Apa yang anda rasakan saat anda marah? Jawaban dari pertanyaan ini beragam tapi tentunya anda tidak menjawab "saya merasa bahagia atau saya merasa senang ketika saya marah". Mungkin anda tidak setuju dengan pendapat saya ini. Ya...saya tidak menolak argumen anda tapi yang perlu diketahui adalah ketika saya atau anda marah kita tidak merasa bahagia atau senang. Tapi setelah-sesudah-anda marah barulah anda mengatakan saya senang, saya lega karena telah mengatakan isi hati saya atau ide saya dan sebagainya.
      Menariknya, ketika saya dan anda marah pada saat itu pulah kita menciptakan instrumen. Instrumen itu entah bernada Klasik atau Rok atau DJ atau yang lainnya. Perlu dikatakan sebelumnya, saya tidak mencantumkan arti kata instrumen karena saya yakin anda lebih tahu soal ini. Benar bukan?
      Marah dikatakan sebagai instrumen karena kita dapat menciptakan nada-nada yang tidak kita pikirkan atau rencanakan sebelumnya. Kita sedang menciptakan not-not dan menghasilkan bunyi yang tak beraturan. Bunyinya berfariasi antara sopran, alto, tenor atau bas semuanya bercampur aduk. Yang tadinya nada saya dan anda dalam not do tapi tiba-tiba naik dan meninggi seolah-olah masuk dalam nada si. Tiba-tiba naik-turun tak beraturan. Maka terciptalah sebuah instrumen yang memusingkan diri sendiri dan orang yang mendengarnya.
Omong-omong kita sampai dimana tadi?
Marah menjadikan kita tak bisa mengendalikan diri-yang tadinya pendiam menjadi orang aneh yang banyak omong. Sebaliknya, yang tadinya suka bicara tiba-tiba menjadi pendiam. Inilah gambaran orang yang sedang marah. Kita tidak menyadari perubahan itu saat anda sedang marah. Nah, barulah setelah kita marah baru menyadari bahwa kita sedang marah.
      Suatu kali saya menjadi penonton "perkelahian" yang sangat menarik antara suami-istri....boleh dikata menarik..ya bagaimana tidak perabot rumah tangga menjadi sasaran. Periuk, Gelas melayang di udara bak pesawat kertas....pasti anda merasa ngeri bahkan ada yang merasa lucu atas fenomena ini. Tapi ini benar-benar terjadi. Apa yang terjadi setelah itu? Suami-istri menyesal, lalu pergi pinjam uang tetangga untuk membeli perabot rumah yang telah pecah tadi.....aneh bukan? Ya jelas aneh-lah.
Saya mengangkat fenomena suami-istri karena hal ini sering terjadi. Memang masih banyak lagi fenomena tapi fenomena ini yang sangat menarik. Kembali kecerita tadi, ketika teman saya melihat perkelahian itu sepontan mengatakan "lebih baik saya tidak usah ambil istri". Kamipun sama-sama masuk dalam dunia fantasi membayangkan bagaiman kalau hal itu terjadi pada kami. Lalu saya bertanya "gimana kalau itu terjadi sama kamu"? ya walaupun saya dan teman saya ini masih SMA. Dia menjawab saya menghindar dan pergi dari rumah sebentar sebelum suasana menjadi panas kayak tadi. Mendengar jawaban ini saya dalam hati bertanya benarkah demikian? Pertanyaan ini terus menggantung di udara, tanpa jawaban, bahkan sampai sekarang karena saya belum beristri. Singkat kata demikian dan saya tidak mau memperlebar hal ini.
Apa yang hendak saya katakan dari hal di atas? Saya hendak mengajak anda untuk masuk dalam situasi anda terutama ketika anda sedang marah. Apa yang anda rasakan dan apa solusi anda? Saya hadir untuk merangsang anda agar kejadian yang berkaitan dengan "marah" tidak dilupa begitu saja tapi menjadi bahan permenungan agar tidak melakukan hal yang sama. Ya seperti pecahkan piring dan lain sebagainya.
Singkatnya saya hadir bukan untuk membawa solusi tapi untuk memantik pengalaman anda dan merangsang anda untuk mencari dan menemukan jawaban yang mungkin belum anda temukan. Belajarlah untuk melihat kembali 'altivitas' marah dan menysun strategi baru agar 'aktivitas' marah mampu membuat kita rukun dan bukan sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H