Mohon tunggu...
Susilawati
Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Selamat Datang Tahun 2021

25 Desember 2020   21:00 Diperbarui: 25 Desember 2020   21:10 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tidak terasa waktu berlalu, ingat sekali saat itu di bulan Februari 2020, terdengar ada wabah virus yang muncul di kota Wuhan, China yang mengakibatkan banyak orang terinfeksi dan meninggal dunia. Banyak masyarakat Indonesia yang tidak yakin, bahkan pemerintah pun tidak yakin dengan kedatangan virus tersebut yang akhirnya sampai juga ke Indonesia. 

Awal Maret dikabarkan bahwa ada dua warga negara Indonesia (WNI) yang terinfeksi virus corona atau Covid-19 pertama, yaitu terjadi pada seorang ibu dan putrinya yang berdomisili di Depok, Jawa Barat. 

Sejak itu kepanikan terus melanda masyarakat Indonesia khususnya DKI Jakarta sebagai wilayah pandemik terbesar Covid-19 (zona merah). Fisik dan Psikis masyarakat benar-benar diserang oleh virus ini karena jumlah orang terinfeksi dan meninggal terus bertambah, walau sudah dilakukan berbagai upaya oleh pemerintah dan masyarakat secara maksimal. 

Namun karena sulitnya menangkal wabah virus ini akibat mudah menular dan tidak terlihat, sebagian masyarakat menjadi abai dan menggampangkan, sehingga masih terjadi kerumunan massal akibat dinamika yang terjadi di ruang publik nasional.

Untuk memutus rantai penyebaran virus harus dilakukan upaya yang kuat dan disiplin dari setiap orang untuk rajin cuci tangan serta menggunakan sanitizer, jika keluar rumah harus menggunakan masker serta menghindari kerumunan.

Faktanya kumpulan massa justru terus terjadi karena berbagai hal, sama sekali tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan agar tidak tertular, yang hingga saat ini masih saja banyak orang terkena Covid-19.

Begitu tersadar ternyata sekarang sudah berada di bulan Desember dan di penghujung tahun. Semua terasa begitu cepat terlewati, karena energi dan fokus selalu pada upaya penyelamatan jiwa serta dampak ekonomi yang memburuk. Fokus yang benar-benar diarahkan untuk menghindari terinfeksi wabah serta bagaimana ekonomi tetap baik.

Benar-benar menjadi ujian manusia di dunia dan bangsa Indonesia khususnya, karena sudah hampir setahun wabah ini berdampingan hidup dengan manusia namun belum ada solusi yang dapat menghentikan virus. 

Kehadiran vaksin yang dibeli oleh pemerintah dari negara lainpun masih dalam perdebatan yang alot tentang kualitas/efektivitas dari vaksin tersebut, serta siapa orang yang akan divaksin pertama serta tingkat keberhasilan dan dampaknya. 

Hiruk pikuk ini semua menjadi sumber kecemasan baru bagi pemerintah dan masyarakat. Jika sadar dan sepakat agar energi tidak terbuang sia-sia, terbaik biarkan setiap lembaga, setiap orang menjalankan apa yang menjadi tanggung jawabnya, agar tidak ricuh dan bisa fokus menjalankan kinerja masing-masing plus imun tubuh terjaga baik. 

Tidak perlu repot mengontrol kehidupan pihak/orang lain, karena setiap manusia adalah makhluk *merdeka*, maka keadaan menjadi lebih tertib dan kondusif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun