnya dapat di peroleh.Tampa ph mengetahui hakikat sesuatu di balik realitas fisik,kita akn terjebak ada eksintensi  sesungguhnya.

 Penelaahan terhadap sesuatu yang metafisika, dengan demikian,akan membuat manusia menyadari sepenuhnya bahwa yang tampak tak pernah mampu menampilkan dinamika yang ada di baliknya. Realitas yang tampak, tidak pernah benar benar tampil mencitrakan sesuatu yang benar-benar nyata. Sebut misalnya, jika ada seorang perempuan memakai gincu sangat merah di bibirnya, tidak mungkin sesungguhnya bibir dimaksud merah. kemerahan bibir karena gincu itu mungkin realitas bibir wanita dimaksud justru hitam atau pucat. Untuk menutupi pucat dan hitamnya bibir, dipoleslah gincu. Bagaimana mungkin orang menyimpulkan bibir seseorang berwarna tertentu, jika kalian atas metafisika ini tidak dilakukan? Karena itu, banyak orang beranggapan bahwa ilmu yang mengkaji fisika disebut ontology. Jadi ontology adalah ilmu yang mengkaji tentang sesuatu di balik realitas fisik atau sesudah yang fisik (metafisika).[1]

Para ahli filsuf memiliki banyak pendapat mengenai metafisika. Menurut Ibnu Sina, metafisika adalah ilmu yang memberikan pengetahuan tentang prinsip-prinsip filsafat teoritis, yang dilakukan dengan cara mendemostrasikan perolehan sempurna prinsip-prinsip tersebut melalui intelek. Metafisika berhubungan denan maujud sepanjang ia ada. Oleh karenanya , subjek metafisika adalah maujud, bukan karena ia diterapkan pada sesuatu, dan bukan karna sesuatu yang partikular dilekatkan padanya, melainkan karena ia diterapkan pada prinsip wujud, dan karena sesuatu yang universal dilekatkan kepadanya. Kualitas-kualitas ini adalah aksiden-aksiden enensial dari maujud selama dia ada, dan juga aksiden-aksiden nonesensial dari maujud partikular.[2]

          Menurut Jean Hendrik (1996) menyebut istilah metafisika pertama kali dipopulerkan Andronicos de Rhodes sekitar tahun 70 SM. Ia telah menafsirkan karya-karya Aristoteles yang tersusun sesudah (meta) buku Physika. Mnurut Hendrik, metafisika sering diartikan sebagai filsafat kedua setelah fisika. Disebut demikian, karena kajian ini lahir setelah berbagai kajian fisika yang digeluti Aristoteles berkembang. Jadi, metafisika mengkaji keadaan sesuatu, yang eksintensinya patut diduga berada di jangkauan fisik manusia. Berbeda dengan Hendrik, Anton Bakker (1992) memiliki pandangan yang sedikit berbeda dengannya, dia menyatakan bahwa metafisika sudah berkembang jauh sebelum Andronicos memunculkan gagasannya. Ia menyebut bahwa metafisika sudah berkembang sejak abad ketiga sebelum masehi. Kajian ini, menurut Bakker awalnya di pakai untuk berbicara mengenai masalah-masalah yang lebih fundamental,mendalam, dan substanstif dalam berbagai lingkungan kehidupan. Karena itu, Ketika sebuah judul muncul dalam istilah metafisika, maka berarti ia telah menunjukkan bagian fifsafat yang harus dikaji setelah physika (filsafat alam-dunia yang fisik dan profan).[3]

    Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yang tidak dapat diterangkan dengan kaidah penjelasan yang ditemukan dalam ilmu yang lain. Tegasnya tentang realitas kehidupan di alam ini sungguh ajaib, tidak terduga, dan banyak mengundang pertanyaan. Realitas dan dibalik realitas dapat diraba dengan mempertanyakan yang ada (being), ala mini wujud atau tidak? Siapakah kita? Apakah peranan kita dalam kehidupan ini?  Metafisika adalah cabang filsafat umum yang bertugas mencari jawaban tentang yang "ada", yaitu filsafat yang memburu hakikat sesuatu yang ada, atau menyelidiki prinsip-prinsip utama.Yang dimaksud dengan "yang ada" atau "being" ialah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.

   Adapun mengenai yang ada itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) ada dalam objektif atau dalam kenyataan,artinya dapat diketahui dengan panca indra manusia; (2) ada dalam angan-angan atau ada dalam pikiran; (3) ada dalam kemungkinan. Ketiga proses tersebut ada itu selalu mewarnai hidup manusia dalam segala hal. Hidup manusia di kelilingi suasana ketiga hal itu, sehingga mewujudkan ada yang sesungguhnya. Dalam perkembangannya, cabang metafisika yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada, maka penyelidikannya menjadi lebih khusus, sehingga timbul subcabang metafisika yaitu ontology, kosmology dan anthropology.[4]

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Endraswara, Suwardi. FILSAFAT ILMU(EDISI REVISI) Konsep,Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmiah. Cetakan ketiga. Yogyakarta: BUKU SERU, 2021.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun