Di zaman modern ini rasanya mustahil ada genderuwo dan kunti. Biasanya genderuwo dan kunti ada di hutan belantara. Tapi, di komplek perumahan Kota Bogor yang padat penduduk muncullah genderuwo dan kunti. Mungkin genderuwo dan kunti juga berpikir untuk apa tinggal di hutan yang hening? Lebih baik mengganggu banyak manusia di kota!
        Menjelang Magrib aku mengantarkan pesanan makanan ke tetangga di perumahan yang dekat kostanku. Sebenarnya, di perumahan itu terletak rumah keluargaku. Tapi karena suatu masalah pelik yang menimpa ibuku, terpaksalah Ibu, aku, dan adik perempuanku tinggal di kostan untuk sementara. Dan adik laki-lakiku yang menjaga rumah keluarga.
         Saat itu hujan rintik dan jalanan sangat sepi. Tiba-tiba aku merasa merinding seperti ada yang mengawasiku. Ada asap kecil yang meliuk seperti puting beliung di sisi kiriku. Asap tersebut terus mengikutiku sehingga aku mempercepat langkah kaki. Akhirnya, aku sampai di halaman kost. Asap tersebut masih saja mengikutiku. Kali ini asap tersebut ada di sisi kananku, tepat di bawah pohon nangka. Asap tersebut terus saja menggasing.
        Ketika aku hendak masuk ke kamar kostan, tanpa sengaja aku menoleh ke arah tembok dinding yang menghadap ke pintu kamar kostan. Aku terperanjat karena ada sepasang mata yang besar dan bulat, mengintip di atas tembok. Mata hitam kelam tersebut menatapku tanpa berkedip. Wajahnya bulat dengan kulit cokelat kehitam-kehitaman. Bibirnya tebal berwarna abu-abu kehitam-hitaman. Sedangkan rambutnya yang keriting sebahu terjurai acak-acakan.
        Aku bertanya mengenai genderuwo pada penghuni kost lainnya. Tapi, tidak ada yang pernah melihat genderuwo tersebut.
        Suatu ketika aku berbincang dengan Kak Tanti, tetangga yang biasa order salad buah. Ia menyatakan ada genderuwo yang suka membunuh hewan peliharaannya, seperti anjing, kucing, dan ikan. Ia pernah melihat penampakan genderuwo tersebut saat malam hari.
        "Genderuwo suka menggaruk atap kamarku. Bunyinya seperti pasir yang bergulir," kata Kak Tanti.
        "Waduh, aku juga pernah mengalaminya. Kupikir itu suara cakaran Ayi, kucing preman kostan, yang hendak buang air besar di atas atap kamar kostanku, tepat di bagian fiber glass. Anehnya, tidak ada bayangan Ayi di fiber glass tersebut," seruku. "Jika Ayi bisa berbicara, fitnah lebih kejam dari pembunuhan."
        Kak Tanti tersenyum kecut, "Itu berarti genderuwo yang kulihat mengikutimu, hingga ke kostan. Kau kan sering mengantar makanan ke jalan yang dihuni si genderuwo. Sepertinya, genderuwo itu berada di blok belakang rumahku. Yang berarti ia berada di area dekat rumah keluargamu."
        "Aku ingin mengintip area yang dihuni genderuwo itu," bisikku dengan mata berbinar. "Aku penasaran..."