Mohon tunggu...
Siska Selviya
Siska Selviya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Andalas

Bahasa, seni, dan teater

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ini Dia! Sejarah Minangkabau Menurut Encyclopaedie N.O.I.

24 Juni 2022   12:39 Diperbarui: 25 Juni 2022   11:40 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch Oost Indie tahun 1918, mengenai sejarah Minangkabau hal. 738 dst. menjelaskan sebagai berikut:

Dalam sejarah Minangkabau terdapat suatu masa yang tidak dapat ditentukan dengan pasti, namun yang dapat diduga yaitu dalam abad ke-14 dan ke-15, dimana kerajaan lama yang bernama Minangkabau itu meliputi seluruh wilayah Sumatera Tengah, yaitu wilayah yang terletak antara kerajaan Palembang dan Sungai Siak disebelah Timur dan antara kerajaan Mandjuto dan Sungai Singkel pada sebelah Barat. 

Wilayah Utara dari kerajaan yang besar ini terdiri dari kerajaan Minangkabau yang asli (Alam Minangkabau), yang meliputi daerah Padang Darat sekarang dan raja-raja dari kerajaan inilah yang memperbesar daerah pengaruhnya dari pantai Barat sampai ke pantai Timur, yaitu kerajaan Inderapura, Inderagiri, dan Jambi. Tetapi menurut dugaan, pengaruh dari raja-raja Minangkabau terhadap daerah perbatasan itu tidaklah besar dan kesatuan kerajaan Minangkabau itu pun tidak lama dapat bertahan. 

Dalam abad ke-16, musafir yang mengunjungi Sumatera menyebut Inderapura, Inderagiri, dan Jambi sebagai negara yang berdiri sendiri dan malahan ada yang menyebut Minangkabau sebagai negara taklukan dari Kampar. Tetapi bagaimanapun juga, para raja dari kerajaan-kerajaan itu lama sesudah itu memandang dengan hikmat kepada saudaranya raja di negara asli itu sebagai seseorang yang utama dari antara sesamanya. 

Menurut cerita turun temurun, raja-raja Minangkabau berasal dari Iskandar Dzul Karnain (Alexander de Groote) yang mempunyai tiga orang putra. Dari ketiga bersaudara ini, Maharaja Alif menjadi raja dari Turki (Rum atau Ruhum), Maharaja Depang menjadi raja dari China dan Maharaja di Radja menjadi raja di Minangkabau. 

Asal-usul keturunan raja-raja ini tidak dapat diketahui, puncak kejayaannya terdapat sesudah masuknya zaman Jawa Hindu pada akhir abad ke-13. Sebelum itu raja Minangkabau menurut dugaan akan tidak lebih kedudukannya dari kepala stam (keluarga besar). 

Dalam tahun Cakap 1197 (A.D.1275) mendaratlah sebuah laskar Jawa yang dikirim oleh Raja kartanegara dari Singasari; expedisi ini sepertinya berhasil, sebab 11 tahun sesudah itu ditepi kota Batanghari, dipusat Sumatera, atas perintah Raja tersebut didirikan sebuah Arca dari Amonghapaca; dalam perkabaran yang berhubungan dengan itu, disebutlah sebagai Raja dari rakyat di Sumatera, Mauli Warmadewa, yang dapat dianggap sebagai raja muda. 

Demikianpun Adityawarman, (kira-kira 1340-1375) yaitu yang paling terkenal dari raja-raja di Sumatera ini, berada dibawah pengaruh kekuasaan Jawa pada permulaan pemerintahannya; demikianpun didalam Nagarakretagama, Menangkabawa, disebut sebagai daerah taklukan dari Majapahit. Dari zaman Adityawarman berasal bagian terbanyak dari peninggalan Hindu, yang sekarang masih terdapat di Minangkabau. 

Sesudah zaman kejayaan ini menyusul beberapa abadi, dimana tidak terdapat sedikitpun peninggalan dari sejarah keturunan raja-raja Minangkabau. Sebab apakah penjajah asing itu meninggalkan Minangkabau tidaklah diketahui. Baru setelah orang Belanda menetap di Sumatera dalam abad ke-17 terdengar kembali sesuatunya. 

Menurut keterangan van Bazel bahwa pada kisaran tahun 1680 kerajaan Minangkabau pada waktu mangkatnya Kaisar Alif, disebabkan oleh perselisihan diantara calon-calon raja, yaitu Sungai Tarap, Suruaso, dan Pagaruyung. Dan fakta sebenarnya dalam tahun tersebut terdapat perpecahan dalam negeri mengenai penunjukan raja dan diduga, bahwa hak menduduki tahta oleh yang menggantikan raja tidak dibenarkan oleh beberapa orang-orang besar kerajaan ( Dagregister 1680, hal. 125, 716, 721). Akan tetapi, pembagian kerajaan pada waktu itu mungkin tidak ada sama sekali. 

Referensi Bacaan:

Nasroen M. 1971. Dasar Falsafah Adat Minangkabau. Jakarta: Bulan Bintang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun