Mohon tunggu...
Siswanto Danu Mulyono
Siswanto Danu Mulyono Mohon Tunggu... profesional -

Usia sudah setengah abad. Semua orang akan mati, tapi tulisannya tidak. Saya Arsitek "freelance" lulusan Unpar-Bandung. Sambil bekerja saya meluangkan waktu untuk menulis karena dorongan dari dalam diri sendiri dan semoga berguna untuk siapapun yang membacanya. Sedang menulis buku serial fiksi "Planet Smarta" untuk menampung idealisme, kekaguman saya terhadap banyak hal dalam hidup ini, bayangan-bayangan ilmu pengetahuan yang luar biasa di depan sana yang menarik kuat-kuat pikiran saya untuk mereka-rekanya sampai jauh dan menuangkan semuanya dengan daya khayal saya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pol Pot, Rezim Pembunuh Massal di Cambodia

15 April 2014   01:08 Diperbarui: 4 April 2017   18:01 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tulisan ini dipersembahkan secara khusus kepada semua orang yang telah mengalami penyiksaan lahir-bathin, baik oleh pribadi, keluarga, maupun sebuah rezim yang berkuasa. Jika mereka sudah meninggal, semoga Tuhan memberikan tempat istirahat terbaik. Jika mereka cacat, semoga tetap bisa menjalani hidup dengan berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Allah dan tetap percaya kepadaNya. Jika mereka masih sehat, semoga tidak diracuni dendam dan tetap mengajarkan hidup penuh kasih sayang agar mereka berbeda dengan penyiksanya. Dan hukum harus tetap ditegakkan demi kehidupan yang beradab”.

1397468823959020255
1397468823959020255

Situasi Negara yang kacau sering menimbulkan akibat-akibat yang mengerikan karena hukum manusia telah berubah menjadi hukum rimba, terlebih jika faktor pemujaan terhadap faham tertentu dan senjata yang harus bicara. Faham tertentu itu bisa berdasarkan ras (suku) atau berdasarkan kepentingan golongan tertentu (kaum petani, kaum pemodal, agama, dll-dll). Isme-isme sempit yang ingin memenangkan satu golongan tertentu itu telah meracuni otak banyak pemimpin dunia dan melahirkan tindakan-tindakan absurd yang nyata-nyata menginjak-injak nilai kemanusiaan. Mereka semua telah berperang satu sama lain selama berabad-abad dan menimbulkan kesengsaraan yang tiada taranya.

Siapa bilang rasisme bagus? Siapa pula yang memotori sebuah Negara harus menganut faham kapitalis dan dikendalikan para borjuis? Siapa bilang komunisme nomor satu? Dan siapa pula yang mengajarkan terorisme untuk menghancurkan semua musuh-musuh adalah benar? Siapa pula yang mendudukkan militerisme sebagai dasar sebuah tindakan atau malahan pemerintahan? Di sudut lain, siapa yang bilang bahwa agama (kaum fundamentalis) yang paling benar dan harus jadi landasan hidup bernegara? Kenyataannya, ketika seorang pemimpin mendewakan sebuah isme sempit, maka korban mulai berjatuhan. Sejarah membuktikan itu, dan bukan omongan saya. Mengapa mereka tak pernah menjadi pemenang? Sederhana saja,. karena dasarnya adalah untuk kepentingan golongan sendiri, golongan lain dijadikan obyek, bahkan obyek penderita. Itu melanggar hukum Tuhan untuk mengasihi semuanya tanpa syarat. Maka, tidak ada satupun yang akan mampu bertahan, semua akan tergerus oleh rencana Allah yang indah yang justru tidak pernah diterima oleh manusia sendiri sejak jaman dahulu kala, agar kita semua hidup rukun dan saling mengasihi satu sama lain berdasarkan hukum yang adil dan beradab.

Pol-Pot hanya tokoh kecil di belahan Asia yang terbelakang (Cambodia/Kamboja). Sejarahnya bisa anda googling sendiri di Internet, sudah banyak ditulis orang lain. Tetapi satu orang tokoh kecil ini bersama partai dan pasukan Khmer Merahnya yang otaknya sudah keracunan salah satu isme sempit di atas (dalam hal ini komunisme), bisa menciptakan ladang pembantaian (killing field) yang tak terkirakan ngerinya. Jutaan orang mati dibantai dengan cara melebihi binatang buas, termasuk anak-anak, remaja dan wanita. Ratusan ribu korbannya yang masih sempat hidup menderita cacat parah. Yang hilang dan tak ditemukan rimbanya juga ribuan orang.

Pol-Pot menawan dan memenjarakan musuh-musuhnya (baik sebangsa maupun tidak) di penjara Tuol Sleng di pusat kota Phnom-Penh. Penjara yang memiliki kode S-21 (Secret Prison 21) tersebut adalah bekas sekolah SMA yang diubah fungsinya.

1397469018170965432
1397469018170965432

13974691201153537002
13974691201153537002

Saat ini, sebagai museum, bangunan tersebut dibagi 4 blok yang masing-masing diberi nama Gedung A, B, C, dan D

Di gedung A berisi kamar-kamar penyiksaan dan interogasi, lengkap dengan ranjang besi, rantai, alat-alat pemukul, dll seperti yang terlihat dalam foto di bawah ini:

139746973924907960
139746973924907960

139746986394495873
139746986394495873

13974700072129045265
13974700072129045265

Di gedung B berisi foto-foto ribuan orang yang pernah ditawan di sana, yang didokumentasikan oleh tentara Pol-Pot sendiri, mungkin untuk berkas laporan ke komandannya. Dalam foto-foto tersebut terlihat ada anak-anak, remaja dan perempuan. Di gedung ini juga berisi pakaian-pakaian bekas para tahanan, termasuk pakaian anak-anak.

Mereka dikurung berjejal-jejalan dalam satu ruangan dalam kondisi yang sangat mengenaskan sebelum dikirim ke ladang pembantaian Choeung Ek yang berjarak sekitar 15 km di pinggiran kota Phnom Penh untuk dieksekusi. Dua sampai tiga kali dalam sebulan ratusan orang diangkut dengan truk-truk tentara ke ladang pembantaian tersebut dalam keadaan mata tertutup dan tangan terborgol serta kondisi sangat kepayahan setelah selesai disiksa dan diinterogasi. Sungguh-sungguh sangat biadab.

13974701472022393629
13974701472022393629

1397470272165078462
1397470272165078462


Di gedung C, ruangan kelas yang luas disekat asal-asalan untuk mengurung para tawanan penting agar tidak bisa berkomunikasi satu sama lain. Jika mereka berbicara satu sama lain, langsung dieksekusi mati. Di lantai gedung ini masih sedikit tertinggal bercak darah mengering setelah yang lainnya dibersihkan karena terlalu mengerikan.

1397470654571341557
1397470654571341557

Di gedung D, berisi lukisan rekaan artis tentang cara-cara penyiksaan yang dilakukan berdasarkan kesaksian dari yang masih hidup dan alat-alat yang ditemukan di tempat kejadian perkara.

13974707841924234795
13974707841924234795

1397470879380470055
1397470879380470055
1397470983405141659
1397470983405141659

1397471114653204802
1397471114653204802

13974712001961839928
13974712001961839928

Banyak foto lainnya yang kelewat sadis: dicabut kukunya dengan tang, ditusuk besi panas, dibenamkan dalam bak dengan kaki-tangan terikat, disembelih dengan kaki-tangan terikat, dicambuk ramai-ramai, dll-dll yang tidak ada bedanya dengan gambaran neraka sesungguhnya dengan para setan pelakunya.

13974713641394724756
13974713641394724756

1397471460802687021
1397471460802687021

Di ladang pembantaian Choeng Ek tak kalah mengerikannya. Disinilah tempat kuburan massal para tawanan yang dibunuh Rezim Pol-Pot. Ekskavasi yang dilakukan pada tahun 1980 telah menemukan ribuan kerangka jenazah yang kebanyakan tidak utuh lagi antara kepala dan badan. Tulang-belulang berserakan, demikian juga pakaian-pakaian bekas para korban.

1397471776809775211
1397471776809775211

1397471857966457570
1397471857966457570

1397472184627874770
1397472184627874770

1397472307220058234
1397472307220058234

13974724642032787895
13974724642032787895

13974725871744123831
13974725871744123831

1397472761292131887
1397472761292131887

13974731351594326458
13974731351594326458

Terima Kasih kepada Pemerintah Kamboja yang telah menyodorkan sejarah apa adanya. Anda Negara yang masih terbelakang, tetapi memiliki kejujuran dan keberanian mengagumkan, jauh lebih satria dari banyak pengecut di dunia ini yang berwajah garang. Mudah-mudahan apa yang kalian lakukan tidak sia-sia. Pesan anda jelas kami terima. Dan seperti saya yakini, bahwa kalianpun meyakini hal yang sama, bahwa semua kekejian ini tidak akan pernah mendatangkan kemenangan, seperti halnya mereka semua tidak bisa menunda kematiannya sendiri yang segera akan tiba bersama dengan semua faham picik yang dianutnya. Salam, dan Tuhan Memberkati kalian semua.

****************************

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun