Mungkin perjuangan ibu bukan hanya dilakukan oleh perempuan Batak. Tetapi sangat diakui, pada umumnya semiskin apapun keluarga di tanah Batak, ada satu filosofi harus menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Petani, parengge-rengge, guru SD, bidan desa bahkan pemulung/parbotot,memiliki konsep hidup yang terbaik untuk anaknya terutama menyekolahkan sampai Perguruan Tinggi.
Tidak jarang kita menemukan ibu yang kelihatan lusuh, hitam, kurus di tengah ladang/sawah atau hanya pedagang eceran di pasar tradisional. Tapi memiliki anak hebat yang kuliah di perguruan tinggi di seluruh nusantara.
Sama hal dengan Boru Panggoaran (Anak Perempuan Sulung).
Secara alamiah, boru panggoaran diminta untuk  selalu setia mendampingi ibunya kelak jika sudah tua. Lagu ini benar-benar akan membongkar berbagai rasa keharuan, bangga, tanggungjawab, beban atas gelar Boru Panggoaran.Dan nyatanya dalam kehidupan masyarakat Batak, banyak Boru Panggoaran yang akhirnya bertempat tinggal dekat dengan ibunya.
Coba cek adakah saudara, teman, famili yang boru panggoaran tinggal bersama/dekat ibunya...he..he..
Meminta borunya agar rajin sekolah, agar dapat apa yang dicita-citakan.
Molo matua sogot au, ho do manarihaon au
Ho do manogu-nogu au.
Orang Batak memiliki fase kehidupan tertinggi SARI MATUA,SAUR MATUA, NA ULI BULUNG.......
Percaya bahwa kehidupan tua adalah sesuatu yang alami. Sehingga harus dipersiapkan dengan baik dan hati-hati. Bahkan memberi nasehat lewat lagu pada anak perempuan sulung agar rajin belajar. Karena kelak dia yang akan menjaga ibunya.
Dalam lagu Tangiang Ni Dainang.Nang Pe salah au, diboan ho ditangiangmu. Artinya bahwa sebagai anak pasti pernah melakukan kesalahan. Tapi ibu tetap selalu mendoakan yang terbaik buat anaknya.