Jailangkung. Hey, jailangkung. Datang tak dijemput. Pulang tak diantar,” seru Aril penuh semangat sembari mengacungkan boneka jailangkung dari tempurung kelapa dan batang kayu.
“Aku dan Anto yang ikut dalam ritual pemanggilan roh ini berkeringat dingin. Sejak 10 menit yang lalu, bulir-bulir keringat Anto yang sebesar telur burung unta, mengalir deras seperti aliran hulu Sungai Citarum. Agar ikut dalam ritual mistis ini, aku dan Anto dijebak dengan pancingan main game di Playstation 5 baru milik Aril. Juga makan gratis fried chicken dan pizza.
Sekarang aku menyesal datang dan menginap di rumah Aril. Akhir pekan yang kupikir akan berjalan santai dan menyenangkan bersama kedua teman masa kecilku ini, malah memacu adrenalin. Otakku terasa hampa dan perutku melilit karena membayangkan jenis hantu yang akan datang di kamar tidur Aril. Bagaimana jika yang datang itu suster ngesot yang merayap-rayap? Hiiiy, geli!
Boneka jailangkung itu menatap hampa dalam diam. Aku sungguh bersyukur jika ritual sesat ini gagal total. Aril memang keras kepala. Hanya karena menyanggupi tantangan Vita, cewek gebetannya yang pecandu kisah misteri, ia berjanji membuat tayangan video mengenai jailangkung.
“Parah! Rencana kita gagal total. Mungkin hantu juga libur pada akhir pekan. Gagal sudah kisah cintaku,” sungut Aril.
“Sudahlah, Ril. Cari cewek lain saja. Jangan pacaran dengan Vita yang maniak horor. Apa kau tak seram dengan dirinya yang senang berdandan ala Gothic dan juga pembicaraannya selalu film horor, kisah horor, dll. Jangan-jangan nanti kau ditumbalkan,” saranku serius.
“Benar itu. Aku juga merinding jika dekat dengan Vita yang suka menakut-nakutiku,” timpal Anto.
“Ah, kalian ini. Sekali Aril sudah memutuskan, tak akan berubah. Vita yang cantik akan menjadi kekasihku. Tidak apa-apa ia sedikit cringe dan creepy. Memang cinta itu penuh pengorbanan,” dalih Aril yang sedang jatuh cinta tujuh keliling.
Aku melempar pandangan kuatir pada Anto, tapi Anto hanya mengangkat bahu. Sementara Aril melempar boneka jailangkung malang tersebut ke sudut ruangan. Lalu, ia menghempaskan diri ke kasur. “Mari kita tidur. Aku lelah.”
***
Saat tengah malam, ada bunyi gemerisik yang mengganggu tidurku. Bunyi gemerisik itu semakin keras. Ah, paling juga tikus. Aku kembali melanjutkan tidurku. Tapi, sekarang ada sesuatu yang menggigiti jempolku. Walaupun aku menggerak-gerakkan kakiku agar makhluk usil itu melepaskan gigitannya, tak kunjung lepas juga sehingga aku menyalakan lampu meja yang terletak tepat di meja kecil di sampingku.