"Kakek ini bagaimana? Katanya, Kakek sangat sayang aku. Tapi, mengapa memberikan pekerjaan berbahaya padaku?" Keluhku. "Masa aku berhadapan dengan Lampor? Bagaimana jika aku tewas dalam pekerjaan ini?"
        "Hahaha. Tentu saja Kakek sayang kamu. Tak perlu cemas. Kakek yakin kamu bisa mengatasi Lampor. Ternyata dugaan Kakek tepat. Kau berhasil mengatasi lampor seorang diri.
        "Itu berkat bantuan Jurnal Hantu."
        "Kau harus lebih percaya diri."
        Aku merengut karena Kakek menyentil hidungku. Ia terkekeh.
 "Bagaimana kesanmu tentang profesi pemburu hantu? Kau senang bisa membantu orang, bukan?" Selidik Kakek.
        "Profesi berbahaya yang aneh. Tak pernah aku membayangkan harus berkutat dengan dunia mistis."
        "Tapi, kau suka, kan? Jangan menipu mata orang tua! Aku tahu kau sangat bersemangat. Matamu bersinar. Nantikanlah pekerjaan keduamu."
        "Kek...Sebenarnya, apa Jurnal Hantu itu? Lampornya terkurung di buku itu. Apa tidak berbahaya membawa Lampor itu ke mana-mana bersamaku? Ekspresi Lampornya mengerikan. Hari ini ia menjulurkan lidah yang begitu panjang ketika aku iseng membuka halaman Jurnal Hantu."
        "Tidak. Memang begitu cara kerja Jurnal Hantu. Hantu yang terpatri dalam halaman Jurnal Hantu tidak akan bisa berbuat apa pun yang membahayakan dirimu. Mereka bisa bergerak-gerak, tapi tidak bisa keluar dari Jurnal Hantu."
        "Kemudian, bagaimana dengan hantu yang pernah Kakek tangani? Mengapa mereka tidak muncul dalam halaman Jurnal Hantu?"
        Kakek tertegun, "Tidak. Itu Jurnal Hantu-mu, bukan Jurnal Hantu Kakek. Tentu saja jika Kakek yang membuka halaman Jurnal Hantu tersebut, yang tertera ialah sosok-sosok hantu yang pernah Kakek atasi. Sebaiknya, Kakek juga tidak bisa melihat hantu yang kau atasi. Karena Kakek lelah, kita sudahi video call ini? Kakek yakin kau juga akan sukses dalam pekerjaan berikutnya."
        Aku mengangguk. Cool! Jurnal Hantu ini privacy sekali. Aku seperti memiliki koleksi hantu.
***
        PEKERJAAN KEDUA
Nama klien : Nona Missy.
Alamat: Jl Jati Agung No. 3, Bogor.Â
Waktu bertemu: Jam 19.30 malam ini.
Hantu: Roh Kucing Hitam.
Keahlian: Hipnotis.
        Aku sangat terkesan dengan Nona Missy yang berumur sekitar 50 tahun. Wajahnya oval dan senyumnya lembut. Ia penggugup. Tangannya bergerak-gerak ketika menerangkan roh kucing hitam yang mengganggu hidupnya.
        "Kucing hitam itu begitu menyeramkan. Matanya tajam seperti mata setan. Suaranya memilukan dan menyayat hati, seperti lolongan alam baka."
        Aku menatap Nona Missy dengan skeptis. Dan ia menyadarinya, "Anak muda, jangan menganggap aku berhalusinasi! Kucing hitam itu sungguh ada."
        Nona Missy mendengus dan melanjutkan, "Hingga sekarang bulu romaku merinding jika membayangkan kucing itu berada begitu dekat denganku. Aku bisa merasakan hawa kejahatan yang muncul dari kedua mata yang bersinar kelabu." Tiba-tiba Nona Missy tersentak, "Anehnya, warna matanya kelabu persis matamu! Apakah mata kirimu juga dikutuk setan?"
        Senyumku berhasil menenangkan hati Nona Missy yang resah. "Apakah Nona pernah merasa terhipnotis jika kucing hitam itu muncul?"
        "Tubuhku kaku dan perasaanku seperti mati. Ya, kau benar. Pasti aku terhipnotis karena tubuhku bergerak sendiri. Aku tak bisa mengendalikan diriku jika ia ada di hadapanku."
        "Biasanya, ia menampakkan diri jam berapa?"
        "Sebentar lagi."
***
        Aku terbangun ketika jam kuno berdentang 12 kali. Untuk sesaat, aku lupa berada di mana. Ternyata aku tertidur di rumah Nona Missy. Aku harus pamit pulang sekarang. Tak patut seorang pria tidur di rumah perempuan, walaupun usia kami berdua terpaut jauh.
        Di mana Nona Missy? Ah, itu dia. Apa yang sedang ia lakukan? Ia menghadap tembok sehingga aku tak bisa melihat mimiknya. Dari belakang, bahunya terlihat begitu kaku, persis seperti kawat besi yang direntang paksa.
        "Nona Missy, Nona baik-baik saja?"
        Tiba-tiba Nona Missy membalikkan tubuhnya dan mencakarku! Ia mengeong marah, "Meeeeong! Pergilah, anak muda! Selagi kau bisa! Jangan ganggu Nona-ku!"
        Rupanya, Nona Missy kerasukan roh kucing hitam. Iris matanya yang aslinya cokelat muda, sekarang berubah kelabu, persis warna iris mata kiriku.
        Aku segera membuka Jurnal Hantu. Dengan penuh percaya diri, aku mengucapkan kalimat berikut.
Makhluk kegelapan kembalilah ke asalmu.
Aku membebaskanmu dari perjanjian terkutuk.
Mahkluk kegelapan terkurunglah kau di sini.
Abadilah dalam keheningan.
        Tak terjadi apa-apa. Nona Missy yang kerasukan, menatapku kosong. Perlahan ia mulai mendekatiku. Tangannya terjulur ke depan seperti zombie.
Makhluk kegelapan kembalilah ke asalmu.
Aku membebaskanmu dari perjanjian terkutuk.
Mahkluk kegelapan terkurunglah kau di sini.
Abadilah dalam keheningan.
        Celaka! Kucing hitam ini lebih sakti dari Lampor! Nona Missy menyeringai. Ia sudah begitu dekat. Aku terus saja mengucapkan kalimat untuk mengurung roh halus dalam Jurnal Hantu.
        Matanya yang kelabu menembus jiwaku. Seketika lidahku kelu. Tubuhku tak bisa bergerak. Anehnya, aku merasakan inderaku yang lain begitu sensitif. Aku bisa mendengar suara dengkuran halus penuh kepuasan. Padahal bibir Nona Missy tidak bergerak.
        Tidak. Jangan sekarang! Tiba-tiba mata kiriku terasa sangat sakit. Rasa sakit yang luar biasa seperti mataku dicongkel keluar dari rongganya.
        Anehnya, bersamaan dengan rasa sakitnya mataku, samar-samar aku bisa melihat ekspresi wajah Nona Missy yang mengerikan. Perlahan tapi pasti, seperti pelajaran anatomi, tubuh Nona Missy terurai di hadapanku hingga ia hanya sebentuk kerangka. Tubuhku yang kembali normal (bisa kugerakkan), berhasil menghindari kerangka Nona Missy yang jatuh. Sebenarnya, apa yang terjadi? Otakku belum sanggup mencerna keganjilan ini.
        Seekor kucing hitam menggeliat di kaki kerangka Nona Missy. Ia mendesis marah, "Apa yang kau lakukan pada Nona-ku? Selama ini aku hidup bahagia bersamanya. Kau merusak kebahagiaan kami berdua."
        "Kucing hitam, nonamu yang telah memanggilku."
        "Aku tak percaya. Kau membunuh Nona Missy."
        Tiba-tiba ada gumpalan asap halus yang membayang di sekitar kerangka Nona Missy. Kemudian, secara perlahan sosok tersebut berbentuk sosok Nona Missy, "Tama, kucingku sayang, sudah saatnya kita berpisah. Kau tahu aku sudah mati puluhan tahun yang lalu. Kau menghidupkanku melalui ritual sesat dengan mengorbankan nyawamu sendiri karena kau ingin selalu bersamaku. Ray sudah menyelamatkanku. Aku ingin pulang. Tapi, aku tak tenang karena dirimu yang sealu menahanku untuk pulang. Ray, aku ingin menitipkan Tama padamu. Ia dapat berguna untukmu dalam memburu hantu."
        Tama menjerit marah, "Nona, kejam sekali. Bawalah aku bersamamu! Aku tak sudi melayani manusia laknat ini sebagai majikan."
        "Tama, kau sudah berjanji mengabulkan permintaan terakhirku. Jadilah hantu kucing hitam yang baik hati!"
        Tama menunduk. Ia menatapku diam-diam dengan tatapan bermusuhan.
        "Nona Missy, mana mungkin aku hidup bersama roh kucing hitam?"
        "Ray, tolonglah aku! Sebenarnya, aku memanggilmu karena masalah Tama. Tolonglah terima Tama! Ia akan berguna ketika kau memburu hantu. Berjanjilah kau akan bersikap baik pada Tama!" Pinta Nona Missy.
        Aku terpaksa mengangguk.
        "Waktuku sudah dekat. Kuharap kalian...Ray...Tama...kalian akan menjadi sahabat...Selamat tinggal!"
        Tama tertunduk sedih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI