"Ustaz, kami juga ngin berterimakasih secara langsung pada Bu Irma," ujarku.
Untuk sejenak, Ustaz Saleh termenung. "Bu Irma baru saja meninggal dunia tiga hari yang lalu."
"Sakit apa?" Tanyaku dengan perasaan tak enak.
"Tiba-tiba Bu Irma didiagnosis kanker tulang stadium akhir. Walaupun, kaki kanannya diamputasi, tapi nyawanya tetap tak tertolong."
Aku dan Ranko terperangah. Apakah ini hanya kebetulan belaka atau ada kaitannya dengan ketiga anak kucing? Bahkan, Ustaz Saleh juga sulit berjalan.
Masih menjadi misteri siapa yang meletakkan kardus berisi anak kucing di depan rumahku. Apakah ada orang yang diam-diam membenciku atau pesugihan yang meminta tumbal secara random?
***
Sepasang mata hijau sebesar bola tenis mengintip kediaman Pak Romi. Ia heran mengapa Pak Romi melakukan praktek ilmu hitam. Ia tahu Pak Romi yang meletakkan kardus berisi tiga anak kucing di trotoar. Tapi, apa tujuan Pak Romi mencelakai anak kesayanganku? Begitu pikir makhluk mistis bermata hijau tersebut. Ia sangat tak menyukai roh jahat yang merasuki ketiga anak kucing tersebut sehingga ia menyerang mereka dengan brutal. Tanpa sepengetahuan siapa pun,
"Tuyul, rupanya kita kedatangan tamu," ucap Pak Romi sembari menyeringai. Ia mengetahui makhluk mistis yang mengintip kediamannya ialah seekor harimau jadi-jadian.
"Biar saya yang menangkapnya, Tuan. Ia bisa menjadi budak Tuan," kata Tuyul Hitam sembari terkekeh.
"Apa kau sanggup menanganinya? Aku tak ingin kehilanganmu. Kau tuyulku yang paling setia dan bisa diandalkan. Tak seperti tuyul yang diperangkap dengan mudahnya oleh Ray, anak ingusan itu."