Aku tidak pernah menyangka bahwa aku cucu yang ditunjuk Kakek Fandi untuk mewarisi rumah tua yang besar ini, tapi dengan satu syarat, yaitu aku harus melanjutkan usaha Kakek dalam bidang memburu hantu! Sebenarnya, aku memiliki dua orang sepupu. Tapi, mereka jarang mengunjungi Kakek. Aku merasa tak enak hati karena Kakek tak ingin warisan rumah tua ini dibagi sama rata dengan kedua cucunya yang lain. Kakek bersikeras rumah tua ini sudah memilihku! Kedua cucu Kakek yang lain harus puas dengan warisan sejumlah uang. Bagaimana mungkin rumah bisa memilih pemilik? Kakekku memang aneh!
        Kakek akan berobat jantung ke Singapura ditemani Vanya, ibuku yang merupakan putri kesayangannya. Sedangkan aku akan tinggal sendirian di sini ditemani Teh Ira yang bertugas memasak dan membersihkan rumah sebisanya. Teh Ira yang berumur 70 tahun, agak tuli. Tapi, ia sangat ramah.
        "Kakek, mana mungkin aku bisa melanjutkan usaha Kakek. Aku tidak memiliki kemampuan mistis seperti Kakek yang ahli menerawang dan memburu hantu. Lagipula aku baru lulus SMU dan berusia 17 tahun seminggu lagi. Aku memang gagal ujian SMPTN dan ingin mengulang ujian tersebut tahun depan. Tapi, bukan berarti aku ingin menjadi pemburu hantu."
        "Justru karena kamu hampir berusia 17 tahun, kemampuan mistis itu akan datang dengan sendirinya. Kau bisa mempersiapkan dirimu untuk SMPTN sembari bekerja sebagai asisten Kakek. Apalagi kau ini pewaris Kakek. Ray, tolonglah Kakek yang renta ini! Kakek sudah berjanji akan membantu klien-klien baru Kakek. Jika kamu menyetujuinya, baru Kakek bisa berobat dengan tenang," bujuk Kakek dengan mata memelas. "Nanti kau akan memperoleh honor."
        Aku menghela napas, "Baiklah! Tapi, hanya sementara. Ketika Kakek sembuh dan pulang kembali, aku berhenti bekerja."
        Kakek mengangguk, "Mungkin sekarang kau menganggap profesi pemburu hantu itu aneh. Tapi, kau tak bisa menghindarinya. Ini sudah menjadi profesi turun-temurun. Profesi ini melompat satu generasi. Baik paman dan ibumu tidak mewarisi kemampuan mistis sehingga Kakek yakin kaulah pewaris Kakek."
        "Bagaimana Kakek bisa yakin?"
        "Kau memiliki mata yang sama denganku. Mata kanan cokelat kelam. Dan mata kiri berwarna abu-abu," seru Kakek. "Ah, jangan mendebat kata-kata orang tua." Kakek mengibaskan tangan kanannya dengan agak jengkel.
        Aku meleletkan lidah dan memaksa diriku untuk menahan kalimat-kalimat sangkalan yang berada di ujung lidahku.
        "Segala instruksi berada di agenda berjudul Jurnal Hantu ini. Kau tinggal menjalankan segala saran dan aturan dalam memburu hantu."