"Tentu saja tidak. Kak Edo percaya pada takhayul bahwa kipas tersebut membawa kemalangan? Aku tidak."
"Tapi, sudah terbukti kipas-kipas tersebut raib. Berarti ada kaitan antara kipas dan pembunuhan."
"Itu kan hanya spekulasi di media massa."
"Ah, kau ini gadis yang sangat optimis. Apa kau tak memiliki rasa takut sedikit pun? Mungkin saja kau yang menjadi incaran selanjutnya."
"Kak Edo mengharapkan aku mati?" Tanya Diana sembari tergelak.
Mendengar pertanyaan sarkastis tersebut, Edo terpana. "Tentu saja tidak. Bagaimana mungkin kau berpikiran seperti itu? Bagiku, kau spesial. Tidak banyak orang yang tahu bahwa kau saudara tiriku."
"Tepatnya, aku anak haram Ayah," kata Diana dengan sinis.
"Jangan berkata begitu. Ayah sangat mencintaimu walaupun ia malu mengakuinya."
Pada saat yang bersamaan, Diana mendendangkan lagu Michael Learn to the Rock, Paint My Love. Seolah-olah ia tidak mau mendengarkan perkataan kakak tirinya mengenai sang ayah.
Edo menghela napas. "Bagaimana jika kita menyewa villa di Lombok? Kita bisa tinggal sementara waktu hingga polisi berhasil menangkap pembunuh berdarah dingin tersebut. Jika kau setuju, aku akan mengatur segalanya dan meminta Bu Arin untuk tinggal bersama kita. Ia sangat pandai memasak. Pak Ali, suami Bu Arin merupakan pensiunan polisi. Aku yakin kau akan aman bersama kami."
Diana menatap kakak tirinya dengan pandangan merenung, "Kau yakin? Kau tak takut dengan gosip yang akan menerpamu jika kita ketahuan tinggal bersama?"