Mohon tunggu...
Siswanto Danu Mulyono
Siswanto Danu Mulyono Mohon Tunggu... profesional -

Usia sudah setengah abad. Semua orang akan mati, tapi tulisannya tidak. Saya Arsitek "freelance" lulusan Unpar-Bandung. Sambil bekerja saya meluangkan waktu untuk menulis karena dorongan dari dalam diri sendiri dan semoga berguna untuk siapapun yang membacanya. Sedang menulis buku serial fiksi "Planet Smarta" untuk menampung idealisme, kekaguman saya terhadap banyak hal dalam hidup ini, bayangan-bayangan ilmu pengetahuan yang luar biasa di depan sana yang menarik kuat-kuat pikiran saya untuk mereka-rekanya sampai jauh dan menuangkan semuanya dengan daya khayal saya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Natal Anak-anak

30 Desember 2010   22:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:10 2190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Anak-anak memang polos. Karena polos, mereka sering tampak lucu dan menggemaskan. Tetapi karena polos juga, mereka bisa membuka rahasia di dalam keluarganya lewat pengakuan-pengakuannya. Hal-hal yang menyentuh, lucu dan spontan bisa didapat dari pengakuan anak bila kita pandai berdialog dengan mereka.

Kisah di bawah ini adalah khotbah seorang Pastor dalam misa Natal untuk anak-anak yang saya nilai menarik. Mudah-mudahan lewat dialog dengan anak-anak yang tersaji di bawah ini, kita juga bisa mengambil hikmahnya, bisa belajar mengisi pikiran anak-anak dengan hal-hal baik yang kemungkinan besar akan menempel terus dalam jiwanya dan ikut menentukan masa depannya.

************

“Anak-anak, siapa yang pernah menjadi bayi….??”
“Sayaaaa…!!!” sahut anak-anak yang rata-rata masih SD itu kencang sekali.
“Siapa yang pernah menangis saat perutnya lapar…??”
“Sayaaaa…!!!”
“Anak-anak, siapa diantara kalian yang lahirnya di kandang…??”

Sekali ini anak-anak tak menjawab, mereka celingukan ragu-ragu, sementara para orang tua yang menemani anak-anaknya tersenyum sendiri.

“Siapa diantara kalian yang lahirnya di kandang…, hayo?!” Pertanyaan diulang lagi.
Tak ada yang menjawab, tapi mimik mereka serius sekali sehingga makin tampak lucu.
“Jadi.., tak ada yang lahir di kandang??”
“Tidak…” Beberapa menjawab tak yakin.
“Yang bener, nih.., kalau begitu kalian lahir dimana?”
“Di Rumah Sakit…, di rumah bidan…, di ranjang…” Jawab mereka riuh sekali.
“Ooo…, bagus kalau begitu… Jadi kalian semua lahir di tempat bagus ya…??”
“Iyaaaa…..!!!” Kencang lagi suaranya.
“Syukur kalau begitu, Puji Tuhan. Anak-anak, kalau Yesus lahir dimana..??”
“Di kandang…!!!”
“Kalau begitu, Yesus hebat atau tidak…??”
“Tidakkk…!!! Hebat…!!!” Suara anak-anak saling bersahutan.
“Siapa yang bilang Yesus hebat karena lahir di kandang…??”
Beberapa anak mengangkat jarinya ke atas.
“Coba kamu yang mengangkat jari, apa kamu mau lahir di kandang ditemani sapi supaya dibilang hebat..??”
Mereka ragu-ragu, lalu didesak lagi.
“Mau kagak..??”
“Kagak mau…!!”
“Lho…, jadi tak ada yang mau jadi orang hebat??” Anak-anak tertawa, mungkin mau protes tapi sulit keluar.
“Baiklah anak-anak, coba jawab lagi pertanyaan ini: mengapa tak ada yang mau lahir di kandang?”
“Maluu…!! Bau…!!”
“Anak-anak kasihan tidak kepada Yesus yang terpaksa lahir di kandang??”
“Kasihan…!!!”
“Sungguh…???”
“Sungguh….!!!”
“Betul…..???”
“Betul…..!!!”
“Kalau begitu, anak-anak kasihan tidak dengan orang-orang miskin yang juga terpaksa tidur di kolong-kolong jembatan, di emper-emper toko, telantar di jalan-jalan??”
“Kasihan…!!!”
“Sungguh…??”
“Sungguh…!!”
“Betul…???”
“Betul…!!!”
“Bagus kalau begitu… Anak-anak bersedia menolong mereka??”
“Bersediaaa…!!”
“Wow…, luar biasa!
Jadi begini, anak-anak: Yesus yang sesungguhnya maha kaya dan punya segala-galanya itu mau datang ke dunia dan mau menjadi orang miskin adalah pertama-tama mau membawa kabar gembira, bahwa Dia berkenan memberi perhatian besar kepada semua orang yang miskin, orang yang menderita dan malang nasibnya serta orang yang berdosa.
Anak-anak termasuk orang yang berdosa atau tidak…??”
“Berdosa…!!”
“Lho…? Apa dosanya??”
“Nakal…, malas…, tak mau belajar, banyak main ‘game’, bohongin mami..” Wahh…, riuh banget.
“Oooo…, syukur deh… kalau tahu dosa-dosanya. Apa ada yang merasa tak berdosa??” Dua orang anak tunjuk jari.
“Wah…, ada 2 anak suci.. Coba Pator mau tanya: benar kamu tak pernah berdosa??”
“Iyaa.., saya selalu baik kepada siapa saja…”
“Benar begitu anak-anak??”
“Tidak.., kemarin dia nyontek saya…” Sahut seorang anak keras sekali, yang lain kontan tertawa.
“Betul kemarin nyontek?”
“Iyaa…”
“Ha..ha..ha.., bohong dan nyontek itu dosa… Coba tanya yang satunya lagi… Betul kamu tak pernah berdosa?”
“Ngg… gak jadi deh.., saya kemarin habis menjitak teman…” Kembali tawa gemuruh memenuhi gereja.
“Bagus kalau begitu, kalian semua sadar bahwa sebagian besar orang melakukan perbuatan dosa, bahkan tak jarang melakukan dosa besar, seperti mencuri, tidak hormat kepada orang tua dan guru, membunuh, berfoya-foya dan tak pernah ingat orang miskin, dan sebagainya.
Nah, mau tidak kalau Tuhan mengampuni dosa kalian?”
“Mauuu…!!”
“Itulah kabar baik yang dibawa Yesus ketika ia mau lahir menjadi manusia dan senasib dengan orang-orang yang menderita dan berdosa. Kalau mau memperoleh pengampunan dari Dia, kita harus berusaha keras meneladani cara-cara hidupNya dan berusaha keras pula mengikuti semua ajaran-ajaran yang diajarkanNya.
Ada yang tahu apa ajaran Yesus yang paling utama?” Seorang anak yang agak besar mengangkat jarinya.
“Ya, katakanlah…” Pastor mempersilakan.
“Cintailah Tuhan Allahmu lebih dari segala sesuatu dan sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
“Wow…, hebat.., seratus untukmu. Bagaimana caramu mencintai Tuhan?” Anak itu diam sejenak dan menjawab lagi.
“Berusaha tidak berbuat dosa.”
“Bagus, ada lagi yang tahu bagaimana cara mencintai Tuhan?”
“Menolong orang yang sedang susah.”
“Bagus. Ada tertulis dalam alkitab: apa yang kamu buat untuk sesamamu yang menderita, kamu melakukannya untukKu. Ada lagi lainnya?” Anak-anak diam semua.
“Baik, Pastor tambahkan sedikit. Kamu juga dapat dikatakan mencintai Tuhan dengan cara menjaga sebaik-baiknya seluruh alam ciptaanNya. Kalau ada seorang pelukis yang lukisannya dirusak orang lain, dia marah atau tidak?”
“Marah..!!”
“Tuhan juga akan marah kalau melihat kamu merusak alam ciptaanNya dengan sengaja dan terus-menerus. Menjaga alam adalah dengan cara merawatnya. Jadi kalian harus merawat baik-baik lingkungan di sekitar kalian semua. Kalian harus perhatikan rumah kalian sendiri, sudah bersihkah halamannya dan seisi rumah? Kalian juga harus perhatikan lingkungan di sekolah kalian, lingkungan di gereja kalian dan lingkungan di tempat kalian tinggal. Jangan segan-segan untuk membuatnya menjadi indah dan bersih. Jangan malah membuang sampah sembarangan. Maka kalau nanti kalian keluar dari gereja inipun, lihat-lihat dulu sekelilingmu: ada kertas permen tercecer atau tidak, tisu-tisu jangan dibuang sembarangan, dan kotoran-kotoran lainnya. Kalau kalian merawat alam dan lingkungan, itu juga sama artinya kalian mencintai Tuhan.
Ada lagi yang tahu bagaimana cara mencintai Tuhan?” Anak-anak diam lagi.
“Pastor mau tanya: Tuhan suka kebenaran atau tidak?”
“Sukaaa…!!”
“Kebenaran punya aturan atau tidak?” Anak-anak diam.
“Kalau kamu berbuat ngawur, mencorat-coret tembok sekolah seenaknya, itu benar atau tidak?”
“Tidaakkk…!!”
“Jadi kebenaran itu punya aturan, setuju atau tidak?”
“Setujuuu…!!”
“Bagus, maka dari itu orang yang tidak benar sering dikatakan orang yang tak punya aturan, orang yang tak punya tata tertib untuk dirinya sendiri, apalagi perlakuannya kepada orang lain, serba ngawur dan seenaknya. Kalian suka ngawur atau tidak??”
“Tidakkkk…!!”
“Bagus, kalian semua calon anak baik. Tuhan juga tidak suka ngawur. Tuhan itu sangat tertib. Kalau Tuhan ngawur, seluruh alam semesta ini hancur. Maka Tuhan juga tidak suka melihat orang yang tidak tahu aturan dan serba ngawur. Mencintai kebenaran adalah menuruti aturan yang sudah dituliskan Tuhan di dalam kitab suci, menuruti aturan di dalam masyarakat yang sudah disepakati bersama, menuruti tata tertib di dalam sekolah dan tata tertib di dalam keluarga.
Selain menuruti aturan, kitapun wajib mengarahkan orang lain berbuat benar. Kalau kita menghasut orang lain untuk berbuat tidak benar, dosa kita berlipat ganda besarnya. Kalau kita tahu orang lain berbuat tidak benar, kita wajib mengubahnya dengan cara-cara yang santun, dengan cara-cara orang yang tahu aturan, bukan dengan cara mengajak berkelahi. Siapa yang suka berkelahi di sini..??”
Anak-anak diam semua.
“Kalian memang calon-calon orang hebat semua… Siapa yang sudah pernah melihat orang berkelahi??”
“Sayaaa….!!”
“Coba Pastor mau tanya.” Pastor mendekati seorang anak dan bertanya.
“Dimana kamu pernah melihat orang berkelahi?”
“Di TV, Pastor.” Seluruh ruangan gerrr…
“Maksudmu? Dalam film?”
“Bukan, Pastor, ada siaran berita dan isinya orang saling berantem.”
“Oooo…, betul, betul sekali. TV sering menayangkan perkelahian: Ada demo yang rusuh, ada penonton sepak bola berkelahi, bahkan ada anak-anak sekolah berkelahi dan para pemimpin berkelahi. Jadi, berkelahi itu bagus atau tidak..??”
“Tidakkk…!!!”
“Siapa yang pernah berkelahi..??” Beberapa anak laki-laki menunjukkan jarinya, Pastor mendekati salah satunya.
“Mengapa kamu berkelahi?”
“Disakiti, Pastor, dia mengejek saya dan benci dengan saya lalu menantang berkelahi…”
“Sebabnya…??”
“Waktu bermain srodotan saling dorong-mendorong karena berebut ingin lebih dulu…”
“Ooo…, begituuu.., sekarang sudah damai?”
“Sudah, Pastor.”
“Siapa yang mendamaikan?”
“Ibu guru.”
“Kamu masih sakit hati?”
“Tidak.”
“Bagus, dengarlah anak-anak: Semua orang yang berkelahi di luar sana itu juga karena memperebutkan sesuatu dan berakhir dengan saling menyakiti. Hati yang panas dibakar amarah lebih sering diutamakan daripada pikiran jernih dan terkendali. Pastor mau tanya: siapa anak-anak disini yang tidak bisa berpikir?” Anak-anak diam semua.
“Jadi semua bisa berpikir?”
“Bisaa…!!”
“Syukur! Tuhan lebih menyukai orang yang menggunakan pikirannya daripada sikap liarnya. Kalau anak-anak disakiti dan langsung membalas dengan menyakiti kembali, itu artinya keduanya sama-sama liar dan akhirnya berantem seperti binatang di hutan. Anak-anak lebih suka jadi orang atau jadi binatang?”
“Jadi orang..!!”
“Nah, pesan Pastor, kalau lebih suka jadi orang harus lebih mengutamakan pikirannya daripada sikap yang liar. Anak-anak bisa merasakan rasanya orang disakiti..??”
“Bisaa…!!”
“Sakit tidak??”
“Sakitt…!!”
“Jadi anak-anak ingin menyakiti orang lain atau tidak??”
“Tidakkk…!!”
“Bagus. Yesus juga bilang: kalau kamu tidak mau disakiti, jangan menyakiti orang lain! Jadi kalau bermainpun juga harus tahu tata-tertib dan jangan ingin menang sendiri. Kalau main srodotan ya harus antri satu per satu jangan berebut saling mendahului. Pernah merasakan jalanan macet?”
“Pernahh…!!”
“Pernah melihat mobil-mobil berebut saling mendahului??”
“Pernahh…!!”
“Nah…, akhirnya jalanan makin kacau dan macet total, semua tak bisa jalan dan butuh waktu lama untuk jadi lancar kembali. Lebih enak tertib atau enak tidak tertib??”
“Enak tertib..!!”
“Jadi kalian siap menjaga ketertiban?”
“Siapp…!!”
“Kalian siap untuk tidak saling menyakiti??”
“Siappp…!!”
“Yang nakal lebih dahulu siap untuk dijewer??”
“Siapp…!!”
“Bagus. Ibu guru sudah mencatat janji kalian. Sekarang Pastor mau tanya ke anak perempuan.” Pastor mendekati seorang anak perempuan dan bertanya:
“Pernah melihat orang berkelahi?”
“Pernah.”
“Dimana?”
“Di rumah.”
“Di rumah?? Siapa yang berkelahi di rumah?”
“Papi dan mami!” Gerrr…
“Oh My God! Mengapa??”
“Mami menegur papi, papi marah lalu berkelahi…”
“Lain kali, kamu harus berani jadi penengahnya. Bilang sama papi-mami: ‘kata Pastor, kalau berkelahi jangan di depan saya, masuk dulu ke kamar mandi, kepalanya diguyur dulu biar dingin….” Gerrrr……
“Para papi-mami, dengarlah… Jangan cek-cok di depan anak, akan sangat melukai hatinya….
Sekarang anak-anak boleh bertanya kepada Pastor. Siapa mau bertanya?” Seorang anak laki-laki berbadan besar mengangkat jarinya.
“Pastor, karena Tuhan selalu bersedia mengampuni, bolehkah saya berbuat nakal dulu baru kemudian minta ampun?” Ruangan kembali gerrr… Pastor menghampiri anak itu dan memegang telinganya siap untuk menjewer.
“Sekarang Pastor balik tanya padamu: Bolehkah Pastor menjewer telingamu dulu baru kemudian minta maaf??” Pastor menjewer betul telinga anak itu yang kontan mengaduh dan minta ampun. Yang lain tertawa terbahak-bahak.
“Aduhh…, aduhh…, tidak boleh, Pastor, tidak boleh..!!!” Pastor melepaskan jewerannya.
“Kamu sudah menjawab pertanyaanmu sendiri. Apa jawabnya?”
“Tidak boleh, Pastor.”
“Baik, ingat-ingat itu, kalau lupa, Pastor akan datang lagi mencari telingamu.” Anak-anak tertawa lagi.
Pastor kembali ke mimbar dan menutup khotbahnya:
“Jadi Pastor ulang sekali lagi, bahwa Yesus datang ke dunia bukan mau minta dilayani, karena kalau Yesus mau minta dilayani, Ia akan memilih lahir di istana raja yang serba mewah. Yesus datang untuk melayani, untuk berteman dengan semua orang miskin dan orang tak berdaya; untuk mengingatkan orang akan dosanya dan mau kembali menjadi anak-anak Allah yang baik.
Yesus juga memanggil kita orang yang berdaya, orang-orang yang beruntung bisa hidup serba kecukupan, anak-anak sehat dan penuh suka-cita seperti kalian semua ini, untuk juga bersedia memberi perhatian dan berbagi keberuntungan dengan mereka yang kurang beruntung.
Di hari Natal yang penuh suka-cita ini, sangat baik jika anak-anak mau membagikan mainannya yang masih baik tapi sudah jarang dipakai lagi untuk diberikan kepada anak-anak lain yang tidak pernah bisa memilikinya. Anak-anak juga boleh berbagi pakaian bekas yang masih layak pakai, yang sudah terlalu sempit karena anak-anak semakin besar, untuk diberikan kepada anak-anak yang tidak memiliki baju cukup bagus, agar mereka semua juga bisa merasakan kebahagiaan seperti yang anak-anak rasakan pada hari ini.
Anak-anak juga sangat baik jika ingin memberikan kado dari barang-barang baru yang ada di toko bila mami dan papi bisa membelikannya, kemudian kado-kado itu dikumpulkan bersama-sama di sekolah. Kado itu bisa berupa alat-alat tulis, alat-alat sekolah atau barang-barang mainan, dll. Kemudian anak-anak dan gurunya mendatangi sekolah lain yang kondisinya sangat memprihatinkan dan hadiah-hadiah tersebut dibagikan di sana. Dengan begitu anak-anak akan mengenal secara langsung kondisi teman-temannya yang kurang beruntung di tempat lain. Itulah persahabatan yang diajarkan Yesus.
Perhatikanlah murid-murid Yesus terbaik di dunia ini, mereka selalu membawa warta gembira dan harapan kepada kaum yang lemah dan terpinggirkan. Semoga anak-anak kita selalu diberkati rahmat Kasih Sayang dan selalu bersuka-cita karenaNya. Amin.”

**************

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun