Bagansiapiapi, juga dikenal sebagai Bagan adalah ibu kota kabupaten Rokan Hilir, provinsi Riau. Bagansiapiapi dulunya merupakan penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen, Norwegia. Dan merupakan penghasil ikan terbesar di Indonesia. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pesisir disekitar Bagansiapiapi mengalami pendangkalan akibat endapan lumpur yang dibawa oleh air sungai Rokan. Sekarang Bagan beralih dari kota ikan menjadi kota walet.
Sepanjang hari terdengar suara burung walet. Tadinya saya tidak sadar kalau suara burung yang saya dengar setiap hari adalah suara rekaman kaset. Setelah dikasih tahu teman, baru saya sadar. Pantasan sepanjang hari terdengar suara burung hehe. Suara burung tersebut memang sengaja dipasang untuk memancing burung walet.
Pada saat pulang ke Bagan tanggal 19-22 Juni 2016 dalam rangka ritual bakar tongkang, yang merupakan tradisi yang setiap tahunnya selalu diadakan, saya melihat banyak perubahan yang terjadi di Bagan. Saya sampai tidak mengenali rumah saudara tempat saya dulu tinggal waktu sekolah di sana.
Rumah di Bagan mengalami banyak perubahan. Dulunya rumahnya dari kayu dengan adanya bangku di depan rumah, kanan dan kiri, sehingga biasa sore-sore tetangga pada duduk dan kongkow. Berbeda sekali dengan Jakarta, dimana tetangga kanan kiri rumah saja kita tidak kenal. Tetapi sekarang rumah di Bagan sudah banyak yang terbuat dari beton dan di bangun seperti ruko, diatasnya untuk memancing burung walet masuk.
Dulu di depan rumah suka ada tangki air untuk menampung air hujan. Sampai sekarang air hujan masih dipakai untuk keperluan makan dan minum. Kalau untuk mandi biasa memakai air tanah.
Transportasi umum di Bagan adalah becak. Dulu adanya becak yang dikayuh oleh abang becaknya. Sekarang rata-rata sudah becak motor. Lebih enak sih pakai becak motor, jadi abang becaknya tidak terlalu capek untuk mengayuhnya. Kasihan! Tarifnya juga murah dibanding tarif di luar negeri. Masih hitungan ribuan. Sempat charter 1jam untuk keliling kota. Sejam hanya Rp 50.000,-.
Rumah Kapitan
Salah satu tempat yang tidak boleh dilewatin waktu mengunjungi Bagan adalah rumah kapitan. Rumah Kapitan merupakan warisan budaya yang sebenarnya harus dilestarikan. Semoga ada perhatian dari pemerintah setempat, sehingga warisan budaya ini, yang merupakan bukti sejarah jaman dulu dapat dijaga dan dirawat sehingga bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan dan pengingat bagi generasi yang akan datang.
Kami sempat mengunjungi rumah kapitan tersebut, yang merupakan satu-satunya rumah kapitan yang masih ada. Masih berdiri kokoh tetapi tidak terawat. Rumah kapitan tersebut ditinggali oleh Ahuat dan keluarganya. Menurut “Ahuat”, rumah kapitan tersebut adalah tempat tinggal orang tuanya dulu. Umur rumah kapitan tersebut sudah 200tahun. Cukup panjang ruangan di dalam rumah kapitan ini.