-Hujan Rindu-
hujan kini
hujan nanti
serta hujan yang sudah-sudah
sama saja;
hujan yang menjatuhkan air
namun, hujan kali ini berbeda,
seketika tubuhku terbakar merasakan airnya; rindu yang membara.
***
-Sebuah Pinta-
jadilah kau hujan atau apa saja yang menyejukkanku, kekasih.
aku, tetap sebagai bumi; menadah segala apa yang langit jatuhkan; berharap itu embun atau air mata doa-doa yang kau panjatkan.
***
-Hujan di Kotamu-
hujan di kotamu
menggenang di kubang ingatan
tanah yang basah adalah hatiku
yang tak pernah usai merindumu.
***
-Ujung Penantian-
janur kuning melengkung
langit hitam mengandung hujan
di tepi ranjang pengantin
dua wajah saling bertatapan; berdebar menanti kehilangan.
***
-Lucunya Kita-
hanya di saat hujan perasaan kita sama, di luar itu kita menyelimuti tubuh sendiri-sendiri.
***
- Genangan Air hujan dan Kenangan-
musim hujan;
jalanan rusak di kampungku mengakibatkan banyak genangan, bahaya bagi pengguna jalan
seperti pikiranku, yang kini rusak digenangi kenangan-kenangan tentangmu, bahaya bagi jiwa dan bisa mengakibatkan gila.
***
-Kau Kenapa?-
tiada terlihat hujan di bulan Desember, hanya saja aku melihat matamu tampak berkaca-kaca, kekasih.
***
-Kesedihan-
dari air laut
menjadi air hujan
menjadi air mata pada seseorang berpayung hitam.
***
-Keyakinan Hati-
karena kuyakin dan percaya
di ujung perjalanan melelahkan ini
akan ada senyum berkerumun menawarkan bahagia;
serupa warna pelangi setelah hujan reda.
***
-Tentangmu-
hujan menggenang pada hati yang mengenang; tentangmu.~
          -----******-----
~SirriSaqtiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H