Mohon tunggu...
Rini M
Rini M Mohon Tunggu... Guru - A students Of State Institute of Islamic Studies of Jember

If not Now When, If not Me Who- ?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Calon Peserta Didik yang Tidak Terbidik

4 Maret 2018   21:17 Diperbarui: 4 Maret 2018   23:27 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seperti halnya kebutuhan primer. Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan setiap insan yang hidup di bumi ini. Terutama pada zaman milenial seperti sekarang yang semuanya serba mesin, canggih, dan orang pintar berkliaran di mana-mana. Ada yang kepintarannya bermanfaat bagi orang lain, namun tidak sedikit pula yang kpintarannya digunakan untuk membodohi orang lain.

Berdasarkan data yang telah di beritakan oleh CNN Indonesia, pada tanggal 18/04/2017, memberitakan bahwa, data UNICEF tahun 2016 sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). 

Begitupula data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, bahwa di tingkat provinsi dan kabupaten menunjukkan terdapat kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak paling rentan yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Ada beberapa penyebab anak-anak yang seharusnya menjadi peserta didik, tidak bisa menyandang gelar sebagai "peserta didik". Salah satunya adalah faktor ekonomi. Berbagai macam bantuan yang telah diturunkan oleh pemerintah seperti BSM (Bantuan Siswa Miskin), KIP (Kartu Indonesia Pintar), dll.

Namun, tak jarang juga bantuan-bantuan tersebut menyangkut pada penyalur BSM tersebut hingga ke tangan para calon siswa atau siswa.  Sehingga, seringkali jumlah dana bantuan yang sampai ke tangan siswa sangat minim, dan sangat jauh dari jumlah yang telah ditetapkan oleh pusat bantuan dana tersebut.  

Apalah daya mereka untuk melawan ini semua, semakin sering hal ini terjadi, akan semakin banyak para calon siswa maupun siswa yang tidak akan mendapatkan pendidikan yang layak bagi mereka. Padahal mereka adalah generasi-generasi penerus yang akan meningkatkan kualitas bangsa dan Negara. Penghapus air mata para pejuang kemerdekaan, yang melihat tikus-tikus berdasi yang tidak teringkus, melihat rakyat melarat yang semakin sekarat.

Pendidikan akan sangat membantu mereka dalam berinovasi, berkreasi, dan meningkatkan kualitas diri untuk meningkatkan kemajuan Bangsa dan Negara yang mereka singgahi ini. Namun hal tersebut tidak dapat terealisasi karena dana bantuan untuk sekolah tersangkut oleh tikus - tikus berdasi. Hal inilah yang menyebabkan calon peserta didik tidak terbidik untuk benar-benar menjadi peserta didik yang pantas mendapatkan pendidikan.

"Tuan berdasi, kami mohon jangan grogoti lagi dana untuk kami. Kami butuh ilmu, yang hanya bisa kami dapat dengan sangu.Untuk pencapai pendidikan yang akan menambah pengetahuan. Untuk mengubah title Negara dari  'perkembangan' menjadi 'kemajuan' agar kita tidak ketinggalan." 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun