Pengantar
Saya membaca ratusan sloka (ayat) dalam “Bhagavad Gita Menurut Aslinya” yang ditulis oleh Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Tetapi mohon maaf, saya tidak ingin dipengaruhi oleh siapapun juga dalam mengartikan seluruh ayat-ayat Bhagavad Gita tersebut, maka saya baca ayat-ayatnya saja apa adanya tanpa membaca semua penjelasannya. Saya ingin mendengar langsung dari yang menurunkan semua ayat tersebut, yaitu Sri Kresna yang dikenal sebagai titisan Tuhan Yang Maha Esa. Maka dalam hal ini saya memposisikan diri sebagai “orang netral” yang mendengar dialog antara Sri Kresna dan Arjuna yang sedang bimbang karena berbagai persoalan batin yang harus dihadapinya menjelang perang besar Bharata Yuda. Saya berterima-kasih kepada penulis buku di atas untuk seluruh hasil terjemahannya yang mendetail dan diurai satu-persatu per kata dari bahasa aslinya, Sansekerta.
Setelah membaca semua ayat-ayat tersebut, saya memperoleh pengetahuan yang baik di dalamnya. Tidak mungkin pengetahuan seperti itu dikarang “orang biasa” dan muncul begitu saja di dalam pikirannya lalu dituliskan dan bisa menjadi abadi sampai hari ini setelah dilindas jaman sepanjang ribuan tahun. Apalagi, menurut saya, ayat-ayat tersebut mengandung kebenaran universal dan sekaligus khusus yang sulit terbantahkan dan senada dengan misi Kitab Suci terwahyukan. Lebih jauh lagi, ternyata ayat-ayat tersebut memang tidak perlu penjelasan lagi, dapat tampil apa adanya dengan gamblang dan masih relevan serta sangat cocok untuk jaman ini sekalipun.
Jadi tulisan ini adalah persepsi saya tentang Bhagavad Gita dari ratusan ayat-ayat aslinya yang saya pandang masih tetap relevan untuk jaman ini dan saya tuliskan kembali secara ringkas dalam bahasa sesederhana mungkin, lepas dari konteks ayat per ayat yang kelihatan kaku. Karena panjangnya, maka tulisan ini saya bagi menjadi 2 (dua) bagian. Selamat membaca, mudah-mudahan bermanfaat.
******************
Arjuna gemetar dan lemas melihat kembali siapa yang harus dihadapinya dalam perang besar di medan Kurusetra. Perang yang tak mungkin dihindarinya lagi setelah semua perundingan damai tentang siapa pemegang hak pemerintahan di Kerajaan warisan raja Bharata itu menemui jalan buntu. Perang besar itu, yang terkenal dengan sebutan perang Bharata Yuda, adalah antara pihak Kurawa dan Pandawa yang sebenarnya masih punya ikatan saudara sehingga melibatkan seluruh keluarga besar mereka lengkap dengan orang-orang dekat serta guru-gurunya.
Di dalam perang itu, Arjuna, salah satu dari Pandawa, menunggang kereta yang dikusiri oleh Sri Kresna. Arjuna tahu bahwa Sri Kresna adalah titisan kepribadian Tuhan YME (Wisnu), maka ia menyembah Kresna dan menjadikanNya sebagai penasehat serta kusir bagi kereta dan semua tindakannya.
Pada saat Arjuna merasa sedih sekali harus berhadapan sebagai musuh dengan saudara-saudaranya sendiri, gurunya, kakeknya dan semua orang yang seharusnya dicintainya itulah terjadi dialog kerohanian antara dia dan Sri Kresna yang tercakup dalam Bhagavad Gita. Inilah isi dialog tersebut:
Arjuna:”Oh Kresna, aku gemetar menghadapi semua ini. Yang tampak olehku hanya malapetaka saja. Aku tak dapat melihat bagaimana hal-hal yang baik diperoleh kalau aku membunuh sanak-keluarga sendiri. Aku tak berminat lagi terhadap kerajaan dan semua kebahagiaan di baliknya jika caranya seperti ini. Mengapa aku harus membunuh mereka, bahkan jika hal itu tak kulakukan, merekalah yang akan membunuhku? Katakanlah padaku, Kresna, Sang pemelihara seluruh mahluk hidup, kesenangan macam apa yang akan kuperoleh kalau aku membunuh mereka semua? Katakanlah bahwa mereka itu jahat sejahat-jahatnya orang, tetapi mengapa aku yang tahu pasti bahwa membunuh itu berdosa harus melakukan semua ini? Bukankah ini akan melahirkan dendam kusumat dan kutukan turun-temurun yang tak berkesudahan? Mengapa aku harus jadi penyebab munculnya generasi yang tak diinginkan? Generasi yang penuh dendam? Aku tak mau jadi penghuni neraka akibat perbuatan semacam ini. Biarlah mereka saja yang membunuhku tanpa melawan.”
Arjuna meletakkan busur dan anak panahnya lalu duduk terpekur dan menitikkan air mata di dalam kereta, semangatnya telah terbang.
Kresna:”Arjuna yang baik, cara berpikirmu itu salah, bahkan tidak pantas buat orang yang mengetahui nilai hidup dan akan menjerumuskanmu ke jurang kehinaan. Engkau berkata-kata dengan indah dan penuh penyesalan. Orang bijaksana tidak pernah menyesal, baik untuk yang masih hidup maupun untuk yang sudah meninggal. Pada awalnya mereka semua itu tak pernah ada, belum Kuciptakan, dan di masa yang akan datang, setelah mereka ada, tak satupun diantara mereka akan lenyap. Seperti halnya Sang Roh terkurung di dalam badan dan terus menerus mengalami perubahan dan perpindahan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa lalu mati dan berpindah ke badan yang lain (reinkarnasi), begitulah mereka semua akan menjalani karmanya. Orang yang tenang tak akan bingung karena pergantian itu. Suka dan duka silih berganti bagai musim dingin dan panas. Hal-hal seperti itu muncul karena penglihatan indera sebagai akibat ikatan dengan dunia material. Orang perlu belajar menginterpretasikan keadaan dengan teguh. Jangan hanyut dalam dualisme perasaan yang tak berkesudahan. Keteguhan adalah syarat untuk mencapai pembebasan. Orang benar bisa melihat, bahwa jasmani akan musnah dan roh tak pernah lenyap. Tak seorangpun dan peristiwa apapun juga yang bisa melenyapkan roh. Tapi semua badan akan musnah. Maka kalau Aku menyuruhmu bertempur, bertempurlah. Tak perlu menyesali badan dan semua peristiwa yang harus terjadi dan harus kamu jalani. Jika kamu tak bisa menghindarinya, itu berarti atas kehendakKu. Jadi apa yang harus kamu sesalkan? Patutkah manusia meragukan rencana-rencanaKu?
Sebagai seorang ksatria, tugasmu adalah bertempur berdasarkan prinsip-prinsip dharma (kewajiban), bahkan jika kau lalaikan hal itu, itulah dosa, dan akibatnya statusmu sebagai kesatria akan tercemar. Orang akan menganggapmu penakut dan lari dari medan perang karena takut. Bertempurlah demi pertempuran itu saja, tanpa mempertimbangkan suka-duka, untung-rugi, kalah-menang. Lakukanlah sebaik-baiknya apa yang mesti kamu lakukan, tanpa mengharapkan hasil atau pahala, agar engkau terbebas dari ikatan dengan pekerjaan. Orang yang ingin menikmati hasil dari pekerjaannya adalah orang pelit. Pasrahkanlah hasilnya padaKu, baik sukses maupun gagal, engkau tak akan rugi karenanya. Sedikit saja kemajuanmu dalam menempuh jalan ini akan dapat melindungimu dari rasa kawatir yang paling berbahaya. Jalanmu akan mantap dan tujuanmu padaKu fokus. Itulah yang disebut “Jalan Berserah Diri”, jalan yang membebaskan diri dari perputaran kelahiran dan kematian dan mencapai keadaan diluar semua kesengsaraan. Orang yang seperti ini telah mencapai tingkat kesadaran rohani tinggi.
Orang yang kurang pengetahuannya terikat pada kata-kata kiasan, ritual-ritual dan anjuran-anjuran yang tidak dimengerti benar maknanya. Tujuan perbuatannya hanyalah memuaskan indera-inderanya agar memperoleh imbalan dan berharap sampai ke Surga. Kesungguhan hati untuk berbakti kepada Tuhan tak pernah timbul di dalam pikiran orang yang terlalu terikat pada kenikmatan indera-indera dan dunia material.”
Arjuna: “O Kresna, hamba bingung oleh penjelasan Paduka yang mengandung arti ganda, tentang mengasihi sesama dan tentang kewajiban sebagai kesatria di medan perang yang bertentangan total. Tolong katakan dengan pasti kepada hamba, mana yang paling berguna untuk hamba?”
Kresna: “Arjuna yang baik, ada dua golongan manusia yang berusaha menemukan jati dirinya untuk menemukan Aku di sana. Golongan pertama mencari dalam buku-buku filsafat dan ajaran-ajaran suci serta mengolahnya dalam angan-angan atau pikirannya. Ia tidak memperoleh apa-apa ketika ia tidak melakukan apapun juga. Golongan kedua berusaha mengerti tentang semua itu lewat bakti kepadaKu sesuai dengan kodratnya. Aku katakan padamu, bahwa bukan dengan cara menghindari pekerjaan seseorang dapat mencapai pembebasan dari perputaran dunia material (aksi-reaksi yang melahirkan reinkarnasi terus menerus); bukan pula dengan melepaskan ikatan duniawi saja seseorang dapat mencapai kesempurnaan di dalam Aku. Ketahuilah olehmu, bahwa didalam diri setiap orang telah kutanamkan kewajiban yang harus dilaksanakannya. Tak ada seorangpun yang terhindar dari kewajiban itu. Orang yang berbakti padaKu adalah orang yang melaksanakan tugas itu sepenuh hatinya dalam namaKu tanpa menuntut pahala bagi jerih payahnya sendiri. Ia bebas dari ikatan akan hasil akhir, karena semuanya telah diserahkan pada keputusanKu. Hasil pekerjaan yang seperti itulah merupakan Kurban Suci bagiKu, dan Aku akan melimpahkan kecukupan bagi segala kebutuhan orang tersebut. Tetapi orang yang mengakui seluruh hasil pekerjaan itu murni dari dirinya sendiri dan bagi kepentingannya sendiri, pastilah dia seorang pencuri. Hiduplah dari hasil kerja yang telah disucikan, agar engkau terbebas dari dosa. Hidup dari hasil curian hanya akan menumpuk dosa.
Orang yang memandang Aku dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang Aku akan tahu dengan pasti mana kewajibannya tanpa Aku harus mengatakan kepadanya. Dan kewajiban itu tidak selamanya adalah hal-hal yang lembut, karena kadang Aku membutuhkan pedang dan api untuk membersihkan ladangKu. Adalah lebih baik bagimu melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan bagimu meskipun dengan berbuat kesalahan dalam kewajiban itu, daripada melakukan tugas kewajiban orang lain dengan sempurna, karena mengikuti jalan orang lain itu berbahaya.
Meskipun bagiKu sendiri tidak ada kewajiban yang ditetapkan dan Aku tidak kekurangan apapun serta tidak membutuhkan untuk memperoleh apapun, tetapi Aku sendiri selalu sibuk menunaikan kewajibanKu. Jika Aku melalaikan kewajibanKu, maka seluruh semesta ini akan hancur. Juga akan tercipta banyak mahluk hidup yang tak dikehendaki, sehinga akan hancur pula tatanan kedamaian bagi seluruh mahluk hidup.
Oleh sebab itu, Arjuna, laksanakanlah kewajibanmu dengan sempurna sebagai seorang ksatria yang harus bertempur di medan perang, karena dengan cara itulah baktimu kepadaKu”.
Arjuna: “Apa yang mendorong seseorang melakukan perbuatan dosa, walaupun sebenarnya ia tidak menginginkannya dan seolah-olah ia dipaksakan untuk berbuat seperti itu?”
Kresna: “Karena ia belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang Aku, maka ia juga tidak memiliki kepercayaan padaKu. Semua tindakannya hanya berpedoman pada jalan pikirannya sendiri dan bertumpu pada ke"aku"annya yang palsu. Pada akhirnya perbuatannya hanya digerakkan oleh hawa nafsu belaka, yang telah melekat sejak manusia dilahirkan, yang dengan mudah berubah menjadi amarah dan angkara murka. Itulah musuh utama dunia ini yang penuh dosa dan menelan segala sesuatu.
Seperti halnya api diselimuti asap; cermin diselimuti debu atau janin ditutupi kandungan, maka begitu pulalah mahluk hidup ditutupi oleh berbagai tingkat hawa nafsu. Seperti itu pulalah kesadaran murni mahluk hidup yang bijaksana ditutupi oleh musuhnya yang kekal, yaitu nafsu yang tak pernah puas dan membakar bagaikan api.
Panca indera, pikiran dan kecerdasan adalah tempat yang mudah disusupi hawa nafsu. Melalui panca indera, pikiran dan kecerdasan, hawa nafsu sering menutupi pengetahuan sejati mahluk hidup tentang Aku dan membingungkannya. Oleh sebab itu, pada tahap awal langkahmu untuk mengenal Aku, kendalikanlah nafsu-nafsumu itu!
Panca indera bekerja secara lebih halus daripada alam material yang mati; pikiran bekerja lebih halus daripada panca indera; kecerdasan lebih halus lagi daripada pikiran; dan roh lebih halus dari kecerdasan. Oleh sebab itu, latihlah pikiranmu agar siap menerima Aku dan senantiasa tertuju padaKu. Asahlah terus kecerdasanmu didalam Aku, maka tingkat kecerdasan dan kesadaran rohanimu akan terus meningkat dan mantap di dalam Aku, dan engkau tidak bisa dibingungkan atau digoyahkan lagi oleh hawa nafsu. Itulah inti pengetahuan sejati turun-temurun yang Kuajarkan kepada manusia agar sampai padaKu. Aku telah mengajarkannya sejak Dewa Matahari ada dan akan bertahan sampai selamanya.
Arjuna: “O Kresna jelmaan Dewa Wisnu. Menurut silsilah kelahirannya, bukankah Dewa Matahari itu lebih tua daripada Anda? Bagaimana mungkin Engkau mengatakan bahwa Engkau mengajarkan pengetahuan itu kepada Dewa Matahari?
Kresna: “Engkau dan Aku telah dilahirkan berulang kali. Aku dapat mengingat semua kelahiran itu, tetapi kamu tidak bisa mengingatnya. Akulah awal dari segalanya. Aku masih akan muncul di setiap jaman. Kapanpun dan dimanapun pelaksanaan kewajiban merosot drastis dan hal-hal yang bertentangan dengan perencanaanKu meraja-lela, pada waktu itulah Aku sendiri menjelma. Kewajibanku adalah menyelamatkan orang saleh, membinasakan orang jahat dan menegakkan hukumKu. Orang yang mengenal Aku tidak dilahirkan lagi di dunia ini setelah matinya, ia tinggal bersamaKu di tempatKu yang kekal selamanya. Sudah banyak orang sejak jaman dahulu disucikan oleh pengetahuan sejati tentang Aku dan olehnya mereka dibebaskan dari ikatan, rasa takut dan amarah, dan terus menerus secara khusuk berpikir tentangKu dan berlindung kepadaKu. Mereka telah tinggal bersamaKu. Sejauh mana seseorang menyerahkan diri kepadaKu, sejauh itu pulalah Aku menganugrahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya.
Orang bodoh yang menghambakan dirinya pada alam material di dunia ini menyembah Dewa-Dewa agar memperoleh hasil material secara cepat. Para Dewa yang mereka sembah itu memang ada, tetapi bukan Aku dan tidak semuanya penyembahKu, maka manusia sering disesatkannya dengan hasil yang cepat.
Aku menggolongkan empat bagian masyarakat manusia, mulai dari tingkat yang paling bodoh, yang sepanjang harinya dihabiskan untuk meleburkan dirinya dalam dunia material tanpa menyisakan ruang sedikitpun bagiKu; kemudian tingkat orang yang setengah-setengah; lalu naik lagi ke tingkat orang yang sibuk mencari Aku dengan segala usahanya; dan tingkat orang suci yang telah mantap di dalam Aku. Mereka semua Kubiarkan berinteraksi satu sama lain agar yang lebih tinggi bisa mengangkat yang lainnya. Aku sendiri berada di luar semua sistem itu, tetapi senantiasa menjaga keseimbangannya agar tetap terkendali di bawah hukumKu. Begitulah Aku senantiasa sibuk melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya tetapi tidak terikat pada hasil akhir dari pekerjaan itu sendiri. Semua orang yang telah tinggal bersamaKu adalah orang yang telah berhasil mencapai tingkatan seperti yang Kumaksudkan itu, yang terbebas dari ikatan dengan hasil pekerjaan dalam dunia material. Meskipun pada kenyataannya ia sangat disibukkan dengan berbagai macam kewajiban yang harus dilakukannya, tetapi seluruh hasil pekerjaannya sebenarnya telah diserahkan dalam keputusanKu. Ia tidak mengikatkan diri dengan harta bendanya dan hanya mengambil secukupnya untuk kebutuhan dasar hidupnya saja, maka ia terbebas dari reaksi akan dosa-dosa. Ia bisa bersyukur atas semua rejeki yang datang dariKu, tidak iri hati, selalu mantap melangkah dalam sukses maupun dalam kegagalan sekalipun. Ia melebur sepenuhnya di dalam Aku. Kepada orang seperti inilah Aku sangat berkenan.
Bagian 2:
http://filsafat.kompasiana.com/2010/06/21/bhagavad-gita-the-song-of-god-kidung-illahi-bagian-2-2/
******************
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H