Kehidupan itu terus bergerak, mengalir dan mengalami perubahan dan tidak bisa dihindari. Tugas manusia untuk terus menyempurnakan menyesuaikan dengan arah tujuan yang diinginkan. Umumnya manusia menginginkan kehidupan terus menjadi lebih baik keadaanya dari hari ke hari, dari masa ke masa. Saat ini sudah banyak terjadi perubahan yang dirasakan, salah satunya dengan berkembangnya teknologi informasi dan transportasi yang semakin canggih memudahkan kehidupan manusia. Akhirnya semakin  mendekatkan manusia satu dengan lainnya walau berbeda negara, bahasa, kulture dan terhubung walau dengan jarak jauh yang dapat menghadirkan keharmonian pikir dan perilaku dalam hidup.
Begitu juga konteks kehidupan bernegara, utama bagi bangsa Indonesia yang telah mengalami masa penjajahan ratusan tahun oleh bangsa asing karena Indonesia memiliki kekayaan alam yang gemah ripah. Sangat menyedihkan karena bangsa Indonesia menjadi budak di negerinya sendiri dan diperlakukan tidak manusiawi. Tidak terbayang bagaimana saat itu nenek moyang kita menjalani kehidupan keras yang sangat jauh dari sikap perilaku manusiawi.
Setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia masih menghadapi situasi yang tidak mudah, apakah akibat penjajahan ratusan tahun yang membentuk rasa cemas dan takut sehingga masyarakat mudah terpancing atau terprovokasi oleh orang-orang yang mempermainkan keadaan. Hingga terjadi kisah tragis kemanusiaan yang memakan korban jiwa sangat banyak orang tidak bersalah, dan bertolak belakang dengan hak azasi manusia (HAM). Masyarakat Indonesia berhasil diadu domba yang memicu keadaan semakin menegangkan dan tidak ada yang bisa mengatasinya.
Apalagi perkembangan teknologi informasi saat itu jauh dari berkembang seperti sekarang untuk memudahkan memahami kondisi yang terjadi dan menghindarinya agar tidak menjadi korban akibat kesalahan pahaman nasional. Keadaan yang sangat membingungkan karena pihak yang satu mengklaim dirinya yang paling benar dan menuduh pihak lain bersalah dan dianggap membahayakan, begitu sebaliknya yang berujung saling menyakiti. Kejadian ini membuat trauma bagi setiap orang yang merasakan situasi masa itu.
Hadirnya film dokumenter yang bermaksud sebagai pengingat sejarah kelam tersebut agar tidak terulang kembali kejadian yang sama namun saat ini dirasakan justru memicu gaduh karena masyarakat belum siap menerima kisah tersebut sebagai takdir bangsa Indonesia yang sudah berlalu, jika tidak memiliki kekuatan prinsip dan mudah terombang ambing akan sulit menerima takdir ini.
Saat ini banyak generasi yang lahir sesudah tahun pembantaian tersebut, hanya  banyak mendengar dan tahu dari sejarah maupun media dengan harapan sebagai pengingat bagi generasi selanjutnya. Tidak serta merta menayangkan film dokumenter tersebut tanpa pendampingan agar dapat memaknai kisah dan tidak salah menangkap maksud yang justru sering menjadi pemicu kegaduhan.
Sikap terbaik untuk tidak melupakannya namun bukan untuk dipertentangkan dan dibahas lagi mencari biang keroknya karena tidak akan pernah usai. Hingga saat inipun kita tidak pernah tahu siapa yang benar dan siapa yang salah, yang pasti seluruh anak bangsa memjadi korban dari keadaan tersebut. Orang yang tidak bertanggung jawab menjadikan masyarakat yang masih bodoh dijadikan objek permainan dan senang melihat kondisi masyarakat yang terus bertikai sehingga orang yang tidak bertanggung jawab tersebut dapat menikmati atau mengambil keuntungan pada momen demikian.
Sudah 55 tahun berlalu sejak kejadian tahun 1965, saatnya bangsa Indonesia bangkit, fokus pada kemajuan kehidupan yang lebih mulia dan bermartabat sebagai bangsa yang berasal, dilahirkan dan dibesarkan di tanah air Indonesia. Tidak ada yang mau dan bisa merusak Indonesia kecuali semua tergantung pada kemandirian dan kedewasaan bangsa itu sendiri, jika ada ancaman gangguan yang datang karena memang dinamika hidup selalu ada, tugas dari bangsa tersebut dapat mengatasinya tapi bukan sebaliknya menjadikan bangsa ini terpecah/tercerai berai.
Tidak perlu menyalahkan siapapun, karena hingga saat ini pun kita tidak tahu siapa sebenarnya yang paling bersalah atas tragedi tersebut, sudah menjadi takdir bangsa Indonesia yang harus diterima, karena setiap negara di dunia juga memiliki kisah tragisnya sendiri-sendiri dan dijadikan kenangan yang tidak akan berulang di masa depan. Bangsa besar yang hebat adalah (karena umumnya masyarakat itu adalah masyarakat yang didominasi dunia kelaparan dan kebinatangan) yang mampu mengendalikan diri dari apapun hal yang dapat meruntuhkan negeri ini.
Seperti anak-anak yang dididik oleh orangtua-orangtua zaman dulu, demi menjadikan seorang anak lebih baik dan  berkualitas kehidupannya, seringkali orangtua saat mendidik anak-anak tersebut dengan cara yang terlalu kasar dan keras secara fisik psikis sehingga melukai batin sang anak. Hampir merata demikian pola mendidik orangtua zaman itu (perilaku demikian yang juga memudahkan terpicu/terprovokasi yang fokus pada kekerasan fisik atas tragedi kemanusiaan tersebut).
Saat anak-anak semakin besar dan tumbuh menjadi manusia dewasa yang terdidik dan lebih baik kualitas sumber daya manusia (SDM), tidak wajar jika setiap anak membalas perlakuan keras orangtuanya dahulu. Karena saat itu pikiran orangtua hanya terfokus pada fisik untuk memacu anak-anaknya berhasil dan hanya itu cara yang mereka ketahui yang juga diwariskan dari orangtua mereka sebelumnya, walau di zaman sekarang hal tersebut sangat dilarang.