Tulisan sebelumnya: http://edukasi.kompasiana.com/2009/02/25/aneka-tips-negara-sehat/
Tips 4: Memantapkan Sistem Pendidikan
Pendidikan kita saat ini adalah pendidikan yang bingung arah. Kebingungan itu bisa direkam dari munculnya standarisasi Ujian Akhir Nasional dari tingkat SD sampai SMA untuk seluruh wilayah Indonesia dengan melupakan begitu banyak faktor perbedaan yang ada antara kampung terpencil dan Jakarta. Pelaksanaannyapun telah melahirkan berbagai kekonyolan tersendiri yang tragis, yang setiap tahun menjadi topik berita media massa. Sudah bosan membicarakan semua itu, seperti mendengarkan kekonyolan orang yang mau menipu diri sendiri. Mari kita tinggalkan dan lihat fakta nyata yang ada di lapangan.
Fakta utama adalah, bahwa kita kekurangan banyak gedung sekolah dan guru. Fakta baiknya adalah, bahwa teknologi internet telah mempersempit jarak jangkauan kita dan dukungan dari pihak swasta tidaklah sedikit dan sama sekali tidak layak disebut kecil artinya. Teknologi internet telah merevolusi banyak sektor, tak terkecuali pendidikan. Sekarang informasi menjadi demikian mudah didapatkan, bahkan oleh daerah terpencil sekalipun. Hal ini mendorong percepatan kemampuan anak didik untuk mencapai kemajuan ekstra yang sesungguhnya telah amat mempersingkat waktu untuk memahami suatu masalah. Saudara, inilah momen bagus yang harus kita ambil manfaatnya. Kita tidak perlu terpaku lagi dengan program pendidikan dasar berdurasi 9 tahun (SD 6 tahun dan SMP 3 tahun). Mari kita ambil terobosan penuh perhitungan dengan menggabungkan SD dan SMP menjadi program wajib belajar yang hanya 7 tahun saja! Anda terkesiap mendengarnya? Tidak, saya mantap mengatakannya. Mari kita kaji lebih jauh.
Pertama, kita akan langsung memperoleh keuntungan besar: menghemat ruang kelas dan guru yang sangat kita butuhkan. Kalau tadinya kita butuh 9 kelas dan 9 guru, sekarang kita butuh 7 kelas dan 7 guru. Kalau dijumlahkan se Indonesia, betapa besarnya makna angka itu! Kedua, kita bisa melakukan penghematan biaya yang juga amat besar, baik dari pemerintah sendiri maupun dari pihak orang tua murid. Apa ruginya? Hampir tidak saya temukan! Mengapa? Karena memang selama ini kita sudah terlalu bertele-tele dengan pendidikan, buang waktu dan lebih banyak bikin masalah sendiri. Apa yang ingin kita capai dengan pendidikan dasar? Mari kita ngobrol.
Kalau saya tanya anda: ”Apa tujuan anda menyekolahkan anak anda?” Maka jawaban yang wajar adalah: ”Agar mereka jadi anak pintar, bergaul dengan baik, sehingga punya bekal untuk hidupnya kelak.” Pertanyaan kedua:”Apa kriteria pertama sekolah favorit yang anda inginkan?” Jawaban yang wajar adalah: ”Sekolah yang melahirkan banyak murid dengan nilai pelajaran paling top dan menduduki peringkat pertama di kota.” Itulah fakta. Semua sekolah berlomba-lomba menjadi sekolah “top” dalam ukuran seperti itu di jaman modern ini. Angka menjadi patokan yang maha penting, tak peduli karena patokan seperti itu hal-hal yang sebenarnya jauh lebih penting harus dikubur atau malahan tidak sempat lahir sama sekali.
Apa yang paling penting sesungguhnya? Tak lain adalah: “Tumbuhnya rasa cinta terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri”. Pendidikan dasar tanpa target utama “menumbuhkan rasa cinta di hati murid terhadap ilmu pengetahuan”, maka bagi saya adalah pendidikan yang menjurus ke arah kegagalan fatal dalam perannya sebagai institusi yang memikul tanggung jawab besar dalam melahirkan generasi yang memiliki peran bijak untuk melakukan perubahan di atas planet bumi ini. Bumi terutama butuh orang bijak untuk memberi arah perkembangannya, bukan orang-orang pintar yang kerjanya hanya melahirkan suatu produk ilmu pengetahuan tertentu sebanyak-banyaknya tanpa peduli pertimbangan keseimbangan lingkungan dalam segala aspeknya. Kenyataannya, sekolah modern memang lebih banyak melahirkan orang pintar sepintar robot daripada orang bijak yang cukup pintar. Apa bedanya kedua orang ini? Mari saya beri contoh:
Sekolah yang menciptakan robot-robot manusia pintar (sebutlah sekolah 1) pastilah sekolah yang gemar menjejali muridnya yang masih kecil dengan berbagai rumus-rumus mendetail pelik yang bikin anak-anak stress. Tetapi sekolah yang melahirkan anak-anak bijak dan cinta banyak ilmu pengetahuan serta Buminya (sebut sekolah 2) adalah sekolah yang lebih banyak mengajak muridnya belajar melihat “apa yang sedang terjadi di sekitarnya” ditinjau dari sudut ilmu-ilmu yang dipelajarinya.
Misalnya: Sekolah dasar 1 (setingkatan SMP) menjelaskan ilmu kimia kepada anak didik dengan berbagai reaksi dan rumus-rumus yang sulit serta menjengkelkan tanpa mengerti wujud nyatanya; sedangkan sekolah dasar 2 mengajak muridnya mempelajari ilmu kimia dengan mengenalkan dasarnya, kemudian mengenalkan penulisan nama kimiawi bermacam-macam material yang umum dijumpainya sehari-hari; dilanjutkan dengan cerita menarik (pengetahuan) tentang apa yang dikerjakan orang selama ini dengan berbagai material yang sudah ada itu. Seperti misalnya: cerita tentang berbagai produk makanan dan jajan sekolah yang sering dimakannya sendiri dan dijual di pasaran luas serta menerangkan: mengapa mereka selama ini banyak makan racun (sambil menuliskan materi racun yang terkandung dalam makanan dimaksud dengan nama kimiawinya), bahkan dari produk pertanian juga (pupuk kimiawi) serta semua perlengkapan yang ada di rumah: obat semprot nyamuk, karbol, bumbu masak, mie instan, sambal dan saus botolan, sirup, kosmetik ibunya, rokok bapaknya, dan berderet-deret racun lainnya. Sekolah Dasar 1 membuat banyak murid stress; Sekolah Dasar 2 membuat murid kaget dan mulai tertarik betapa pentingnya mengetahui ilmu kimia yang ternyata begitu menarik bahkan bisa melebar kemana-mana (mempelajari ilmu kesehatan juga karena tahu bahwa sejenis unsur tertentu dalam makanan ternyata merusak bagian tubuh tertentu; memberi banyak ide juga karena ternyata kita bisa membuat sendiri bermacam-macam benda di sekitar kita dari material-material sederhana yang gampang kita dapatkan di sekitar kita; dst-dst).
Ada banyak cerita menarik yang bisa diceritakan kepada para murid. Mereka benar-benar hanya lebih banyak mendengar cerita dan bermain-main yang berkaitan dengan pentingnya seseorang mengerti suatu jenis ilmu. Urusan reaksi-reaksi pelik, perhitungan-perhitungan yang rumit adalah urusan sekolah lanjutan atas sampai universitas, yang seharusnya itupun berdasarkan minat utama para murid yang bersangkutan. Sekolah Dasar 1 melahirkan sarjana robot; Sekolah Dasar 2 melahirkan sarjana bijak.
Contoh lagi: Sekolah Dasar 1 mengajarkan sejarah dengan menyuruh muridnya menghafal berbagai kejadian penting dalam sejarah lengkap dengan nama tokoh, tahun lahir dan mati, dsb-dsb yang membuat mereka malas sekali dan jengkel. Sekolah Dasar 2 mengajar sejarah dengan cara menceritakan (kalau perlu nonton film) mengapa suatu peristiwa terjadi dan mengajak muridnya menilai apakah hal itu salah atau tidak dengan contoh-contoh relevan lainnya yang sederhana. Sekolah 1 mempelajari buku sejarah dan sekolah 2 mempelajari sejarah itu sendiri untuk tidak mengulang kesalahan yang sama yang dilakukan pemimpin-pemimpin di masa lalu. Sekolah 1 melahirkan sarjana sejarah dan sekolah 2 melahirkan tokoh baru yang memberi arah dunia secara lebih baik (yang berarti membuat sejarah sendiri).
Saudara, jangan pernah menganggap enteng masalah salah arah pendidikan dasar yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini, yang tidak jarang bahkan dilembagakan oleh Negara itu sendiri dan dipertahankan mati-matian oleh banyak orang pintar tapi berakhlak robot. Efeknya amat sangat besar, karena hal itu sangat menentukan bagaimana sebuah pendidikan bisa membuat sebuah bangsa atau dunia berbahagia karenanya atau hanya melahirkan generasi robot-robot hidup yang mengerikan dan membawa berbagai bencana kemanusiaan di dalamnya. Inti tujuan pendidikan jelas untuk membuat manusia bisa hidup bahagia, bukan cuma pintar tok, tetapi terutama bijak serta tahu masalah. Orang pintar tetap akan lahir sebagai karunia yang terus diberikan oleh Tuhan, tetapi orang bijak adalah orang yang mesti dilahirkan dari sebuah proses yang panjang dan berhubungan dengan berbagai masalah-masalah di dunia ini sendiri yang seharusnya mereka kenal pertama kalinya di Sekolah Dasar.
Rumus-rumus dan pengertian-pengertian keilmuan yang pelik bisa dipelajari lebih lanjut di sekolah lanjutan dengan jurusan-jurusan yang khusus untuk itu. Tidak perlu seorang murid harus menjadi orang yang tahu segalanya tapi sedikit-sedikit. Lebih baik mereka mempelajari sedikit hal yang mereka sukai secara lebih serius di sekolah lanjutan daripada mempelajari segala macam hal sambil merasa tersiksa karena terpaksa dan menjadi jengkel karenanya. Pengenalan berbagai bidang keilmuan akan menjadi sangat menarik ketika disajikan secara lebih hidup dengan menghubungkannya pada hal-hal nyata dalam kehidupan ini. Dan ketika rasa tertarik itu muncul, maka rasa cinta yang benar terhadap ilmu pengetahuan akan muncul juga. Tanpa dipaksapun anak-anak didik akan cepat menjadi pintar karena kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan bukan karena dijejali oleh gurunya. Itulah makna terpenting dari tujuan pendidikan dasar. Sudah seharusnya kita terus-menerus mengkritisi hal ini, karena situasi yang terbentuk dalam dunia pendidikan dasar memang sangat memprihatinkan dan telah menelan banyak korban.
Saya melihat tragedi mengerikan di depan mata selama bertahun-tahun. Bayangkanlah oleh anda: Jutaan orang belajar di sekolah, membuang banyak waktu, pikiran dan biaya, apalagi ketika harus melanjutkan ke perguruan tinggi. Tetapi lihatlah hasilnya: banyak sarjana yang tidak berdaya apa-apa ketika sudah selesai berjibaku di sekolah selama tahunan; lebih sial lagi yang tinggal di Negara yang tidak memiliki standar memadai untuk menyalurkan sarjananya sendiri. Mereka semua akhirnya banyak yang mengangur dan memulai lagi dari nol untuk mempertahankan hidupnya dengan mempelajari lagi hal lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan semua ilmu yang didapatnya dari sekolah dengan susah payah selama puluhan tahun dan dengan mengeluarkan biaya amat banyak.
Tidak pantaskah sistem yang salah arah ini segera kita hentikan bersama-sama agar korban yang lebih besar tidak perlu terus berjatuhan? 7tahun sudah cukup untuk pendidikan dasar, dan tidak ada orang yang kehilangan apa-apa dibandingkan yang tadinya kita harus tempuh selama 9 tahun. Setelah selesai di Sekolah Dasar, mereka bisa memilih Sekolah lanjutan terarah (sesuai minat) berdurasi 2 atau 3 tahun (tergantung bidangnya) dan seterusnya ke jenjang Universitas. Atau mereka langsung bisa menempuh Sekolah Kejuruan yang berdurasi 3 atau 4 tahun (tergantung bidangnya) dan bisa langsung memikirkan karier atau pekerjaan.
Jangan dilupakan juga peran swasta yang berniat baik membantu pendidikan nasional. Mereka harus diberi kelonggaran menjalankan sistemnya sendiri dan pemerintah bertindak sebagai pengawas serta pengayom, bukan ikut campur dan mendikte. Swasta yang berniat baik harus didukung penuh, kalau perlu disubsidi juga, daripada keteteran menyelenggarakan pendidikan sendiri. Ada yang keberatan?
Bersambung ke: http://edukasi.kompasiana.com/2009/03/01/aneka-tips-negara-sehat-3/
http://edukasi.kompasiana.com/2009/03/02/aneka-tips-negara-sehat-4/
*************
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H