Dari musyawarah adat tersebut ditemukan bahwa sudah ada Adat Yang Terpakai dalam alam ciptaan Tuhan ini, yang sekarang disebut dengan "Sunatullah". Oleh karena itu, untuk mengatur tatanan kehidupan yang ber-adat atau ber-adab, disusunlah Adat yang akan dipakai, yang berdasarkan filosofi: "Manuruik alua jo patuik" (menurut alur dan patut) yang berguru kepada alam.Â
Adat yang diadatkan sebagai hasil musyawarah mempunyai delapan pokok-pokok adat atau garis besar adat. Garis besar adat ini sebagai pedoman bagi para pemangku adat di nagari dalam menyusun ketentuan adat di nagarinya. Delapan pokok adat tersebut adalah sebagai berikut.Â
1. Adat yang berjenjang naik bertangga turun, yaitu cara pemerintahan dalam nagari. Berjenjang naik, yaitu dari rakyat ke pihak atas, dan tangga turun dari pihak atas kepada rakyat (anak kemenakan). Kegiatan ini diperankan oleh penghulu suku.Â
2. Adat yang berbaris berbelebas. Adat yang berbaris berbelebas tersebut yaitu nagari yang dipagar oleh undang-undang (dulu terkenal dalam adat, yakni undang-undang nagari), sekarang ditetapkan oleh Peraturan Nagari (PERNA).Â
3. Adat yang bertiru berteladan. Adat yang bertiru berteladan menjadi undang-undang pokok oleh adat didalam berbagai pemakaian adat yang sejalan dengan keadaan dalam masyarakat di tiap-tiap nagari. Misalnya, pada acara perkawinan, membangun soko adat, dan juga dalam keadaan lain, seperti kematian, kelahiran anak, berbagi kemalangan atau kemujuran.Â
4. Adat bercupak yang bergantang. Adat bercupak yang bergantang merupakan satu-satunya yang mempunyai ukuran dan ketentuan. Apa saja harus berdasarkan ketentuan yang pasti dan nyata, sesuai dengan lembaga adat. Sesuatu hal harus mempunyai ukuran dan timbangan tertentu, tidak atas kemauan seorang yang bersangkutan atau yang berkuasa saja.Â
5. Adat berjokok berjelaga. Bertujuan untuk menjadi pribadi dan budi, supaya mempunyai rasa sosial (penyantun), rasa kemasyarakatan, rasa toleransi dan sejenisnya. Adat berjokok dan berjelaga yaitu tuhuknya (tusuk) "pinta", jelaganya "beri".Â
6. Adat yang bernazar. Dalam pokok adat ini, tercakup segala sumber kebaikan yang berpangkal dalam rohani manusia, agar semuanya memiliki dan paham hidup yang suci dan murni, sehingga timbullah paham sosial yang tulus ikhlas dan sebagainya, didalam perikemanusiaan.Â
7. Adat yang berpikir, yaitu bertolan (berteman) maka berjalan, mufakat maka berkata, disisik (disisip) parit (penjaga) dibanding hukum, ditimbang kata. Semua manusia berhak bersuara, berpikir, mengeluarkan pendapat dan perasaan, menuntut keadilan, membanding dan sebagainya dalam hal asasi manusia merupakan undang-undang pokok dari perikemanusiaan dan keadilan.Â
8. Adat menghendaki akan sifatnya, yaitu bersiang di waktu tumbuh, menimbang setelah ada. Sesuatu yang belum terjadi belum dapat dipertimbangkan, dan yang belum ada tak dapat disiangi, sebab segala sesuatunya memiliki jangka dan waktunya.Â
Delapan pokok adat atau garis besar adat dari Adat Yang Diadatkan yang telah ditetapkan dari hasil musyawarah, masuk ke nagari-nagari dibawa oleh pemangku adat di nagari (para penghulu/ninik mamak, Ampek jinih). Oleh karena sudah adanya garis besar adat di nagari tersebut, maka ia bernama Adat Yang Teradat. Sama halnya dengan Adat Yang Terpakai sudah ada juga (sama-sama awalan "ter"), yakni ciptaan Tuhan dalam alam ini yang disebut dengan Sunatullah.Â