Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suami-Suami Yang Angkat Tangan Pada Istri

22 Desember 2014   21:13 Diperbarui: 4 Oktober 2015   13:51 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="https://www.google.com/search?q=angkat+tangan&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAcQ_AUoAWoVChMIv_2epZyoyAIVDxmOCh0rZAFe&biw=1360&bih=657#imgrc=ew1Kk-iTobl5tM%3A"][/caption]

Laki-laki dan perempuan berasal dari diri yang satu. Namun, dalam realitas sejarah kerap dibedakan, untuk tidak menyebutnya dipertentangkan. Jika di zaman Firaun ( Paroh; Pharaoh), anak yang berjenis kelamin laki-laki disembelih Firaun demi tujuan politik. Sebaliknya, pada zaman jahiliyah, anak yang berjenis kelamin perempuan terkadang di kubur hidup-hidup.

Sekarang, terutama dalam pandangan gerakan feminis, masih banyak perlakuan buruk dan diskriminatif yang dialami perempuan. Untuk itu dalam pandangan mereka, berbagai upaya dan organisasi yang memperjuangkan hak perempuan diperjuangkan secara internasional, paling tidak menasional, dan daerah.

Agak berbeda dengan pandangan itu adalah Warren Farrell menyungsang logika feminis, menurut Farrel justru perempuan lebih terlindungi daripada laki-laki, sampai dunia modern kini. Misalnya, ketika terjadi perang, prajurit yang paling banyak dikirim (berperang, baik kawan maupun lawan) adalah laki-laki. Tentu saja banyak yang korban. Hal itu juga tergambar dalam film-film, bisa jadi banyak pria yang tewas demi menyelamatkan atau mendapatkan wanita. Sedangkan sebaliknya, jarang terjadi, ketika jamak wanita yang korban gara-gara laki-laki.

Begitu juga dalam lapangan publik, ketika seorang wanita muda dan cantik masuk bus umum yang sesak, beberapa pria bersedia berdiri demi mengutamakan si gadis. Sebaliknya, setampan apapun seorang pria dengan kasus yang sama saat menaiki angkutan umum (bus) yang dipadati wanita, rasanya, si pria dianggap wajar tetap berdiri, menggantung senasib kernet bus?

Saat banyak isu kontroversial dengan istilah "tandingan" berlahiran, seperti DPR tandingan, presiden tandingan, menteri tandingan, walikota tandingan, dan munas tandingan. Rasanya yang tetap sepi, Hari Ayah. Tak ada tandingan Hari Ibu. Barangkali, karena memang tak tertandingi. Sebagaimana pernah dikatakan Presiden Amerika Serikat -Barack Hussein Obama, seandainya Michelle Obama (Michelle LaVaughn Robinson) istrinya menjadi lawan politiknya, Obama mengaku kalah. Seperti halnya juga dituturkan Presiden RI, BJ Habibi kesuksesan seorang pria pasti karena dibelakangnya sokongan wanita (istri) yang hebat. Paling dekat lagi, ketika dalam debat Capres, 2014, Capres Jokowi mengucapkan terima kasih kepada istrinya. Barangkali sekaligus sindirin terhadap Prabowo?

Jika sekaliber presiden saja mengakui "takluk" dalam tanda petik. Konon lagi, si pelpel (pria biasa)? Barangkali, hanya di kampung saya, beberapa pria ngotot "menandingi" istri mereka. Sebab, adat dan persepsi mereka yang patriarkis berpegang pada kemimpinan pria. Jika seorang suami dipimpin istri, mereka mengistilahkannya: Bendera Beralih Ke Tangan Istri. Artinya, istri mengendalikan suaminya. Ya. Mirip sinetron "Suami-Suami Takut Istri."

Mudah-mudahan, kita memandang posisi Ayah-Ibu atau Ibu-Ayah lebih utuh; jika kita mendendangkan kasih Ibu sepanjang masa, setidaknya kasih Ayah kita ingat sepanjang hayat? Secara khusus, jika beberapa suami angkat tangan pada istrinya, barangkali itulah tanda hormat pada wanita? Oleh karena itu, wanita yang mendapat berkah itu, rasanya layak menyuarakan hak sebagian suami yang tertindas istri?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun