Ibu berutang pada kemiskinan, yang pernah datang dan enggan pulang, semenjak anak pertama lahir hingga anak terakhir hadir
"Aku tak ingin kalian seperti yang telah-telah, jika ingin berubah, semua harus bersekolah"
Dulu, kami gemetar jika tiba pelajaran menggambar, karena tak punya krayon tuk beri warna pada gunung dan awan, juga pada langit, dan jalan, semua hanya terlihat hitam
"Biarlah kalian biasa pada pelajaran menggambar, tapi untuk IPA dan agama, atau bahasa, dan matematika, setidaknya kalian bisa luar biasa"
Kemiskinan menjadikan Ibu tak pernah lengah memberi arah, hingga semua anaknya tak putus sekolah, pantang bagi kami bermalas-malasan, hanya makan dan tiduran. "Jangan perut yang kalian besarkan, otak yang harus dipadatkan"
Bila malam tiba, kami dipaksa makan bersama, sekedar memastikan, tak ada yang tak mendapat bagian.
Tapi itu dulu, kini Ibu telah mengubur kemiskinan itu dalam-dalam
Sunguh, Ibu berutang pada kemiskinan, tapi bisakah ia membayarnya, hanya dengan ucapan terima kasih?