Â
Saya adalah seorang guru Matematika di salah satu SMP Swasta Katolik di DIY. Saya menjadi guru awalnya karena arahan dari orang tua. Sesudah lulus SMA orang tua meminta saya masuk di FKIP padahal saya sendiri tidak punya gambaran kedepannya setelah lulus mau kerja apa. Jadwal kuliah saya jalani seperti sekolah biasa.
Tiba saatnya ada mata kuliah PPL yang mewajibkan semua mahasiswa praktek mengajar di sekolah-sekolah menengah. Saat itulah saya merasakan ada kesan tersendiri bisa berbagi ilmu dengan anak-anak. Mulai dari sinilah panggilan menjadi guru mulai ada dan tumbuh. Bersama anak-anak bisa membuat hidup terasa lebih berarti, lebih indah, dan lebih bermakna.
Keinginan untuk bisa membuat anak-anak punya pengetahuan banyak dan membuat mereka menjadi lebih baik menjadikan keinginan menjadi guru bertambah kuat. Memang kalau dilihat dari kesejahteraannya, menjadi guru sangat jauh dari kata kaya. Tetapi kalau semua orang berpikir seperti itu, lalu siapa yang kelak akan mengajarkan/memintarkan adik-adik, anak-anak atau bahkan cucu-cucu saya kelak di kemudian hari?.
Alasan lain menjadi guru, lantaran keinginan untuk dapat lebih banyak waktu berkumpul dengan keluarga. Artinya, bila tiba saatnya nanti berhasil menjadi guru, saya bisa menikmati hari libur yang sama dengan hari libur anak-anak sekolah. Pikiran ini muncul karena waktu itu saya juga memikirkan bahwa kelak saya pasti juga berkeluarga dan punya anak. Pasti anak saya juga ingin merasakan liburan bersama orang tuanya. Rasanya ini akan menjadi kebahagiaan tersendiri yang pasti akan selalu membekas dalam ingatan anak.
Intinya, dengan menjagi guru saya bisa berbagi ilmu pengetahuan dengan siswa dan membawa mereka menjadi anak-anak yang punya kepribadian lebih baik dari sebelumnya. Di sisi lain saya juga masih bisa meluangkan waktu bersama dengan keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H