Vina mendesah. "Tak pantas pelayan duduk semeja dengan tamu."
Ryan tersenyum. "Sekarang kau sudah menjadi temanku. Aku hanya ingin membicarakan action figure bersamamu karena kulihat kau menatap koleksiku dengan intens. Kau juga menyukainya? Aku mengordernya di Action Figure Store."
Vina termangu sejenak. Ia tak menjawab pertanyaan Ryan. Ia malah menoleh dan memberi isyarat pada Kak Andri, Manajer yang bertugas saat ini. Apakah ia boleh duduk menemani tamu? Di luar dugaan Vina, Kak Andri malah mengacungkan jempol. Mungkin karena situasi masih lengang. Belum ada pelanggan selain Ryan yang memasuki cafe estetik ini.
"Apa kau juga memiliki hobby action figure sepertiku? Kebetulan aku ketua komunitas action figure se-Indonesia. Mungkin kau ingin bergabung?"
Vina menggelengkan kepala. "Aku hanya teringat pada seseorang yang tergila-gila action figure."
"Siapa?"
Vina mendesah. "Aku tak ingin membicarakannya."
Ryan mengeluarkan sehelai tiket dari tasnya. "Ini untukmu. Gratis. Aku akan senang sekali jika kau bisa datang ke event action figure akhir pekan ini."
"Mengapa kau memberikan tiket ini cuma-cuma?" Tanya Vina dengan pandangan mata curiga.
"Memangnya tak boleh?" Ujar Ryan dengan mata mengedip jenaka. "Anggaplah ini sebagai hadiah perkenalan kita."
"Mengapa kau melakukannya?" Ulang Vina sewaspada meerkat.