Mohon tunggu...
Ishak R. Boufakar
Ishak R. Boufakar Mohon Tunggu... Pegiat Literasi -PI -

Pegiat Literasi Paradigma Institute Makassar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

[Puisi] Maluku Tanah Surga

2 Januari 2017   10:05 Diperbarui: 2 Januari 2017   16:55 1589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: gambarku3.blogspot.com

Mendadak terasa, tubuhku sewangi aroma cengkih
Hangat, menyerupai pelukan Ibu
Seketika mendekap, kuhirup aroma tubuhnya
Barangkali, ibuku adalah cengkih?

Ayah, bersemayam dalam tubuhku yang elepis langsing daun pala
Fuli, semerah merona bibirku, mungare[1] merana di sudut bumi
Kulitku sehitam manis biji pala yang ranum, mungare mendekap mesra. Ketika ia dekap.
Mungare membisik “Jujaro[2], dirimu sekokoh pohon pala!"

Di atas hamparan anggrek yang menua, hutan yang hijau
Biji-biji berkah yang ditumbuhkan Ayah dalam rahim Ibu
Mereka telah sepakat menjatuh sauh, setelah sepekan berbulan madu, di bawah rimbun pohon kenangan, aku lahir

Langit semankin tua rekeng taong[3] 
Tatkala aku dilahirkan: rusa, kasuari, pombo, dan kakatua bersorak-sorai di Gunung Binaya
Jala ditenggelamkan ikan paus, di Laut Tenggara
Pasir putih di Jazirah Leihitu, Litimur, dan Selatan, menggubris senyum, seputih kapas yang berjuntai-juntai, di Taman Nasional Manusela.

Ayahku pernah berjanji pada bianglala, di sore yang rinai: anakku akan tumbuh menjadi seorang pelaut ulung. Kulihat mungare tertawa mendengar cerita ini.
Kau adalah laut! Tegas Ayah
Bawalah perahumu, ke Geser, Key, Aru, Tanimbar, Babar, Leti, Kisar, dan Wetar
Isilah bakulmu dengan teripang, lola, dan mutiara
Jalamu yang selalu basah adalah amis ikan
Ongkos, Jujaro kaweng deng mungare, setelah itu katong manari deng badansa rame-rame[4]

"Kau tahu!" Ibu menjatuhkan pertanyaan yang menimbun sebuah dunia yang retak: Tuhan sedang bermanis-manis, saat mencipta petakan surga ini!
Bahkan, pohon jati dan meranting, gading yang menopang gubuk kita, tumbuh hijau.

**

Makassar, 2 Januari 2016

Ishak R. Boufakar

[1] Seorang gadis
[2] Seorang pemuda
[3] Menghitung waktu: tahun
[4] Ongkos pernikahan Nyong dan Nona, setelah itu mereka menari dan berdansa bersama-sama

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun