Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Jurnal Hantu, Bab 1 - Sang Pewaris

15 September 2024   23:26 Diperbarui: 16 September 2024   01:17 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://crushon.ai/

Aku tidak pernah menyangka bahwa aku cucu yang ditunjuk Kakek Fandi untuk mewarisi rumah tua yang besar ini, tapi dengan satu syarat, yaitu aku harus melanjutkan usaha Kakek dalam bidang memburu hantu! Sebenarnya, aku memiliki dua orang sepupu. Tapi, mereka jarang mengunjungi Kakek. Aku merasa tak enak hati karena Kakek tak ingin warisan rumah tua ini dibagi sama rata dengan kedua cucunya yang lain. Kakek bersikeras rumah tua ini sudah memilihku! Kedua cucu Kakek yang lain harus puas dengan warisan sejumlah uang. Bagaimana mungkin rumah bisa memilih pemilik? Kakekku memang aneh!

                Kakek akan berobat jantung ke Singapura ditemani Vanya, ibuku yang merupakan putri kesayangannya. Sedangkan aku akan tinggal sendirian di sini ditemani Teh Ira yang bertugas memasak dan membersihkan rumah sebisanya. Teh Ira yang berumur 70 tahun, agak tuli. Tapi, ia sangat ramah.

                "Kakek, mana mungkin aku bisa melanjutkan usaha Kakek. Aku tidak memiliki kemampuan mistis seperti Kakek yang ahli menerawang dan memburu hantu. Lagipula aku baru lulus SMU dan berusia 17 tahun seminggu lagi. Aku memang gagal ujian SMPTN dan ingin mengulang ujian tersebut tahun depan. Tapi, bukan berarti aku ingin menjadi pemburu hantu."

                "Justru karena kamu hampir berusia 17 tahun, kemampuan mistis itu akan datang dengan sendirinya. Kau bisa mempersiapkan dirimu untuk SMPTN sembari bekerja sebagai asisten Kakek. Apalagi kau ini pewaris Kakek. Ray, tolonglah Kakek yang renta ini! Kakek sudah berjanji akan membantu klien-klien baru Kakek. Jika kamu menyetujuinya, baru Kakek bisa berobat dengan tenang," bujuk Kakek dengan mata memelas. "Nanti kau akan memperoleh honor."

                Aku menghela napas, "Baiklah! Tapi, hanya sementara. Ketika Kakek sembuh dan pulang kembali, aku berhenti bekerja."

                Kakek mengangguk, "Mungkin sekarang kau menganggap profesi pemburu hantu itu aneh. Tapi, kau tak bisa menghindarinya. Ini sudah menjadi profesi turun-temurun. Profesi ini melompat satu generasi. Baik paman dan ibumu tidak mewarisi kemampuan mistis sehingga Kakek yakin kaulah pewaris Kakek."

                "Bagaimana Kakek bisa yakin?"

                "Kau memiliki mata yang sama denganku. Mata kanan cokelat kelam. Dan mata kiri berwarna abu-abu," seru Kakek. "Ah, jangan mendebat kata-kata orang tua." Kakek mengibaskan tangan kanannya dengan agak jengkel.

                Aku meleletkan lidah dan memaksa diriku untuk menahan kalimat-kalimat sangkalan yang berada di ujung lidahku.

                "Segala instruksi berada di agenda berjudul Jurnal Hantu ini. Kau tinggal menjalankan segala saran dan aturan dalam memburu hantu."

                Buku bersampul kulit domba itu benar-benar kumal! Benarkah buku ini akan membantuku? Aku membuka halaman kosong. Kemudian, membuka halaman kosong lagi? Buku itu tidak bertuliskan satu huruf pun. Apa karena kosong, maka buku ini disebut Jurnal Hantu?

                Kakek yang memahami perubahan mimikku, langsung berkata, "Ah, anak muda zaman sekarang inginnya segala instant. Kau harus memahami cara kerjanya. Buku berusia ratusan tahun ini memuat segala rahasia perburuan hantu sehingga buku ini sangat berbahaya jika jatuh ke tangan pihak yang salah. Tentu saja tak mungkin buku ini bisa dibaca begitu saja. Kau harus membuka mata batinmu dan terhubung dengannya. Nenek moyang kita yang jenius, yang menciptakan buku ini sedemikian rupa."

                "Bagaimana caranya terhubung dengan buku ini?"

                "Kau akan mengetahuinya," jawab Kakek dengan senyum samar bermain di bibirnya. "Yang harus kau ingat, setiap berburu hantu, kau harus membawa Jurnal Hantu."

                Kadang-kadang Kakek bisa bersikap sangat menyebalkan dengan senyum misteriusnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun