"Sudah kukatakan, singkirkan ketiga anak kucing itu. Kau tak mempercayaiku," gerutu Tama.
   Aku tersenyum lemah mendengar omelan Tama. Aku tahu ia menyayangiku dengan caranya sendiri.
   Tanpa sepengetahuanku dan Tama, ada sepasang mata hijau yang memperhatikan. Kali ini makhluk mistis itu bersembunyi di dalam lemari pakaian. Tak ada yang bisa mendeteksi keberadaan dirinya. Kedua telinganya tegak mendengarkan komentar Tama. Makhluk itu pun memutuskan untuk melakukan sesuatu.
***
    Keesokan harinya, Diana, si anak kucing putih, jatuh berguling dari atas tangga. Tak ada yang melihat Diana naik ke lantai dua. Kakinya patah. Setiap hari Ranko mengoleskan salep anti memar. Berangsur-angsur keadaannya pulih, tapi kedua kaki belakangnya menjadi bengkok. Ia bisa berjalan dengan agak berjingkat.
     Seminggu kemudian, Lady jatuh sakit. Dia diare terus-menerus. Ranko memberinya larutan antibiotik. Diarenya berhenti. Tapi, alangkah terkejutnya aku dan Ranko! Lady lumpuh. Ia berjalan merangkak dengan kedua kaki depannya. Yang lebih aneh lagi, tulang dadanya melengkung ke depan. Semakin hari, ia semakin kurus, tapi tetap rakus makan.
   "Ray, aku sudah memperingatkan dirimu terus-menerus. Ada yang ganjil pada anak-anak kucing itu. Sejak mereka datang, kau sakit-sakitan," ujar Tama.
  Aku menutup telingaku dan membalikkan tubuh sehingga wajahku menghadap dinding kamar. Tapi, Tama malah melompat ke depan wajahku.
 "Jika kau segan pada Ranko, aku akan terus terang menyatakan keberatanku akan keberadaan ketiga anak kucing tersebut di sini."
   "Jangan! Aku iba pada ketiga anak kucing itu. Ranko berjanji akan mencarikan majikan baru untuk mereka."
    Tama mendengus kesal. Ia tak habis mengerti dengan kekeraskepalaan dan kecerobohan Ray. Apakah Ray terhipnotis oleh ketiga anak kucing itu? Tama memutuskan untuk menjaga Ray lebih ketat.