Sudah diterangkan ditulisan bagian 1(http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2009/10/29/gempa-dan-bangunan-kita-1/), bahwa bangunan dengan bentuk dasar kotak ini memerlukan perkuatan di bagian sudut dan tepi-tepinya. Perkuatan ini harus membentuk rangkaian yang sifatnya tertutup dan tidak boleh terbuka. Gambar prinsipnya seperti di bawah ini:
Â
Prinsip rangkaian struktur tertutup
Â
Jangan membuat rangkaian struktur terbuka seperti gambar di bawah ini, karena riskan terhadap getaran.
Rangkaian struktur terbuka yang mudah roboh
Â
Contoh kegagalan akibat rangkaian struktur terbuka dan berat bagian atasnya
Â
ii)Â Â Â Â Penggabungan Beberapa Massa Bangunan
Andaikata disain yang kita buat ingin menggabungkan beberapa massa bangunan, maka sebaiknya setiap massa bangunan dipisahkan strukturnya (pondasi, tiang, balok) dan masing-masing dikembalikan ke bentuk dasar yang kompak seperti tsb di i) (tulisan bagian 1).
Tujuan pemisahan struktur ini untuk memisahkan besarnya getaran yang diterima oleh massa yang satu dengan massa yang lainnya. Ketika gempa terjadi, setiap massa bangunan akan menerima getaran sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan lainnya. Maka, jika disatukan akan saling mengoyak dan menyebabkan kehancuran keseluruhannya atau salah satunya.
Contoh:
Â
Perhatikan foto dari klipping koran lama di bawah ini. Bangunan berbentuk L ini hancur total salah satu kaki L-nya yang menjorok ke depan ketika terjadi gempa karena kedua massa bangunan yang besar dan yang kecil disatukan sepenuhnya.
Â
iii)Â Â Â Â Massa Bangunan Yang Terlalu Panjang (Lebih Dari 40 m)
Massa Bangunan yang terlalu panjang harus dibagi untuk menghindari patah di tengah.
Â
Elastisitas dari massa bangunan yang terlalu panjang ini bisa anda ibaratkan sebagai rangkaian kereta api, dimana gerbong yang satu dan lainnya dipisahkan sehingga keseluruhannya bisa berbelok dengan enak. Bayangkan jika seluruh gerbong menyatu secara kaku, maka ia tak memiliki elastisitas dan tak mungkin bisa meliuk-liuk.
Kenyataan yang mengkawatirkan adalah, bahwa di lingkungan perumahan-perumahan dan pertokoan seluruh Indonesia, bangunan yang satu dengan yang lainnya justru cenderung melekat satu sama lain sehingga membentuk deretan massa yang panjang. Inilah salah satu sebab banyaknya bangunan perumahan/ruko yang hancur secara bersama-sama ketika terjadi gempa, disamping faktor-faktor lainnya yang akan diterangkan di bawah. Harusnya, setiap rumah yang satu dengan yang lainnya ada jarak pemisah, atau maksimal deretan rumah/ruko tersebut dipisahkan oleh gang/selokan setiap jarak tidak lebih dari 40 m.
Membangun benteng tembok yang panjangpun (apalagi yang lurus) perlu dibagi menjadi beberapa unit dan masing-masing dipisahkan strukturnya. Anda sudah sering mendengar benteng pabrik yang roboh menimpa banyak orang. Salah satu sebab utamanya adalah prinsip struktur yang salah itu (terlalu panjang, lurus, lebih dari 20 m tanpa dibagi) disamping mungkin pengerjaannya sendiri asal-asalan. Struktur benteng yang panjang menerima tekanan angin yang besar pula sehingga menimbulkan efek goyangan ke seluruh benteng secara bersama-sama, dan itu amat berbahaya. Belum lagi kalau kena goncangan gempa, aminnn dah…
2.   Bahan Bangunan Yang Kita Pakai
Bahan bangunan yang kita pakai juga digolongkan dalam 2 kategori, yaitu bahan yang elastis seperti kayu, bambu, baja (berat maupun ringan) dan yang kaku seperti tembok dan beton. Semakin elastis dan semakin ringan suatu bahan, ia bisa beradaptasi secara lebih baik terhadap getaran gempa dibandingkan dengan bahan yang berat dan kaku. Gambar dari klipping koran lama di bawah ini bisa membuktikan kenyataan di atas:
Â
Bangunan modern dari tembok luluh-lantak, sementara bangunan kayu yang ringan (termasuk pura) masih tegak berdiri.
Â
Bahan-bahan yang ringan dan memiiki elastisitas tinggi sangat baik dikembangkan untuk membangun perumahan rakyat. Jepang, China dan Korea adalah Negara-negara yang penduduknya menyadari benar masalah ini dan banyak menerapkan keunggulan bahan-bahan ringan seperti kayu dan bambu. Disain-disain yang mereka tampilkanpun sangat memikat, natural, tahan gempa, tidak takut dibongkar maling dan memiliki nilai budaya tinggi. Sementara di Negara kita sendiri cenderung melecehkan bahan-bahan seperti kayu dan bambu. Akibatnya, kita lebih suka menjual bahan mentah kayu ke manca negara. Illegal logging merebak karena dengan senang hati semua Negara menerima kiriman kayu, rotan dan mungkin kelak anyaman bambu dari kita. Siapa cepat menebang hutan dapat duit. Hutan kita jadi gundul dan sekarang harga kayu telah melonjak tajam serta tidak efisien lagi sebagai bahan bangunan murah. Kebiasaan kita menjadi bangsa yang telat mikir dan mengandalkan bahan baku alam yang melimpah untuk dijual begitu saja dengan cara legal maupun illegal telah menyulitkan posisi generasi penerus bangsa ini.
Kita membangun rumah tembok dan beton. Karena harga semen, pasir dan besi makin mahal dari hari ke hari, maka kita bangun sekenanya, asal berdiri. Terlebih lagi kalau sudah namanya rumah murah, semakin amburadul saja pekerjaannya, seolah-olah strukturpun bisa dihemat, padahal mau rumah murah atau rumah mewah, yang namanya struktur itu punya standar yang tidak bisa seenaknya dikurang-kurangi. Begitu kena gempa hancur total. Semua sia-sia dan malahan melahirkan penderitaan banyaknya korban jiwa dan harta benda. Ditambah lagi kerja bagian Tata Kota yang juga seenaknya, maka klop-lah semua sumber malapetaka ngumpul jadi satu: kebodohan, ketidak-pedulian dan kemiskinan.
Sekarang telah muncul aneka ragam bahan bangunan yang memikirkan faktor elastisitas dan keringanan bobot, seperti misalnya: baja ringan, beton/bata ringan, papan dari serat fibre dan semen. Dan diharapkan akan lahir bahan-bahan baru yang amat menjanjikan dari produk Nano Teknologi.
Baja ringan mulai marak dipakai sebagai struktur atap dan beton/bata ringan sebagai dinding pengisi yang tidak dimaksudkan untuk ikut memikul beban. Harga kedua bahan ini masih relatif mahal. Tetapi baja ringan sudah bisa menggantikan bahan kayu yang sekarang makin sulit didapat dan mahal harganya. Kelemahan bahan-bahan metal ini tentu saja dalam hal terjadi kebakaran. Struktur rangka metal akan langsung melengkung begitu terjilat api, sehingga dengan cepat konstruksi rangka keseluruhannya bisa roboh.
Beton/bata ringan sudah banyak pula dimanfaatkan untuk penutup dinding. Karena bentuk beton/bata ringan ini umumnya amat rapi, maka jika pelaksanaannya teliti dan rapi, susunan bata ringan ini tak perlu lagi diplester dan bisa langsung diaci sehingga menghemat banyak biaya. Di gedung-gedung tinggi umumnya dipasang telanjang dan langsung ditutup lagi dengan bahan finishing lain. Karena bobotnya ringan, maka secara keseluruhan jelas sangat mengurangi beban ke struktur utama, dan itu juga merupakan sebuah penghematan biaya secara keseluruhannya.
Kalau kita masih berniat membangun perumahan nasional dalam skala besar, maka amat perlu mempelajari alternatif-alternatif bahan dan disain yang akan kita pakai. Kita punya banyak insinyur untuk itu. Di tengah musim bencana seperti ini, amatlah keterlaluan kalau masih terus berpikiran bahwa perumnas adalah rumah murahan yang pasti roboh kalau kena gempa sedikit saja atau malahan akan roboh sendiri tanpa diapa-apakan. Kalau memang bahan-bahan alternatif itu masih mahal untuk diproduksi sendiri, tidak ada salahnya pemerintah mengimpor dari China dan membebaskan semua biaya masuknya untuk kepentingan pembangunan perumnas. Rakyat kecil harus mendapatkan haknya dengan terhormat, bukan menerima kwalitas asal-asalan dan akhirnya menyusahkan mereka semua. Itu adalah tanggung jawab Negara terhormat.
Dibawah ini saya sertakan beberapa contoh struktur tahan gempa dari material yang ringan.
Struktur bambu yang benar, estetis dan kompak disain dari sahabatbambu.com