Salah satu yang saya bayangkan terjadi di Surga itu kurang lebih seperti ini: Semua Mahluk Kudus yang berbeda satu sama lain itu memiliki kemampuannya masing-masing yang terlihat jelas oleh satu dan yang lainnya. Tidak ada yang bisa (dan tidak perlu) disembunyikan, semua terlihat gamblang dan jelas. Semuanya selalu siap dan sigap ketika dibutuhkan. Jadi kalau misalnya Tuhan ingin mendengar orchestra, Beliau tinggal menyatukan para ahlinya yang dibutuhkan dan tak mungkin salah pilih karena yang mau dipilih sudah jelas. Maka musik Surga itu, biarpun dadakan, sudah pasti dahsyat terdengarnya. Begitu pula kalau Beliau atau para Mahluk Kudus lainnya ingin menciptakan apapun juga, mereka tinggal bergabung satu sama lain dan membentuk komposisi yang diinginkan, maka terciptalah yang diinginkan dengan amat baiknya. Jadi semua Mahluk berkarya serta menikmati karya dengan penuh suka-cita. Tidak ada kedukaan di sana dan semua karya yang tercipta sangat hebat serta mengagumkan.
Di Bumi lain lagi. Sebagian besar dari kemampuan individu tersembunyi dari mata banyak orang, apalagi kalau ia bukan orang terkenal, rata-rata gelap dan susah ditebak. Apalagi kalau sudah menyangkut hak milik, serba tersembunyi (atau sengaja disembunyikan) dengan salah satu tujuan agar tidak kena pajak dan susah dilacak asalnya. Ada juga orang yang ngaku pintar, padahal bodonya amit-amit. Ada yang tampil bak pahlawan, padahal bajingan. Pokoknya serba tidak jelas. Maka kalau Jokowi mau pilih menteri, ia sampai perlu membentuk tim untuk mengumpulkan ratusan nama lengkap dengan jejaknya yang entah dimanipulasi atau tidak oleh timnya yang juga belum tentu tahu yang sebenarnya.
Maka, tidak heran kalau pagi-pagi sudah ada yang mengomentari Jokowi: Wah.., si Anu itu jelas-jelas terindikasi kuat pembunuh kok bisa masuk dalam tim yang begitu penting, bagaimana sih.. si Jokowi itu? Dan sudah pasti semua orang penting akan memelototi daftar unggulan versi tim Jokowi, karena merekalah yang nantinya bakal menjadi nahkoda Negara ini.
Di Bumi ini memang susah kalau mau menerjemahkan konsep Surga menurut bayangan saya di atas. Pihak komunis misalnya, setahu saya dari pelajaran sekolah dulu, pernah mencoba menerjemahkan dengan sepenggal kata yang kalau tidak salah intinya “sama rata sama rasa”, semua kekayaan dibagi rata saja ke semua warga melalui Negara, biar adil dan makmur cepat tercapai. Lha ini kalau bukan saya yang salah tangkap karena termasuk murid yang bodo, ya pasti yang membuat konsep yang kelewat bodo. Apa mungkin kebutuhan dan kemampuan orang yang jelas berbeda mau disama-ratakan? Lagipula, apa harta bisa menyelesaikan segalanya?
Ada juga yang tidak kalah kelewat ngawurnya, yaitu pendidikan di Indonesia: Supaya murid dapat bekal sempurna, ya sudah kita kasih mata pelajaran sebanyak-banyaknya saja, biar mereka sangat siap menghadapi segala medan. Akibatnya, bukannya mereka siap tempur, malah mabok seperti orang teler kebanyakan minum aspirin campur coca-cola. Sebagian lagi punggungnya bengkok karena dipaksa memikul tas yang kelewat berat tapi tetap saja sebagian besar tidak jadi orang pintar karena tidak fokus.
Bung Karno yang idealis itu juga repot mikir menerjemahkan Surga ke pangkuan Bumi Pertiwi, sampai ia bikin konsep semacam Tri Sakti dan Dasar Negara Indonesia Panca Sila. Sialnya, yang berkuasa para koruptor, pengusaha serakah dan bermental rusak, nasib! Panca Sila jadi pajangan bahkan olok-olokan. Ternyata yang benar tidak cukup hanya konsepnya, tapi terutama pelaksananya juga harus benar.
Sekarang Jokowi-JK sedang semangat mau membuat Negara ini jadi Surga, kalau saya tidak salah tangkap berdasarkan kepada Revolusi Mental ala tim Jokowi. Kita berharap yang jadi tim Jokowi sudah bermental baik sehingga nantinya tidak malah jadi bahan olok-olokan. Kalau bisa mereka yang masuk dalam tim itu serba terbuka segalanya seperti para Mahluk di Surga, tidak ada yang disembunyikan atau ditutup-tutupi. Bahwasanya orang pernah berbuat salah itu kita maklumi, karena tidak ada orang yang sempurna. Kita, bangsa Indonesia, jangan jadi bangsa pendendam dan tidak bersedia mengampuni orang yang siap bertobat dan kembali ke jalan yang benar serta bersungguh-sungguh berniat untuk menyumbangkan hal-hal yang baik untuk bangsa ini dalam sisa hidupnya yang tidak lama.
Bahwasanya hukum tetap harus ditegakkan itu saya setuju sebatas kita tidak begitu banyak membuang enersi untuk menegakkannya sampai menjadi tidak produktif semuanya dan akhirnya malah merugikan semuanya. Pertama-tama kita harus percaya, bahwa Tuhan akan selalu adil dan bijaksana. Kalau orang bersalah tidak bertobat, di saat tuanya dan menjelang mati mereka akan menyesal dan tetap mendapatkan hukumannya tanpa campur tangan kita yang merasa berhak mengadilinya sekalipun. Yang paling penting bagi seluruh pejuang hak asasi manusia adalah mencegah sekuat tenaga agar hal-hal buruk yang pernah terjadi di masa lalu tidak terulang di masa kini dan masa depan. Mengadili orang yang bersalah adalah urusan nomor sekian, karena tanpa anda adilipun sudah ada yang akan mengadili. Fokuslah terutama kepada hal-hal yang mendatangkan kebaikan hari ini dan esok.
Kalau Jokowi-JK ingin Negara ini jadi Surga, mereka harus fokus pada hal-hal pokok semacam tersebut di bawah ini (maaf, bukan mau mengajari, tapi ikut urun rembuk):
- Jokowi-JK dan timnya harus menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat dan memberi perlindungan pada kebijakan-kebijakan yang diambil bawahannya yang memang layak dilaksanakan. Bukan cuma di tingkat kementerian saja, bahkan sampai tingkat kepala daerah melalui mekanisme yang ada, karena yang banyak mengurus rakyat kecil adalah kepala daerah, sedangkan tidak semua kebijakan kepala daerah yang baik bisa dilaksanakan olehnya karena sering dijegal oleh DPRD atau atasannya dengan mengandalkan kekuatan partai yang umumnya masih sarat kepentingan partai dan individu. Sistem harus dibenahi, entah dengan cara kepala daerah boleh mengajukan banding sampai ke Presiden jika keputusan-keputusan yang diyakininya berdampak baik untuk masyarakat tetapi dimentahkan oleh DPRD atau dengan cara-cara lainnya. Disinilah terlihat betapa pentingnya komunikasi antara bawahan dan atasan hendaknya terjalin selancar mungkin, sehingga mudah dipantau semua masalah yang ada di daerah, karena dengan teknologi komunikasi yang ada saat ini hal semacam itu sudah mudah dilakukan. Bahkan itupun masih belum cukup. Dalam setiap blusukan, ketika menemukan orang-orang cakap dalam bidang tertentu, Jokowi-JK tidak boleh menyia-nyiakannya, minimal harus mencatatnya untuk nantinya ditempatkan di tempat yang tepat. Orang cakap adalah ibarat benih yang baik yang harus ditempatkan di tempat yang tepat agar berbuah banyak dan berguna bagi lingkungan sekitarnya. Warga Negara Indonesia banyak yang pintar dan cakap dalam berbagai bidang, sebagian memilih kerja untuk Negara lain karena telantar di Negara sendiri. Hanya orang dengan komitmen kemanusiaan sangat kuat semacam dr. Gila itu yang mau bersusah-payah kembali ke Indonesia dan membuat RS terapung guna menjelajah wilayah-wilayah sangat miskin dan terabaikan. Jauh lebih banyak orang yang ogah keluar dari zona nyamannya untuk ikut mewujudkan dunia yang lebih baik bagi semuanya.
- Jokowi-JK butuh konsep dalam banyak bidang dan persiapan yang matang untuk melaksanakannya agar Negara ini, seperti yang sudah-sudah, tidak asal jalan sekenanya. Jokowi bisa mewajibkan menterinya membuat konsep dan menguji mereka lebih dahulu sebelum melantiknya sebagai menteri. Minimal para menteri itu harus berjalan berdasarkan konsep yang sudah disetujui bersama dan tidak semaunya sendiri. Kita sudah banyak menyaksikan menteri yang tidak jelas kerjanya, apalagi hasilnya. Tidak perlu menteri harus menyandang berbagai gelar, itu bukan jaminan. Jokowi sendiri kan cuma insinyur dengan bahasa inggris masih sangat njawani, tapi dia sigap dan kreatif dalam berwawasan serta tekun dalam mewujudkan pencapaian prestasi kerja. Rasanya bangsa ini lebih butuh orang seperti Jokowi daripada doktor atau profesor yang tidak biasa kerja turun ke lapangan, apalagi gampang ditekak-tekuk orang lain yang berduit atau berkuasa, sehingga mereka tidak lebih dari boneka belaka. Jokowi sendiri kan pernah dituduh boneka, dan itu tidak enak kan? Makanya jangan memberi rakyat menteri boneka, menyebalkan.
- Jokowi-JK harus luwes, tidak kaku. Jokowi-JK itu banyak musuhnya. Mereka yang pernah digagalkan keinginannya, mereka yang terancam kena babat – entah perusahaannya, kariernya, ladang penghasilannya, bahkan keamanannya, dll lagi. Tetapi Jokowi-JK tidak boleh menganggap mereka musuh dan bekerja berdasarkan perasaan kesal terhadap musuh. Jokowi harus tetap bekerja atas dasar tujuan baik yang ingin dicapai bersama dan bisa memberi solusi bagi yang terkena dampak rencana kerjanya. Dalam setiap pembaruan pasti ada korbannya, apalagi kalau disebut revolusi. Bahwasanya ketegasan harus diutamakan, itu saya setuju, karena kalau tidak tegas ya semua tidak jalan, tetapi kasih sayang dan pengarahan yang membangun harus tetap diberikan.
- Jokowi-JK tidak boleh gegabah membuat kebijakan dan melaksanakan tanpa persiapan. Contohnya adalah Kartu Sehat. Saat ini di Indonesia sudah diterapkan BPJS, asuransi kesehatan untuk seluruh masyarakat Indonesia, bayarnya murah penggantian untuk biaya pengobatan yang sakit saat ini katanya bagus sehingga banyak peminatnya, tapi akibatnya karena persiapan belum matang, yang sakit antri berjejalan sampai puluhan jam di balai pengobatan dan RS yang ditunjuk, entah mereka makin sehat atau makin sakit. Apalagi kalau ditambah Kartu Sehat, apa tidak makin runyam? Yang tumpang tindih dan belum matang semacam ini perlu dibereskan dulu persiapannya. Ide bagus belum tentu pelaksanaan bisa bagus, apalagi ini menyangkut nyawa manusia yang sakit, jangan-jangan malah banyak yang mati saat antri di Rumah Sakit, macam yang mati berebut sedekah. Berilah sesuai kapasitas dan kemampuan persiapan di lapangan, itu jauh lebih baik daripada maksa. Indonesia tentu lain dengan New Zealand. Indonesia penduduknya berjibun sedang New Zealand yang seluas dua kali pulau Jawa penduduknya cuma setengah Jakarta. Berpikir realistis tetap perlu dan harus. Tetapi juga jangan gampangan bertindak asal praktis semacam BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang pernah dilakukan Pak JK, biarpun Pak JK beralasan: “Apa yang bisa kita berikan, berikan dulu.” Akhirnya kalau terlalu sering seperti itu sama artinya menyuburkan mental pengemis bangsa ini, seperti yang sering terlihat di jalan-jalan, apalagi kalau menjelang 17 Agustus.
- Jokowi-JK harus mengelola dengan serius kekayaan bumi pertiwi yang berlimpah di berbagai bidang: Pertanian, Perkebunan, Kelautan, Kehutanan, Pertambangan dan energi (gas, listrik, panas bumi, dsb). Vietnam saja punya Bank khusus yang mengatur pembiayaan di sektor pertanian, termasuk membiayai penelitian, pengadaan benih, peralatan dan teknologi, pelatihan tenaga ahli dan petaninya, penerapan kerja di lapangan, dsb-dsb sampai menghasilkan produk-produk pertanian bermutu untuk keperluan dalam negeri dan ekspor. Kita Negara agraris kok masih begitu banyak impor beras, sayur, buah, dll hasil pertanian. Ini menunjukkan bahwa banyak kekayaan alam yang tidak dikelola dengan benar, bahkan diserahkan pengelolaannya kepada pihak asing. Tenaga asing sih boleh saja kalau memang belum mampu bekerja sendiri, bayar saja mereka sekaligus dipakai mendidik tenaga ahli bangsa sendiri, bukan menyerahkan begitu saja pengelolaannya dan kita tetap bodo selamanya. Ada juga yang dikelola swasta dengan pengawasan yang sangat lemah bahkan sengaja kongkalikong dengan aparat, sampai-sampai hutan dirampok dan rusak semua dibiarkan. Hal-hal semacam ini jelas sangat menyedihkan. Sekarang waktunya lebih bijak dan serius mengelola kekayaan alam dan sumber daya manusia, agar pembangunan bisa merata di seluruh Indonesia dan tidak terkonsentrasi di tanah Jawa saja.
Saya sudahi sampai disini, anda semua boleh menambahkan di kolom komentar, agar tak kecewa nanti punya Presiden Pak Jokowi yang agak lain dari biasanya. Salam merdeka!
*************
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H