Â
Suatu hari di salah satu sudut Nirwana yang namanya Bumi terjadilah keributan. Di tengah semerbak persaingan para bunga mengeluarkan aroma wanginya yang memenuhi seluruh Bumi, tiba-tiba muncullah setangkai bunga raksasa yang sangat busuk baunya. Begitu busuknya sampai seluruh bunga terkejut dan menjadi marah karenanya.
Â
Dalam sekejap kemarahan itu mengkristal menjadi protes yang sangat hebat kepada para Dewa. Mereka menuntut agar Bunga Bangkai yang sangat kurang ajar itu segera dienyahkan dari muka Bumi karena telah sangat menodai eksistensi bunga yang senantiasa dikaitkan dengan keharuman dan simbol cinta! Mereka mengikrarkan mogok mekar sampai si Bunga Bangkai lenyap dari muka Bumi.
Para Dewa juga sangat terkejut dengan munculnya Bunga Bangkai, dan dapat memaklumi protes hebat para bunga. Mereka sendiri tak habis pikir bagaimana hal itu bisa terjadi.
Dalam sidang dadakan para Dewa segera diputuskanlah untuk memenjarakan Bunga Bangkai sementara waktu sampai persoalan sebenarnya menjadi jelas. Maka, "Bumm .....!", dipenjarakanlah Bunga Bangkai tersebut ke dalam Bumi.
Â
Mendapati dirinya yang tidak bersalah tiba-tiba dipenjarakan oleh para Dewa, marahlah si Bunga Bangkai, iapun berteriak-teriak dari dalam Bumi:
Â
"Wahai para Dewa! Kalian benar-benar tidak adil! Kalian yang mengutuk perang SARA sebagai perbuatan orang-orang tolol ternyata sekarang telah memperlakukan aku tidak lebih baik dari yang kalian tolol-tololkan sendiri! Apakah kalian tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, bahwa aku lahir seperti ini bukan aku yang memilih atau minta! Dari "sono"nya aku sudah diberi lahiriah seperti ini, bukan aku yang minta...., bukan aku yang minta ....., minta...., taaa....,taaa...,taaaa......!!!!!"
Â
Suara marah dan protesnya bergema jauh di dalam Bumi. Para Dewa mukanya merah mendengar protes si Bunga Bangkai. Eksistensinya sendiri yang terkenal bijaksana dan penuh welas asih telah sangat terpukul dengan umpatan si Bunga Bangkai. Dengan muka muram merekapun sepakat untuk menggelar rapat para Dewa secepatnya agar masalah ini cepat beres.
Â
Maka digelarlah rapat besar para Dewa. Tapi tak ada satu Dewapun yang bisa menerangkan, mengapa Sri Paduka Yang Mulia menciptakan bunga seperti itu, bahkan sebagian besar dari mereka menduga Sri Paduka telah melakukan kesalahan penciptaan yang sangat mendasar sehingga berakibat fatal seperti ini. Setelah capai berdebat dan bermeditasi tapi tak menemukan jalan keluar yang mereka anggap bijaksana untuk menyelesaikan masalah ini, maka mereka sepakat untuk membawa masalah ini ke pertemuan khusus dengan Sri Paduka Yang Mulia. Kesepakatan itupun mereka tuangkan melalui "t-mail (telepathy-mail)" pada Sri Paduka dengan subyek: "Mohon menghadap, ada persoalan yang sangat genting."
Â
Rasanya lama sekali menunggu Sri Paduka memberi jawaban. Tiap saat teriakan keras si Bunga Bangkai makin menjadi-jadi dan terasa makin menyengat:
Â
"Wahai para Dewa! Apakah kalian sudah ketularan wataknya manusia yang berkuasa di Bumi?! Memenjarakan yang tak bersalah seenaknya. Mana kebijaksanaan kalian? Mana welas asih kalian? Apa tugas kalian selama ini? Hanya memelihara yang indah-indah dan harum baunya saja??!! Apakah kalian sudah keenakan menempati kapling di Nirwana ini sehingga lupa tugas utama kalian??!! Kalian sungguh-sungguh brengsek!!! brengsek!!! sekk... sekkkk....sekkkkkk...!!!!!!"
Â
Tarik napas sebentar lalu nyerocos lagi:
Â
"Aku juga menyumpahi siapa saja yang ikut-ikutan mendemo aku agar aku dipenjarakan. Aku doakan agar mereka tidak bisa berbau busuk alias tidak bisa kentut! Rasanya kalian semua mau membangun istana dari intan berlian di salah satu sudut Nirwana ini. Tetapi coba kalian lihat yang terjadi di Bumi: Hutan ditebang sampai gundul-ndul, longsor dan banjir menghantam anak-anak manusia yang terpinggirkan, bahkan rasanya keserakahan dan ketidak-pedulian manusia sudah sampai ke puncaknya: berhala uang telah diangkat tinggi-tinggi dan para kaum papa dijadikan korban di bawahnya. Wahai para Dewa, dimana kalian?? Aku bersumpah akan berteriak terus sampai kalian melepaskan aku!!!
Â
Para Dewa benar-benar dibuat malu oleh teriakan si Bunga Bangkai, ingin rasanya membekap mulutnya, tetapi dasar hatinya yang penuh welas asih tidak mengijinkannya. Jadilah mereka cuma bisa menunggu panggilan Sri Paduka untuk mengadakan pertemuan sambil berharap si Bunga Bangkai kecapaian sendiri. Tapi suaranya terdengar lagi:
Â
"Aku tahu kalian ingin membekap mulutku juga!! Tapi kalau itu kalian lakukan, maka genaplah kebrengsekan kalian! Aku akan bertapa sepanjang hidupku untuk memohon keadilan pada Sri Paduka! Di Bumi, manusia yang berkuasa juga melakukan tindakan seperti itu, bahkan manusia yang baru punya sedikit kuasa juga melakukan hal seperti itu kepada bawahannya, bahkan kadang lebih sadis lagi karena ternyata mereka memang lebih bebal! Kalian masih lumayanlah, masih mau membiarkan mulutku nyerocos terus, bahkan mungkin diam-diam kalian mendengarkan aku! Syukurlah kalau begitu! Kalau aku minta dibebaskan, itu bukan berarti aku mengemis padamu! Aku memang tidak bersalah dan kalianpun juga tidak bisa menemukan kesalahan dalam diriku. Tindakan kalian ini tidak lebih terhormat daripada tindakan hakim di Bumi: Maling ayam dihukum 3 bulan; koruptor kelas kakap malah bisa jalan-jalan ke luar negeri atau "open house" mengadakan silaturahmi lebaran, bahkan edannya: bisa jadi calon pejabat! Mereka nalarnya sudah kuwalik! (terbalik). Orang bejat banyak bertebaran di Bumi. Di sini aku masih bisa menghormati Perdana Menteri China yang ngomong: "Sediakan peti mati di kantor saya; satu untuk pejabat korup atau orang super bejat, satu untuk saya kalau saya korup atau bejat!" Terus terang, kalian para Dewa terasa lembek sekali disandingkan dengan perdana menteri China itu. Kalian harusnya punya malu...!!, malu...!!, luuu...luuu...luuu...!!!"
Â
Tiba-tiba cahaya terang benderang melingkupi kawasan Nirwana, para Dewa sontak bersujud dan menyembah :
Â
"Salam kepada Sri Paduka Yang Mulia".
Â
Hening sejenak, bahkan suara Bunga Bangkaipun tak terdengar lagi. Terdengarlah suara bagai guntur menggelegar tapi tidak menyakitkan dari pusat cahaya itu:
Â
"Salam bagi kalian para Dewa yang bijaksana. Aku telah menerima "t-mail" kalian dan mengerti dengan baik persoalan yang kalian ajukan. Ketahuilah oleh kalian, bahwa tidak pernah Aku salah dalam menciptakan sesuatu yang telah tercipta selama ini. Bunga Bangkai itu memang sengaja Kuciptakan."
Â
Sampai di sini para Dewa sudah merasa tak enak hatinya; kalau Sri Paduka tidak salah, pastilah ada alasan yang sangat mendasar, jangan-jangan ..... Mereka diam saja dan menunggu penjelasan selanjutnya.
Â
"Sudah lama aku mencium bau busuk yang menusuk-nusuk langit dan berasal dari tingkah polah para penguasa Bumi yang bejat, korup dan sangat menyengsarakan rakyat banyak. Aku menunggu tindakan yang akan kalian ambil, tetapi sampai Aku yang demikian sabar kehabisan kesabaran ternyata tidak ada tindakan berarti yang kalian ambil, bahkan bau busuk itu makin menusuk-nusuk langit saja! Apa boleh buat, maka Kuciptakanlah Bunga Bangkai dengan ukuran raksasa dengan tujuan untuk memberdayakan "hidung" kalian para Dewa yang bijaksana!, agar segera tanggap terhadap kebusukan yang jauh lebih busuk lagi dari sekedar bau Bunga Bangkai yang Kuciptakan itu. Sekarang biarlah Bunga Bangkai itu tetap ada dan menjadi tanda bagi kalian untuk segera mengetahui sumber kebusukan yang menusuk langit itu berasal. Aku berharap sekali ini kalian bisa cepat tanggap dan segera mengambil tindakan yang bijaksana untuk menyelamatkan anak-anakKu yang tidak berdosa tetapi selalu menjadi korban kebiadaban dan keserakahan mereka yang korup dan brutal. Â Apakah kalian mengerti maksudKu?
Â
Serempak para Dewa menjawab:
Â
"Kami mengerti dan siap melaksanakan titah Paduka Yang Mulia!"
Â
Suara guntur itupun menggelegar lagi:
Â
"Bagus kalau begitu. Dan untuk kamu Bunga Bangkai: Tidak sekali-kali kamu akan menjadi bunga terburuk dimanapun aku nanti menempatkan dirimu. Kamu akan kujadikan bak selebriti di tempatmu tumbuh dan mekar. Kehadiranmu akan diwartakan oleh para juru warta ke seluruh dunia dan gambarmu akan terpampang dimana-mana. Hanya satu yang Aku minta: tolong celotehanmu sedikit dijaga, agar raja-raja di Bumi tidak memenjarakan dirimu seperti yang kau alami sekarang ini."
Â
Bunga bangkai itupun sujud berkali-kali sambil berkata:
Â
"Hamba merasa sangat bahagia bahwa Sri Paduka yang demikian Mulia dan bijaksana mau mengunjungi dan berbicara kepada hamba serta menaruh Kasih yang demikian besar kepada hamba. Tentu hamba akan selalu mengingat pesan Paduka. Selaksa hormat dan terima kasih hamba pada Paduka."
Â
Tiba-tiba terdengarlah musik yang sangat agung memenuhi seluruh Nirwana. Bersama lenyapnya cahaya yang terang benderang, Sri Paduka telah pergi entah kemana.
Â
Di penghujung tahun 2000, mekarlah Bunga Bangkai dengan gagahnya di daerah kebun raya Bogor, disusul awal tahun 2004 di Bengkulu dan terakhir Bunga Bangkai raksasa dari Indonesia dinobatkan jadi juara dunia saking gedenya! Kontan mata para Dewa melotot ke arah Indonesia, negara nomor wahid dalam urusan korupsi gede-gedean. Â (Oh my God, it's my country!)
********
4 (empat) serial Kisah Para Dewa ini selengkapnya adalah:
 http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2009/03/06/kisah-bunga-bangkai-amorphophallus-titanum/ http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2009/03/08/kisah-pohon-durian-durio-zibethinus/ http://filsafat.kompasiana.com/2009/03/14/curhat-dengan-sri-paduka/  http://filsafat.kompasiana.com/2009/03/21/diskusi-diantara-para-hamba/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H