Membaca zaman sekarang yang begitu hype, pemuda-pemudi saat ini telah hanyut oleh kenyamanan dan kemajuan dari berbagai bidang. kelunturan budaya sebagai ciri dan identitas bangsa kita telah direnggut oleh para elit melalui globalisasi, baik dari gaya hidup mereka hingga eksistensi dalam kehidupannya telah dirubah.Â
Pengaruh-pengaruh yang terjadi saat ini memang tidak bisa dihindarkan, sebaiknnya kita harus memiliki kecakapan dalam membaca segala tantangan yang ada.
Sebelum membahas secara luas, penulis penasaran terhadap apa yang di istilahkan "globalisasi" dan ada apa dibalik trend yang menggemparkan ini. Anthony Giddens pernah berpendapat bahwa globalisasi merupakan dimana hubungan antara satu sama lain meranjak ke tingkat sosial dunia secara intens dan akan di pertemukan berbagai peristiwa-peristiwa yang terjadi dan memiliki pengaruh, baik yang jauh atau sebaliknya. Artinya, globalisasi adalah ruang pertemuan dunia dan mempengaruhi satu sama lain.
Sementara itu, Jan Art Scholt merincikan globalisasi secara garis besar ada lima. Pertama, internasionalisasi, yang dimaksudkan negara satu sama lain saling bertukar dalam hal perdagangan dan modal, serta ketergantungan antar negara. Kedua, liberalisasi, artinya globalisasi sama halnya seperti liberalisasi dalam retriksi politik agar pasar bebas terbuka dan lebih luas jangkauannya.Â
Jadi, ini memiliki nilai agar meraup keuntungan secara ekonomis. Ketiga, universalisasi informasi, komunikasi dan transportasi yang sering terjadi para media dan netizen. Keempat, westernisasi atau modernisasi orang-orang Barat.
Menjadikan pengrusak dari indentitas lokalitas, seperti kapitalisme, industrialisasi, dan birokratisme. Kelima, deteritorialisasi, adanya rekonfigurasi geografi sehingga kehidupan sosial tidak bisa dipetakan secara territorial.Â
Uraian tersebut memanifestasikan keuntungan ekonomis yang memenjarakan segala bidang yang otentik. Apalagi sosial media, internet, teknologi canggih, dan lainnya yang tidak selalu memberikan hal positif.
Akibat dari globalisasi yang terjadi, banyak dari mentalitas manusia sekarang cenderung apatis dan egois. Bukannya penulis menutup mata dari hal yang tak bisa dihindarkan ini, namun ketika globalisasi membutakan generasi Z akan hancur juga estafeta regenerasi yang terampil dan bijak dalam memahami kehidupan.Â
Adanya para elit, sebut saja IMF (International Monetry Fund), World Bank, WTO (World Trade Organization) menjadi nahkoda dari arus globalisasi ini. Mereka menjadikan generasi yang materialistik dan melancarkan sistem kapitalis gaya baru.
Faktanya, siapa yang sekarang chatting tidak menggunakan aplikasi whatsapp, kebanyakan Gen Z memiliki aplikasi yang cakap dalam menjalani perkembangan yang terjadi.Â
Instagram, TikTok, Facebook, Youtube, Twitter, Discord, Twitch, dan aplikasi lainnya adalah keberagaman globalisasi dalam bidang komunikasi dan informasi.Â
Uber, InDriver, Gojek, Grab sebagai alat tranportasi, Lazada, Tokopedia, Shopee adalah platform belanja. Dan masih banyak lagi dalam pelbagai bidang.
Kemanfaatan besar yang terjadi dan dialami masyarakat dari Generasi Baby Boomer sampai Generasi Alpha secara gamblang selalu memberikan kemudahan dan keringanan zaman.Â
Istilah one click atau dengan satu klik akan bergerak secara otomatis untuk membeli barang, transfer uang, berpergian wisata, memberi kabar, serta aktivitas lain.Â
Namun, pengaruh globalisasi yang kuat di Gen Z menjadi alat manipulasi para elit untuk menggerakan gaya hidup bahkan psikologi individu. Ketergantungan yang melebihi para pecandu narkoba adalah permasalahan globalisasi saat ini yang harus dicermati dan hindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H